Jan Darmadi (kiri) seusai dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Senin (19/1/2015). (ANTARA FOTO/Andika Wahyu) |
Ahok Dilaporkan ke KPK Soal RS Sumber Waras
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus jual beli tanah Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Ahok dituding menyebabkan kerugian negara ratusan miliar.
"Ada indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta. Ada kemungkinan mark up dan korupsi dalam kasus tanah RS Sumber Waras," kata pengamat Politik DKI Jakarta Amir Hamzah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/8).
Amir mengklaim tudingannya berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2014. Amir pun meminta komisi antirasuah menindaklanjuti hasil audit tersebut.
(Sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150820122426-12-73324/ahok-dilaporkan-ke-kpk-soal-rs-sumber-waras/)
SUMBER WARAS-GATE: Ada Tokoh Istana Terlibat
Jan Darmadi menjabat Ketua Majelis Tinggi Partai Nasdem |
Penelusuran Bisnis.com sampai pada kesimpulan bahwa tokoh tersebut adalah Jan Darmadi (alias Jauw Fok Joe), anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) 2015-2019. Presiden Joko Widodo melantik Jan bersama 8 anggota lain lembaga tersebut pada 19 Januari 2015.
Jan terlibat dalam kasus pembelian tanah itu karena saat transaksi terjadi, Jan adalah Ketua Umum Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Bersama Kartini yang duduk sebagai ketua yayasan, Jan meneken surat penawaran tanah yang disampaikan ke Gubernur DKI Jakarta Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama.
Surat yang diteken duet Jan dan Kartini itu disampaikan ke Ahok 7 Juli 2014, dengan tawaran harga Rp755,69 miliar. Tanpa pengecekan ke lapangan, esoknya pada 8 Juli, Ahok langsung memerintahkan Kepala Bappeda DKI untuk menganggarkan pembelian tanah itu dalam APBD-P DKI 2014.
Belum ada pernyataan dari Jan atas situasi ini. Belum pula ada komentar dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras, termasuk apakah hingga kini Jan masih tercatat sebagai ketua umum yayasan itu, mengingat UU No.19/2006 tentang Wantimpres melarang rangkap jabatan sebagai pimpinan yayasan.
Di sisi lain, tak ada informasi sedikit pun tentang struktur dan pengurus yayasan di situs web RS Sumber Waras. Yayasan itu sendiri juga tidak memiliki situs web yang dapat dibuka publik. Audit BPK juga tidak menyebutkan dengan terang keterlibatan Jan dalam kasus pembelian tanah tersebut.
Dalam catatan Bisnis, Jan alias Apiang Jinggo dikenal sebagai salah seorang sesepuh warga keturunan Tionghoa di Jakarta. Maklum, Jan adalah prototipe warga keturunan Tionghoa yang sukses meramu keberhasilannya di dua bidang sekaligus, baik ekonomi maupun politik.
Jan adalah pendiri salah satu penguasa kawasan elit Mega Kuningan Jakarta, PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk. Oom Jan—demikian sebagian orang menyapanya—juga punya portofolio sendiri, termasuk bisnis judi di Petax 9, Copacabana Jakarta Theater, dan Lofte Fair Hailai pada era 70-an.
Laiknya pengusaha besar lain, Jan cenderung mendekat pada kekuasaan. Pada era tersebut, Jan dikenal dekat dengan Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Pada 80-an, Jan juga merapat ke Pangkopkamtib Laksamana Soedomo, salah seorang tokoh yang dikenal sebagai orang dekat Presiden Soeharto.
Situs Wikipedia menyebut, bersama Soedomo, Jan memimpin pelaksaan Porkas dan SDSB, program penggalangan dana berhadiah dari pemerintah untuk membiayai olahraga. Program ini disetop pada 90-an setelah muncul demonstrasi mahasiswa, karena dinilai merusak moral dan ekonomi warga.
Pada 2013, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh mendapuk Jan untuk menduduki posisi ketua majelis tinggi partai. Kini, karena ada ketentuan UU No.19/2006, posisi Jan digantikan oleh Maxi Gunawan. Namun, media sempat mencatat Jan masih menghadiri sejumlah acara partai.
Roso Daras, peneliti Garuda Institute—lembaga yang pertama kali mendesakkan kasus pembelian tanah RS Sumber Waras ini ke publik—hanya tertawa saat dikonfirmasi soal ini. “Biar masyarakat yang menilai mas. Mari kita lihat apakah KPK, DPRD DKI, berani memanggil Jan dan Kartini,” ujarnya.
Kartini sendiri beberapa tahun lalu tersangkut kasus suap pajak bersama Bahasyim. Kartini, yang saat itu dikenal sebagai pendukung Presiden SBY, mengaku diperas. Sebaliknya, Bahasyim mengaku disuap. Dalam sidang, jaksa hanya menghadirkan Bahasyim—yang akhirnya divonis 10 tahun.
Kartini adalah pendiri Grup Tempo, salah satu raksasa farmasi di Tanah Air. Posisi ini membuat Kartini, yang juga memiliki kantor hukum terkemuka di Ibu Kota, ditahbiskan Forbes bertahun-tahun sebagai perempuan—sekaligus pengacara—terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$1,1 miliar (2014).
Sumber: http://kabar24.bisnis.com/read/20150831/15/467262/sumber-waras-gate-ada-tokoh-istana-terlibat
***
PKS Mempertanyakan Pengangkatan Jan Darmadi
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Alhabsyi, menyebut tak menyangka Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Jan Darmadi sebagai salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Padahal, Jan diisukan memiliki rekam jejak yang kurang bagus. "Terus terang saya sangat terkejut mendengar Jokowi mengangkat bos judi sebagai anggota Wantimpres," kata Aboe Bakar, Selasa, 20 Januari 2015.
Menurut anggota Komisi III DPR itu, Watimpres adalah jabatan terhormat yang bertugas memberikan pertimbangan strategis bagi presiden. "Oleh karenanya, harus dicari orang-orang arif dan cendekia dengan kepakaran tertentu," katanya.
Aboe menilai masih banyak orang yang bisa mengemban jabatan itu. Dia tidak yakin sudah tidak ada lagi orang lain yang lebih pantas dipilih, dari total 250 juta penduduk di Indonesia. "Saya rasa banyak pakar dan cendekiawan yang lebih layak," ucapnya.
Dia mengingatkan bahwa masyarakat akan bertanya, apa dasar pengangkatan Jan Darmadi menjadi penasihatnya. "Atas dasar balas budi, atau memang presiden berencana mengembangkan perjudian di republik ini?" kata Aboe.
Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/580240-pks-mempertanyakan-pengangkatan-jan-darmadi