Komnas HAM mengirim tim ke Papua untuk melihat Tolikara lebih dekat dan mencari apakah ada dugaan pelanggaran HAM di sana atau tidak. Hasilnya, menurut Komnas HAM menemukan ada empat poin dugaan pelanggaran yang terjadi.
"Kita sudah melakukan paripurna, hasil temuan umumnya kita sampaikan di paripurna tersebut. Paripurna menyetujui bahwa ada 4 dugaan pelanggaran HAM di sana," kata Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution, di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhari, Jakarta Pusat, Kamis (6/8/2015), seperti dilansir detik.com.
Dugaan pelanggaran HAM pertama yaitu terkait intoleransi. Hal ini terkait dengan beredarnya surat larangan pelaksanaan solat Idul Fitri bagi masyarakat muslim di Tolikara.
"Ada orang beribadah dibubarkan pada rakaat pertama, padahal rangkaian ibadah belum selesai, kita sebut ini intoleransi," ujar Maneger.
Dugaan pelanggaran HAM kedua yaitu tidak adanya hak terhadap rasa aman. Banyak pengungsi terutama ibu-ibu dan anak-anak yang merasa ketakutan.
"Ketiga yaitu hak hidup dan keadilan. Faktanya kita lihat ada 12 orang tertembak dan 1 di antaranya meninggal dunia," tutur Maneger.
Meneger menjelaskan, poin dugaan pelanggaran yang keempat terkait dugaan pembakaran yang dilakukan terhadap kios-kios dan rumah penduduk. Hingga saat ini masih diperdebatkan apakah kebakaran atau pembakaran. "Kita sebut saja pembakaran yang menyebabkan terbakarnya rumah ibadah, kios, rumah penduduk termasuk di antaranya rumah ustad," jelasnya.
***
4 point pelanggaran HAM yang disebut Komnas HAM menimbulkan bias. Pelaku kerusuhan yang kemudian oleh aparat dicegah dan dihalau disebut sebagai korban pelanggaran HAM.
Coba bayangkan, apa yang terjadi jika aparat kepolisian tidak melakukan perlindungan terhadap jamaah sholat Idul Fitri yang diserbu sekitar 500-an massa GIDI?
Eks Kapolres Tolikara, AKBP Suroso, yang dicopot dari jabatannya pasca Tragedi Tolikara menuturkan kronologisnya:
Saat massa dari jemaat Gereja Injili (GIDI) menyerbu umat Islam yang sedang sholat Ied, polisi dibawah pimpinan Kapolres AKBP Suroso melakukan perlindungan terhadap jamaah umat Islam yang sedang sholat Id dan untuk menghentikan aksi massa GIDI dengan melakukan tembakan peringatan ke udara.
“Penembakan pertama itu adalah peringatan karena jamaah shalat Idul Fitri itu dilempari batu oleh massa pemuda gereja GIDI yang merupakan peserta acara seminar Internasional,” kata AKBP Suroso saat dikonfirmasi oleh wartawan di Kantor Polres Tolikara, Sabtu (25/7).
Dikatakan AKBP Suroso, sebenarnya massa GIDI telah tenang dan berhenti usai polisi mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, tak lama berselang, massa kembali datang dengan jumlah yang lebih besar, yakni 500 orang. Mereka datang dari tiga arah, yaitu titik Giling Batu, BPD dan belakang Masjid Baitul Muttaqin.
Kapolres Tolkara, AKBP Suroso, SH mengungkapkan saat negoisasi dengan massa pemuda dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI)—yang merupakan para peserta Seminar Internasional (KKR) —pada Jum’at (17/7/2015) dirinya disuruh melepaskan songkok yang dipakainya.
“Saya disuruh untuk melepas songkok. Dan saya juga dipukul sekali di dada,” kata AKBP Suroso, SH kepada wartawan di Kantor Polres Tolikara, Sabtu (25/07/2015).
(Baca: Kapolres Tolikara Yang "Bela" Muslim Papua Kenapa Dicopot?)
Kalau saja aparat dibawah komando AKBP Suroso tak halau para perusuh, maka bisa jadi korban nyawa dari pihak Umat Islam yang sedang sholat Idul Fitri akan banyak berguguran.