Petisi Kaum Intelektual Desak Dunia Internasional Akhiri Dukungan Atas Rezim As-Sisi


Sekitar 50 intelektual, aktivis dan kelompok advokasi mendesak masyarakat internasional untuk menarik dukungan bagi pemerintah yang didukung militer Mesir di tengah tindakan keras yang sedang berlangsung pada penentang rezim.

Petisi pada hari Jumat (29/5) menyerukan organisasi-organisasi internasional seperti PBB dan Uni Eropa serta negara-negara seperti AS untuk membela hak asasi manusia di Mesir. Petisi ini 10 hari setelah pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman presiden pertama negara itu yang dipilih secara bebas Mohamed Morsi mati.

"Dengan diam atau melalui persetujuan diam-diam atas pemerintah Mesir melalui pengakuan diplomatik dan bantuan asing, masyarakat internasional memfasilitasi berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh rezim," bunyi dokumen petisi ini.

"Komitmen masyarakat internasional untuk penegakan hukum dan ketaatan HAM dipertanyakan oleh bangsa-bangsa Timur Tengah dan dilihat sebagai standar ganda," katanya.

Sebagaimana diberitakan, pada 16 Mei pengadilan Kairo menjatuhkan hukuman mati Morsi dan lebih dari 100 lainnya atas tuduhan spionase..

Morsi digulingkan oleh kudeta yang dipimpin oleh Presiden saat ini Abdel Fattah Sisi pada Juli 2013.

Sejak itu, pemerintah yang didukung militer telah melancarkan tindakan keras terhadap pendukung Morsi, mereka dijatuhi hukuman penjara jangka panjang atau hukuman mati.

Suasana penindasan di negara ini membantu gerakan ekstremis yang sama mendapatkan pijakan di wilayah tersebut, menurut permohonan.

"Kami akan mendorong Anda untuk mempertimbangkan konsekuensi dari dukungan ini untuk rezim el-Sisi dan konsekuensi bagi warga Mesir," tambahnya.

Penandatangan petisi ini termasuk ilmuwan politik ternama Norman Finkelstein, mantan presiden Tunisia dan aktivis hak asasi manusia Moncef Marzouki, pakar hukum pidana internasional Toby Cadman dan Wakil Ketua Partai AKP Turki Dr. Yasin Aktay, serta kelompok-kelompok advokasi seperti Egyptian Americans for Democracy and Human Rights.

Sumber: Kantor Berita Turki Anadolu Agency


Baca juga :