"Sudahkah Kita Tarbiyah?"


"Sudahkah Kita Tarbiyah?"

[Eko Novianto]

Memang ada buku "Sudahkah Kita Tarbiyah?" Saya tulis buku itu -sekitar- delapan tahun yang lalu.

Di buku itu, saya melempar pertanyaan, 'sudahkah kita tarbiyah?'

Saya tulis pertanyaan itu di tengah suasana booming tarbiyah. Banyak hal dipengaruhi tarbiyah, pasar merespon positif aksi para aktivisnya, dan politik berpihak pada aktivitasnya.

Dalam suasana itu, saya tulis pertanyaan liar itu. Sebagian menyebut pertanyaan itu bagus. Sebagian bilang retoris. Yang lain bilang itu dalam dan butuh perenungan. Terserah. Bagi saya, itu pertanyaan liar, penuh emosi dan pertanyaan yang dibekap kekhawatiran.

Tidak terlalu sulit untuk sekadar kumpul-kumpul, makan-makan, haha-hihi, cerita-cerita, mencatat, mendengar dan didengar serta dibenarkan, dan liqo di suasana itu.

Tapi sudahkah kita tarbiyah?

Sudahkah kita terbuka terhadap perubahan? Sekenyal apa kita terhadap perubahan yang mungkin terjadi? Sudahkan kita bisa adil antara sikap tegas dan fleksible? Bagaimana kabar dari cadangan sikap proaktif kita? Apakah masih tersedia cukup luas ruang di dada kita untuk menerima sisi lain teman seiring yang kadang terasa tajam?

Sudahkah kita tarbiyah? Sekuat apa kita bisa mawas diri dan belajar dari kesalahan? Secerdas apa kita memandang ekspresi dan penampilan fisik yang ada itu?

Jika kita tak keluar dari kebiasaan-kebiasaan yang tak harus, penampilan-penampilan fisik yang periferal, atau idiom-idiom yang artifisial, dan lainnya, layak untuk kita benar-benar menjawab pertanyaan liar itu.

Sudahkah kita tarbiyah? Saya tulis itu di sekian tahun yang lalu dan di suasana yang berbeda.

Jakarta, 16 September 2015


Baca juga :