[Sebuah Kisah Nyata] "Rupiah, Jokowi dan Gerutu si Bapak Tua"


"Rupiah, Jokowi dan Gerutu si Bapak Tua"

Oleh: Ichsan Emrald Alamsyah
Wartawan Republika

Rupiah anjlok. Bahkan sempat melewati deret angka call centre restoran cepat saji tersohor di Indonesia. Artinya nilai rupiah terhadap dolar sudah melewati angka 14045.

Kalau sudah begini, siapa yang paling bingung? Tentu semua orang menjadi bingung, mulai dari Presiden Joko Widodo hingga buruh pabrik. Jokowi tentu bingung karena ia nakhoda dari sebuah bangsa berpenduduk 270 juta jiwa. Sementara buruh pabrik bingung sekaligus khawatir karena kemungkinan kontrak mereka tak diperpanjang perusahaan.

Cuma kalau ditanya siapa yang paling kesal, ternyata penulis kenal baik orang yang paling kesal. Penulis menyebut beliau si bapak tua.

Dia menggerutu karena yakin kejatuhan dolar akibat pemerintah. Lebih tepatnya menaikkan harga BBM ketika ekonomi mulai melambat. Begitu harga minyak dunia jatuh, pemerintah malah tak jua menurunkan harga BBM.

Dia sebenarnya bukan siapa-siapa, hanya seorang pensiunan PNS. Loh kok bisa kesal, begitu mungkin pembaca bertanya-tanya.

Kesal, karena dia ternyata bekas pemilik mata uang dolar. Dikatakan bekas, karena ia menjual dolar-dolarnya setelah Jokowi menduduki kursi presiden tahun lalu.

Beliau ini penulis kenal benar sangat melek media. Setiap pagi dihabiskan si bapak tua mencoba surat kabar dan melihat berita di televisi.

Ternyata tahun lalu, beliau ini termakan isu dari media, atau analis yang dikutip media. Ketika itu disebutkan Jika Jokowi menjadi Presiden, rupiah bisa berada di level Rp 10 ribu hingga Rp 11 ribu. Ternyata malah sekarang rupiah menurun sampai di level terburuk semenjak 1998.

Weleh-weleh, ternyata itu yang menyebabkan beliau kesal terhadap presiden. Cuma kekesalan si bapak tua bermuara di satu kalimat. "Kenapa saya jual dolar ketika itu, bukan sekarang-sekarang,"

Sebenarnya bukan si bapak tua saja yang kesal terhadap presiden, namun pasti diluar sana ada ribuan mulut yang membicarakan prediksi di atas. Cuma penulis harus mengatakan ini, bahwa Jokowi tak pernah berjanji akan menjaga nilai rupiah.

Apalagi rupiah kali ini bagaikan jatuh dan tertimpa tangga. Loh tangganya darimana, tentu tangganya berasal dari penarikan besar-besaran investor portofolio asing.

Mereka, yang tak jelas asalnya dari mana sehingga sulit ditanya kecintaannya terhadap Indonesia, menarik dana tersebut selama beberapa waktu. Tentu pemerintah tak tinggal diam, khususnya Bank Indonesia.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo sebelumnya menyatakan BI menyiapkan dana hingga Rp 3 Triliun untuk membeli obligasi yang ditinggalkan asing. Tak hanya itu, Bank Indonesia sudah menyiapkan berbagai cara agar rupiah tak lagi menyentuh angka yang begitu rendah.

Lagipula, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan kondisi fundamental sudah semakin membaik. Ia membandingkan kondisi krisis yang menyerang Indonesia pada 1997 dimana jika bicara fundamental ekonomi, pada 1998 pertumbuhan ekonomi minus 13 persen bahkan sampai minus 17 persen, sedangkan saat ini tumbuh 4,7 persen.

Ia berharap ini terendah, dan apabila konsisten ia meyakini angka tersebut masih bisa meningkat. "Yang ingin kami sampaikan BI instrumennya terbatas. Tapi kurs akan kami jaga stabilitas pasar valas untuk yakinkan volatilitas kurs di batas yang sehat," lanjutnya.

Terakhir,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara mendadak memanggil sejumlah menteri ekonomi.  Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan banyak yang disampaikan presiden terutama perihal respons terhadap situasi ekonomi terkini di tanah air. Presiden, lanjutnya, meminta tim ekonomi menyiapkan paket kebijakan besar.

Di sisi lain tak lupa juga saya katakan, kondisi perlambatan ekonomi ini juga menimpa beberapa negara. Tak usah jauh-jauh tengok tetangga sebelah, Malaysia yang alami kejatuhan mata uang terburuk selama 17 tahun terakhir.

Cuma ya tetap, pemerintah harus mengakui bahwa Indonesia mengalami kejatuhan ekonomi. Begitu juga dengan mulai merebaknya PHK dan kemiskinan. Penulis yakin begitu pemerintah jujur dengan yang terjadi, masyarakat Indonesia pasti bisa menerima dan minimal bisa empati.

Tak lupa kita berdoa agar rupiah tak jatuh begitu jauh dari saat ini. Syukur-syukur bisa naik agar tak lagi membuat si bapak tua menggerutu. Ngomong-ngomong soal si bapak tua, beliau adalah ayah penulis sendiri.[]

Sumber: ROL


Baca juga :