Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengaku masih menimbang opsi menampung pengungsi Rohingya asal Bangladesh dan Myanmar di salah satu pulau.
"Semua opsi (sedang dipertimbangkan), lagi dihitung-hitung apa yang cocok demi kemanusiaan," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (19/5).
JK mengatakan saat ini pemerintah sedang mengutak-atik opsi yang bisa mengutamakan kemanusiaan dan juga apa yang bisa dilakukan oleh Indonesia untuk membantu perdamaian dalan konflik tersebut.
Usul menampung pengungsi Rohingnya di pulai disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Menurut Din, yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dari 17 ribu pulau yang ada di Indonesia baru setengah saja yang dihuni. Jika diberi satu pulau saja untuk didiami pengungsi Rohingya, menurut dia, sudah sudah cukup.
"Ini pilihan yang baik, saya termasuk orang yang setuju. Tapi tidak perlu pakai petisi, sampaikan saja kepada Presiden dengan baik," kata Din di Pekanbaru, Senin (18/5).
Untuk diketahui, Lebih dari seribu pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh terdampar di tiga kabupaten di Aceh pada pekan lalu.
Kepala Kepolisian Resor Langsa, AKBP Sunarya menyatakan hingga saat ini di daerah Langsa terdapat 676 pengungsi yang ditampung di Pelabuhan Kuala Langsa, Aceh, setelah ditemukan terombang-ambing di perairan Indonesia oleh nelayan setempat.
Sunarya menyatakan para pengungsi Rohingya yang mayoritas muslim tersebut mendapat bantuan dari kantor imigrasi, Organisasi Migrasi Internasional (IOM), Badan Pengungsian PBB (UNHCR) dan masyarakat setempat.
Tiga negara Asia Tenggara akan melangsungkan pertemuan pada Rabu (20/5) untuk membahas persoalan arus imigran pencari suaka dari Rohingya, Myanmar, dan Bangladesh.
Sebelumnya, ribuan ‘manusia perahu’ tiba di pantai Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Di Aceh, sekitar 1.300 imigran Rohingya tersebar di tiga kabupaten; Kuala Langsa, Lhokseumawe dan Aceh Tamiang dan kini tinggal di berbagai tempat penampungan darurat seperti GOR dan tempat pelelangan ikan.
Sementara itu, diperkirakan sekitar 5.000 lainnya masih terkatung-katung di lautan, di atas perahu reyot, terancam kelaparan dan terserang penyakit.
Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pertemuan menteri luar negeri Indonesia dan Malaysia yang seharusnya dijadwalkan pada Senin kemarin ditunda agar menteri luar negeri Thailand ikut serta.
Fokus pembicaraan akan berkisar soal bagaimana ketiga negara mengatasi arus imigran yang diselundupkan ke wilayah mereka.
“Malaysia akan terus mencari solusi terkait isu ini, upaya bersama dan terkoordinasi di antara negara-negara asal, transit dan tujuan," tambah pernyataan itu.
Badan pengungsi PBB memperkirakan 25 ribu warga Bangladesh dan Rohingya naik ke perahu penyelundup dalam tiga bulan pertama tahun ini, dua kali lebih banyak dibanding periode yang sama tahun lalu. (hel/CNN/POL)