Istanbul Pride for LGBT's freedom
Shocking?? Ya, pasti mengejutkan. Karena perayaan LGBT ini dilaksanakan di Turki, negara yang dikuasai saat ini oleh Partai AKP (Saudara PKS di Indonesia). Turki memang negara sekuler warisan Ataturk, tapi kini dipimpin partai islamis AKP yang perlahan merubah sekulerisme Turki.
Tapi, acara yang diadakan pada 29 Juni 2015 tersebut disponsori oleh oposisi utamanya, yaitu partai CHP, dengan hadirnya pimpinan senior CHP, Mahmut Tanal sebagai bagian dari pagar betis perayaan, sudah pernah dilakukan pada 2013. dan semuanya dibubarkan paksa oleh Pemerintah Setempat (Gubernur Istanbul). Pada publikasi acara, sengaja dihadirkan para wanita berhijab, sebagai bagian dari kampanye akan diversitas budaya di Turki.
Sudah sejak 2013, dengan motif politik, sebagai bagian dari upaya pengumpulan dukungan jelang pemilu 2015, partai CHP bergerak mengusung kesetaraan gender dan toleransi (yang kebablsan tentunya). Buat Turki, kerusakan moral seperti ini adalah budaya yang tercipta sejak sekuleritas digaungkan oleh yang katanya Bapak Revolusi Turki, Kemal Attaturk (la'natullah 'alaih) tahun 1923 (92 tahun yang lalu)
Sejak Turki dikuasai oleh AKP tahun 2002 (13 tahun yang lalu), perlahan AKP memulai revolusi total masyarakatnya. Tentu saja akan menghadapi serangan frontal dari berbagai sektor masyarakat yang sudah menikmati kebebasan hampir tanpa batas ala Barat selama puluhan tahun. Serangan ini termasuk oleh kaum LGBT yang menuntut kebebasan yang sudah mereka nikmati semasa rezim sekuler, dikembalikan kembali.
Perjuangan LGBT di Turki digerakkan oleh lebih dari 40 LSM dan komunitas LGBT di Turki, di antaranya yang terbesar adalah:
ANKA Ankara LGBT Group, Antalya Pink Caretta LGBTQ (para pelaku LGBT dari Universitas Akdeniz), Bilgi University LGBT Rainbow Club (Klub LGBT Universitas Bilgi), Bear Dictionary (sarana kampanye tulisan kaum LGBT di Turki), Istanbul LGBTT Solidarity Association, LISTAG Families of LGBTs in Istanbul (Sukarelawan pendampingan keluarga LGBT), T-DER (LSM yang membantu proses Transgender a.k.a. ganti kelamin) dan masih banyak lainnya.
Semua LSM dan komunitas tersebut yang semula bergerak di permukaan, sejak 2011 menjadi gerakan underground, dan mendapat kucuran dana dari kompatriotnya dari Kanada, Amerika Serikat, Israel dan negara lainnya yang sudah lebih berkembang komunitas LGBT nya.
Berkaca pada hal tersebut, di Indonesia, di mana LGBT masih merupakan hal yang tabu dan bergerak underground, masyarakat dan Pemerintah harus bahu-membahu untuk tidak membiarkan mereka bergerak di permukaan. Karena jika sampai diberi celah, maka yang terjadi adalah kerusakan di mana-mana, dan akan menjadi sulit membendungnya di kemudian hari. Indonesia belum pernah (dan jangan sampai pernah) hidup dalam iklim sekuler secara resmi, sebagaimana halnya Turki.
Turki adalah mantan negara sekuler yang selama 13 tahun ini sedang berusaha diluruskan, dan Indonesia negara yang alhamdulillah bisa dikatakan lurus, tetapi sedang ada agenda besar untuk mensekulerisasikan.
Perlu adanya kekompakan dari masyarakat dan Pemerintah untuk menjaga kondisi tersebut. Tetapi sayangnya, forum dan komunitas yang bergerak untuk itu masihlah sedikit, tidak sebanding dengan forum LGBT yang aktif dan pasif (sekedar mencari pasangan kencan) yang sudah menjamur di Indonesia.
Please, kita harus kuat dan saling menguatkan. Semua masyarakat Indonesia baik itu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain harus bersama mengatasi ini. Allah kita, tidak menciptakan mereka dalam kondisi gay dan lesbi. Jenis kelamin mereka jelas sejak lahirnya, kecuali kasus kelamin ganda yang sangat jarang terjadi. Proses transgender terjadi hanya karena mereka dididik dengan cara atau suasana lingkungan yang berlawanan dengan jenis kelamin mereka (anak laki-laki dibelikan boneka, anak perempuan dididik keras layaknya laki-laki). Sebagian mereka juga terjerumus karena kekerasan seksual yang mereka alami di masa silam. Kita harus dampingi kesembuhan mereka, bukan kita memberikan mereka kebebasan berekspresi dengan jalan yang salah tersebut.
(Deny Rahmad Sikumbang)