Senin (10/6/2015), delapan rumah milik komunitas Salafi di Desa Teratak, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, dirusak oleh sekelompok orang.
Haji Ihsan, seorang warga setempat, mengatakan bahwa pengrusakan terjadi sekitar pukul 9 malam.
“Saat itu kami baru pulang dari tabligh akbar di Mataram. Setelah makan dan rehat, tiba-tiba lampu padam kemudian muncul suara gaduh dari massa. Lalu gerombolan tersebut menyerang dan melempari rumah warga dengan batu,” katanya
Ihsan menambahkan, tidak ada korban luka dari peristiwa tersebut. Namun ada seorang warga yang mengaku dikepung dan dipukuli oleh para perusak.
Masih berdasarkan keterangan Haji Ihsan, kejadian ini disebabkan oleh rasa tidak suka para penyerang kepada warga yang enggan ikut acara Tahlilan, Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan yang semisal.
“Ini merupakan penyerangan yang kedua dan dampaknya lebih parah. Penyebabnya karena kami enggan mengikuti acara Tahlilan, Maulid Nabi, Nuzul Qur’an dan yang semisal. Padahal pada acara-acara kemasyarakatan yang lain kami aktif berpartisipasi,” ungkap Ihsan.
Ditanya mengenai tindakan aparat keamanan atas kejahatan tersebut, Ihsan menjawab bahwa polisi bergerak lambat dan terkesan enggan membela hak warga, yang rumahnya dirusak.
“Kami sudah coba mengadukan kasus ini ke Polres Lombok Tengah. Kemarin saat coba lapor, tidak ada petugas reskrim yang mau menerima kami. Mereka minta kami menunggu Kasat Reskrim, yang sedang rapat. Namun sampai sore beliau tidak kunjung datang, akhirnya kami diminta untuk datang lagi 2-3 hari kemudian,” jelas Ihsan.
Menanggapi kejadian ini, Ustadz Sufyan bin Zein, tokoh masyarakat Lombok, mengatakan bahwa kejahatan yang dilakukan para pelaku menandakan bahwa mereka adalah orang yang tidak mengenal Islam.
“Islam adalah agama rahmatan lil alamin, rahmat bagi semua orang. Diantara imam-imam umat Islam juga ada perbedaan pendapat, namun tetap berlapang dada tidak ada saling benci. Tapi di sini, berbeda pendapat lalu merusak rumah dan harta. Ini jelas merupakan perkara yang diharamkan dalam Islam. Seharusnya masalah perbedaan pendapat diselesaikan dengan diskusi bukan kekerasan,” kata beliau menjelaskan.
Ditekan dan Dintimidasi
Komunitas Salafi di Lombok Tengah bejumlah ratusan kepala keluarga. Mereka sering mendapat ancaman dan intimidasi dari masyarakat dan pemerintah. Sebabnya karena enggan mengikuti beberapa kebiasaan warga di sana, yang sejak dulu merupakan perkara yang diperselisihkan oleh para ulama.
Menurut Haji Ihsan, intimidasi dan kekerasan fisik sering dialami komunitas Salafi di NTB. Namun pengikut dakwah Ahlu Sunnah di Lombok Tengah tidak sebanyak di Lombok Timur dan Mataram, sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk membela diri
“Pernah ada dialog yang difasilitasi tokoh masyarakat setempat. Saat itu hadir Camat, Kades dan Kapolsek. Namun pendapat kami tidak didengar. Bila ingin buka suara, langsung ditekan,” papar Ihsan.
Tidak dibela bahkan mendapat ancaman pengusiran dari pemimpin setempat, itulah yang dialami komunitas Salafi di Lombok Tengah.
Ahlu Sunnah dipaksa menandatangani perjanjian, kata Haji Ihsan, yang berisi paksaan untuk mengikuti kebiasaan warga setempat. Kesepakatan dibuat sepihak tanpa mengajak komunitas salafi berunding. Bila tidak bersedia akan diusir dari kampung
Rep: Rahmat Ariza Putra
Sumber: Gemaislam.com