Pasal Penghinaan Presiden, Fahri: Kalau Tidak Mau Dikritik Mundur Saja!


Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai munculnya draft pasal penghinaan kepada presiden dalam revisi UU KUHP merupakan sebagai sesuatu yang mengada-ada.

Menurutnya, pasal tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dia meminta Menkumham Yasonna Laoly membaca pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh MK. Pasal yang sudah dibatalkan, sambungnya, tak bisa diajukan lagi dalam bentuk RUU.

“Serangan dan kritikan kepada pejabat itu biarkan saja, agar pejabat lebih baik dan bisa mengoreksi diri. Kalau tidak mau dikritik jangan mau menjadi pejabat negara. Mundur saja,” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (4/8/2015), dilansir Kabar24.

Fahri menegaskan presiden bukan simbol negara karena yang menjadi simbol negara adalah bendera, lambang negara, lagu kebangsaan dan sebagainya.

Secara terpisah, Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin mengatakan pasal‎ Penghinaan Presiden tidak bisa dihidupkan kembali karena telah dibatalkan MK.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengungkap sejarah kelam kelahiran pasal penghinaan presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurutnya, pasal tersebut semula bertujuan untuk melindungi Ratu Belanda dari hinaan pribumi saat masa penjajahan Belanda di tanah air puluhan tahun lalu.

"Tapi setelah kita merdeka, dianggap (pasal penghinaan) bisa berlaku untuk presiden. Saya sendiri tidak sependapat dengan hal itu," kata Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/8).


Baca juga :