"PKS Selepas Anis"
Oleh DR FIRMAN NOOR MA
Honorary Research Fellow, University of Exeter
Anis Matta adalah sosok unik dalam PKS. Sosok yang dalam hal gelar akademis biasa-biasa saja, namun memiliki peran yang tidak sedikit untuk partai yang mayoritas pengurusnya sarjana ini.
Sebagai figur pimpinan, Anis tampak tidak sepi dari penolakan maupun penerimaan. Bagi yang tidak menyukainya, Anis Matta adalah sebuah duri dalam daging yang menghadirkan kebingungan dan ketidakjelasan jati diri. Pandangannya yang terlalu maju, untuk sebuah gerakan yang percaya pada mihwar (tahapan), memaksa sebagian kader untuk memahaminya secara tertatih-tatih, dan meninggalkannya yang akhirnya menyerah dalam marah.
Anis bagi mereka tak lain adalah ikon kepasrahan atas pragmatisme politik dan duniawi. Sementara bagi yang bersimpati melihatnya sebagai seorang sosok yang inspiratif. Gaya bicaranya yang retorik, berisikan logika politik modern dan sikap yang tidak ”distingtif pendakwah” memberi warna tersendiri. Hasil paksa diri untuk mau belajar dan bersikap inklusif itu membuka wawasan banyak kader.
Bermodalkan kemampuan retorisnya pula, dia mampu meyakinkan komunitas kader senior di level pembuat keputusan partai (AHWA) untuk dapat memahami apa yang dia maksudkan. Tidak itu saja, dia juga mampu memberikan kepercayaan diri bagi para kader, terutama mereka yang paham akan makna kontekstualisasi perjuangan dalam politik.
Lepas dari itu, meski bukanlah bagian dari generasi pertama gerakan tarbiyah, Anis telah turut meletakkan fondasi arah pergerakan partai dakwah ini. Terutama untuk lebih cepat melakukan penyesuaian demi penyesuaian dalam rimba raya politik yang jauh lebih ganas dari sekadar urusan menasihati orang menuju jalan yang di ridai Tuhan.
Cekatan dalam menangkap kesempatan dan beradaptasi, meski tidak sepenuhnya berakhir gemilang, adalah salah satu dari sekian karakternya. Karya Anis yang akan tebal tercatat dalam sejarah PKS adalah saat memimpin partai selamat dari turbulensi hebat menjelang Pemilu 2014. Di bawah alur strategi dan intuisinya, PKS tidak jadi menghilang dari peredaran politik nasional, sebagaimana yang diprediksi berbagai survei pascakasus LHI. Suara partai ini bertambah meski jumlah kursi lumayan menyusut.
Dengan posisinya yang baru saat ini, untuk pertama kalinya tidak dalam lingkar Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP), praktis Anis bukanlah lagi orang yang mampu pegang peranan dengan cukup leluasa. Posisinya yang akan berurusan dengan masalah luar negeri akan membuatnya akan disibukkan pada ihwal yang lebih terbatas meski tidak berarti remeh.
Namun, apakah hal ini akan menyebabkan sebuah perubahan besar bagi PKS? Secara umum perubahan yang mendasar tidak akan banyak terjadi. PKS akan tetap mewujud sebagai sebuah partai Islam yang terbuka, moderat, sekaligus rigid dalam beberapa hal dengan orientasi dakwah dan pengaderan. Ada beberapa hal yang menyebabkan perubahan drastis akan sulit terjadi.
Pertama, eksistensi ideologi yang cukup kokoh tertanam, terutama pada kader-kader di level elite yang saat ini memainkan peran menentukan. Sejauh ini kader-kader PKS masih satu keyakinan hingga dapat dipastikan bahwa posisi dan sikap partai tidak akan banyak bergeser.
Perubahan drastis hanya akan muncul jika ada virus kepentingan pragmatis atau pertentangan ideologis yang akut di antara sesama kader. Hal ini menunjukkan pula bahwa apa yang dilakukan oleh Anis selama ini sejatinya masih dalam koridor ideologi yang dianut oleh PKS. Kedua, keberadaan dan peran- peran tokoh-tokoh yang dihormati.
