Kekhawatiran krisis ekonomi berubah menjadi krisis sosial mulai terasa. Sejumlah kalangan menilai akibat lambatnya respon pemerintah mengatasi krisis ekonomi menjadi salah satu pemicunya. Selebihnya adalah kekecewaan rakyat.
Memang tergolong aneh. Pemerintah seakan kurang perduli dengan krisis ekonomi. Hampir sebagaian besar pejabat, bahkan Presiden selalu berapologi bahwa kondisi ekonomi masih kuat dan tidak krisis.
Percaya diri tidak salah. Namun, mengingkari kenyataan bahwa prekonomian dalam tekanan juga terlalu menggampangkan persoalan. Apalagi jika tanpa aksi dan tindakan yang nyata untuk menghadapi berbagai problema ekonomi.
Sebab, diakui atau tidak, rakyat sudah semakin merasa terhimpit akibat krisis yang seakan dibiarkan berkepanjangan. Harga bahan kebutuhan pokok yang tidak berangsung turun. Bahkan beberapa diantara langka dipasaran.
Tekanan dan himpitan yang dirasakan rakyat adalah bukti hilangnya peran negara. Barangkali inilah yang memicu terbangunya psikologi sosial berupa kemarahan rakyat. Pemerintah tidak sensitif dengan penderitaan rakyat.
Kita mengingatkan agar penguasa segera menyadari. Tidak lagi berapologi atau beretorika. Sebab yang dibutuhkan adalah tindakan dan aksi nyata meringankan beban rakyat dari himpitan ekonomi. Jangan menunggu kemarahan rakyat!
Ariady Achmad
Kolumnis Teropong Senayan
Sumber: http://www.teropongsenayan.com/16200-jangan-menunggu-rakyat-marah
*Foto: Aksi demonstrasi mahasiswa menentang kebijakan Presiden RI Joko Widodo, di Bundaran Digulis Untan, Pontianak, Kalimantan Barat. (Tribunnews)