Islam, Akuntabilitas Publik dan Mekanisme Demokratik


Ahmad Dzakirin
Pengamat Timteng

"Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanah kepada yang berhak dan jika menetapkan hukum diantara manusia, hendaklah menghukuminya dengan adil."

"Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri diantara kamu. Jika kamu berselisih pendapat, maka kembalikan kepada Allah dan Rasulnya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. ( An Nisa:58-59)

Bagaimana kita memahami ayat ini?

Pertama, Al Qur'an mendahulukan akuntabilitas publik sebelum loyalitas politik. Akuntabilitas publik dalam surat An Nisa' ayat 58 adalah menunaikan amanah dan menerapkan hukum secara adil. Baru, setelah itu, loyalitas dan ketaatan terhadap pemimpin.

Kedua, Al Qur'an menetapkan loyalitas bersyarat kepada pemimpin. Loyalitas rakyat dalam surat An Nisa, ayat 59 berkelindan erat dengan ayat 58, yakni, apakah pemimpin tersebut menjalankan amanah kepemimpinan dengan baik dan apakah mereka menetapkan hukum dengan adil. Tidak ada loyalitas bagi pemimpin yang tidak akuntabel, yakni tidak memenuhi hak rakyat dan diskriminatif dalam praktik hukum.

Ketiga, mekanisme demokratik bagi penyelesaian konflik antara pemimpin dan rakyat, tidak ada tafsir tunggal hukum dan kekuasaan karena rakyat dan pemimpin sederajat, namun mengembalikan sebab musabab konflik berdasarkan Mizan (timbangan) Allah dan Rasul. Muhammad Assad menyatakan perintah ini berimplikasi dibutuhkan lembaga independen (Mahkamah Konstitusi) sebagai mekanisme penyelesaian konflik antara pemimpin dengan rakyat.

Inilah pandangan yang adil. Tidak ada pemimpin yang steril dari kritik dan celaan. Bahkan Al Qur'an menyediakan mekanisme penyelesaian konflik melalui jalur hukum. Tidak ada pemaksaan, tafsir tunggal, dan kekerasan atas konflik yang terjadi antara pemimpin dengan rakyat.

Wallahu A'lam.


Baca juga :