Masih eksisnya para senior yang terutama adalah KH Hilmi Aminuddin jelas mampu meredam langkahlangkah drastis yang dapat melumpuhkan soliditas dan akselerasi pergerakan partai. Dalam prosesi pemilihan Ketua Majelis Syura misalnya ada kekuatan karisma generasi awal (dan kepercayaan generasi berikutnya) itulah yang menyebabkan keputusan musyawarah terbatas antara Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al-Jufri, dan HNW diterima dengan mulus.
Ketiga, budaya untuk mencari titik temu dan kebersamaan. Tempaan pengaderan menyebabkan ada semangat persaudaraan yang mudah terpicu manakala dibutuhkan. Tradisi mencari titik temu ini tidak menghilang, bahkan saat ini menurut beberapa tokoh partai menjadi lebih baik. Musyawarah pun tetap berjalan secara normal, MS tahun ini adalah produk terakhirnya.
Dalam atmosfer ini partai akan tetap menjadi saluran kepentingan bersama. Karena cenderung mengarah pada upaya mencari titik temu, berbagai perubahan akan terjadi secara gradual dan penuh pertimbangan. Keempat, ada saringan historis yang menyebabkan mereka yang tetap berada dalam PKS saat ini relatif memiliki kesamaan pandangan.
Mereka yang telah merasa berbeda kebanyakan telah berada di luar pagar partai. Komunitas yang ada dalam PKS mewakili satu pandangan besar meski di sana-sini tetap ada perbedaan. Dalam makna satu kesatuan besar yang terpurifikasi inilah perubahan- perubahan drastis tidak mudah mewujud. ***
Dengan demikian, kalau toh ada perubahan, sifatnya akan aksentuasi saja. Ini akan terkait erat dengan karakter orangorang yang ada dalam DPTP. Baik Ketua MS maupun Presiden PKS yang tampak lebih kalem lebih dekat dengan gaya kepemimpinan yang disebut Herbert Feith sebagai administrator ketimbang solidarity maker.
Banyak yang melihat ”pasangan” ini cocok dengan kebutuhan pascaturbulensi. Fokus kerja bisa jadi diarahkan pada soal-soal seperti regenerasi kepengurusan, pembagian tugas elite untuk pemantapan kembali akar rumput, dan hubungan lobi eksternal yang lebih kuat, ataupun pemeliharaan kemandirian partai atas usahausaha kolektif yang independen.
Perubahan yang juga mungkin terjadi sebagai efek dari post -Anis yakni kembalinya mereka yang selama ini menahan diri dan menjaga jarak ke pangkuan partai. PKS saat ini mungkin akan tampak menarik (lagi) bagi mereka karena terbebas dari bayang-bayang Anis. Hal yang mungkin juga akan bergeser adalah justru pandangan masyarakat terhadap partai ini sendiri.
Sosok Presiden Partai baru yang tidak kontroversi dalam makna sesuai dengan ”standar persepsi dan kehendak” publik tampaknya cenderung akan membawa persepsi yang lebih positif terhadap partai ini. Lepas dari itu, berakhirnya era kepemimpinan Anis, yang bahkan cukup mengejutkan bagi beberapa kader, menunjukkan bahwa pengultusan adalah sesuatu yang dihindari dari partai ini. PKS (sekali lagi) telah membuktikan didahulukannya sistem.
Sekaligus membuktikan bahwa kekuatan Anis Matta dalam partai ini tidaklah tak terbatas, sebagaimana yang dibayangkan orang, yang berpadu dengan kebesaran jiwanya untuk bersedia undur diri sembari menyatakan bahwa dirinya tak lain adalah prajurit yang siap ditempatkan di mana pun untuk kebesaran partai.
*Opini KORAN SINDO (15/8/2015)
source: http://nasional.sindonews.com/read/1033305/18/pks-selepas-anis-1439607086