Penyalahgunaan istilah ‘Islam Rahmatan lil Alamin’ untungkan Non Muslim, musibah bagi Muslim


Dalam isu-isu pemikiran, perang istilah (harbu mustholahat) merupakan bagian dari upaya pembaratan (westernisasi) Islam.

Banyak istilah-istilah Islam saat ini diplintir maknanya untuk membuat keragu-raguan kepada umat Islam terhadap ajaran agamanya.

Demikian dikatakan oleh Fahmi Salim, Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) wilayah DKI Jakarta, pada ceramah ‘Ngaji Subuh’ di Masjid Jogokarian, Yogyakarta belum lama ini.

“Umat Islam sekarang menghadapi perang istilah. Perang ini merupakan bagian dari ghazwul fikri (perang pemikiran). Dimulai dari tasykiik (peragu-raguan) hingga menjadi taghriib (pembaratan),” jelas kiai muda alumnus Al-Azhar Kairo ini.

Di depan jama’ah shalat Subuh Masjid Jogokariyan, Fahmi menjelaskan salah satu contoh istilah yang kini banyak diplintir orang. Yaitu istilah “Islam Rahmatan lil ‘Alamin”.

“Istilah Islam Rahmatan lil Alamin maknanya jadi dikelirukan. Maknamya berobh menjadi ‘moderat’ versi kaum sekular. Yaitu Islam yang toleran terhadap apa saja, termasuk toleran atau membolehkan maksiat atau hal-hal yang diharamkan,” ujarnya.

Istilah ini digunakan a’daul Islam (musuh-musuh Islam) dengan cara menginjeksi istilah-istilah dalam Al-Quran kedalam pengertian yang moderat dan sekuler.

Tujuan pembelokan istilah itu menurut Fahmi Salim adalah supaya kaum Muslim menjadi ‘abu-abu’ tidak jelas keyakinannya. Atau bahkan menjadi benalu bagi Islam yang hanif. Termasuk agar kaum Muslim lebih ramah terhadap maksiat dan aliran sesat, serta berdamai dengan konsep-konsep Barat.

Keterangan Fahmi Salim dipertegas lagi oleh Bachtiar Nasir. Menurut Sekjen MIUMI Pusat ini, istilah Rahmatan lil ‘Alamin dengan makna versi sekular ini merupakan bentuk invasi pemikiran yang sudah merasuk ke tubuh umat Islam.

“Saya ingat, Ustadz Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, pernah mengatakan distorsi makna Islam Rahmatan lil Alamin ini. Kini artinya menjadi Rahmatan lil Kafirin wa Musibatan lil Muslimin (cinta kepada orang kafir dan musibah bagi kaum Muslimin-red),” terang dai kondang ini.

Menurutnya, semua ini adalah ghazwul fikri (perang pemikiran). Termasuk ketika istilah jihad dimasukkan sebagai terorisme dan radikalisme.

Distorsi istilah-istilah penting dalam Islam menurutnya adalah tantangan terberat kita saat ini di bidang informasi. Umat Islam menjadi objek isu-isu pengeliruan.

“Dalam diri kita umat Islam sedang ada masalah pemikiran. Ada logika-logika munafik yang merasuk ke dalam pemikiran. Jangan ikuti logika hawa nafsu, ikuti logika wahyu,” tegasnya.

‘Ngaji Subuh’ di Masjid Jogokariyan ini juga diisi oleh Dr Hamid Fahmy Zarkasyi, putra pendiri Pondok Pesantren Darusallam Gontor Ponorogo.

Dalam paparannya, ia menasihati jamaah agar berusaha menjadi Muslim sekaligus mukmin dan menampilkan Islam yang baik kepada masyarakat.

“Shalat itu bukan sekedar ritual, namun bagaimana shalat itu bisa mempengaruhi perilaku kita. Apakah kita makin kenal Allah setelah tiap hari shalat,” terangnya.

Hamid memberi keterangan lebih praktis bagaimana menampilkan Islam Rahmatan lil Alamin yang benar.

“Bahwa ruku Islam itu berbau sosial sekaligus tauhid. Shalat itu memuji kepada Allah. Dan itu merupakan cinta. Barangsiapa cinta Allah maka dia cinta manusia”

Dalam masa sekarang ini, kata Hamid, wajah Islam yang damai itu sengaja dibuat oleh orientalis Barat wacana bahwa wajah Islam itu serem.

“Agama kita diubah-ubah wajahnya oleh orientalis menjadi seakan-akan seram. Islam itu agam damai dan cinta. Zakat dan lain-lain adalah ibadah sosial. Artinya Islam agama yang bermasyarakat. Beda dengan Barat, coba berapa orang yang mereka bunuh karena perang”, pungkasnya. (hidayatullah.com)

Baca juga :