Menolak Propaganda Prof Rhenald Kasali


Oleh Yons Achmad*

Saya pertamakali menatap muka Prof Rhenald Kasali dalam bedah buku di arena pesta buku Istora Senayan Jakarta sekira setahun lalu. Bedah buku tentang kesaksian mahasiswanya di kelas Ekonomi Internasional UI yang “dipaksa“ buat paspor dan diharuskan jalan-jalan ke luar negeri sendiri. Menarik. “Anda jangan mau kalah sama TKI” begitu provokasinya. Dan saya seratus persen setuju pada provokasinya itu. Benar, anak muda memang harus begitu. Berpetualang agar menemukan pengalaman-pengalaman baru. Tentang ajaran demikian barangkali bisa dibaca lewat karya bukunya yang berjudul “Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger”.

Kedua kali bertemu, saya menjadi penyimak ketika beliau menjadi narasumber di diskusi Forum Muda Indonesia, Bentara Budaya Kompas, Jakarta. Kalau tidak salah, saat itu sedang hangat-hangatnya isu presiden RI paska SBY alias pada akhirnya Jokowi yang terpilih menggantikannya. Saya menyimak dengan seksama. Dan akhirnya tahu, rupanya beliau sepertinya pendukung setia kebijakan Jokowi. Yang saya tahu pendukung kenaikan BBM. Alasannya, pengalihan subsidi BBM baik untuk pembangunan sekolah, infrastruktur dll. Ketika beliau mendukung kenaikan harga BBM, saya mulai kurang respek dengan ekonom semacam ini.

Selanjutnya, Senin pagi, 31 Agustus 2015, saya membaca artikelnya di Kompas yang berjudul “Orang yang Suka Menakut-nakuti” beliau bercerita tentang masa kecil dimana sering ditakuti teman-temannya dengan setan, atau ketika remaja misalnya ketika naik gunung ditakut-takuti akan tersesat, berbahaya, kelaparan dll. Pada akhirnya, beliau berkesimpulan bahwa semuanya itu tak semenakutkan yang dikatakan orang. Sampai sini saya juga setuju. Tapi ketika pelan-pelan saya lanjutkan artikelnya, kok agak mencurigakan.

Beliau mengkritik orang, terutama di sosial media yang juga menakut-nakuti tentang krisis ekonomi yang sedang melanda kita (Indonesia) terutama saat dollar naik. Menurutnya tidak mungkin ada PHK hanya karena dollar naik seribu dua ribu, pengusaha tahu PHK butuh proses dan makan waktu berbulan-bulan. Mana mungkin begitu dollar melambung pengusaha langsung PHK minggu depannya. Begitu intinya. Sebuah propaganda yang tentu ingin mengatakan bahwa ekonomi kita baik-baik saja. Tidak perlu menakut-nakuti masyarakat. Begitu kesimpulan saya.

Saya kira, propaganda demikian harus ditolak. Dulu pemerintah juga berjanji akan mengalokasikan dana subsisi BBM untuk pendidikan, sekolah, pembangunan infrastruktur dan janji-janji manis lainnya. Tapi kita lihat hasilnya sekarang, adakah janji-janji manis itu terlaksana?

Begitu juga sekarang, propaganda yang mengatakan dollar naik biasa saja, rakyat tidak terpengaruh. Oh sebuah propaganda halus. Lagi-lagi, sebagai masyarakat awam yang barangkali tidak mengerti teori-teori ekonomi yang canggih, tetap saja saya menolak anggapan demikian. PHK buruh garmen nyata adanya karena pengusaha tidak mampu membeli bahan-bahan impor, begitu juga harga-harga semisal berbahan kedelai juga mahal karena impor. Ketika fakta demikian dikatakan biasa saja, barangkali yang mengatakan demikian pemerintahan yang sakit. Juga ekonom yang tak peduli terhadap kondisi masyarakat bawah.

Tapi apa boleh buat, terkadang pendukung Jokowi memang sering kehilangan akal sehat dan sering membabi buta dalam mendukung apapun kebijakan “Nabinya”. Apa boleh buat, dalam satu hal saya setuju ide Prof Kasali. Tapi dalam soal kenaikan BBM dan propaganda kasus dolar naik itu saya tak setuju.

Sebagai orang yang rutin mengamati arus informasi media, saya perlu katakan kita harus mewaspadai propaganda semacam ini, alih-alih sebuah pencerahan, hasilnya bisa menyesatkan. Dan secara tegas saya katakan, optimis dalam menyikapi setiap kondisi, bahkan krisis sekalipun memang sudah seharusnya. Tapi tanpa diajari, saya kira masyarakat juga sudah tahu. Masyarakat sudah tahan banting dengan segala kekacauaan yang diakibatkan kebijakan pemerintahan yang tidak becus mengurus negara. Tapi terus menerus menginjak rakyat, lama-lama juga mereka akan melawan.

Untuk itu, soal ide-ide propaganda beliau soal kenaikan BBM beberapa waktu lalu dan hari ini soal ekonomi Indonesia yang katanya baik-baik saja, apa boleh buat, harus kita tolak. Indonesia sedang krisis, dan pemerintah harus segera mengatasinya. Begitu seharusnya. Bukan malah menjilat penguasa dengan mengatakan kalau semua ini baik-baik saja.

*Yons Achmad. Penulis adalah Pemerhati media dan CEO Kanet Indonesia

Sumber: kanetindonesia.com


Baca juga :