Malaikat, Iblis, Manusia


Dua ciptaan Allah SWT sebelum kita, Malaikat dan Iblis, merespon terkait dengan ciptaan-Nya yang baru bernama manusia yang akan diberikan mandat penuh untuk mengelola dunia. Malaikat dan Iblis merespon dengan sikap yang mirip:

1.    Berlogika
2.    Kritis
3.    Membanggakan diri

Pertama, berlogika, sikap kritis dan bangga diri Malaikat:“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu Berfirman kepada para malaikat,”Aku hendak menjadikan khalifah (pemimpin atau penguasa) di bumi.” Mereka berkata,”Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu, dan menyucikan nama-Mu?” Dia Berfirman,”Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.Al-Baqarah (2):30)

Kedua, sikap iblis:
“Allah Berfirman,”Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?' (Iblis) menjawab,”Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS.Al-A'raf (7): 12)

Sikap keduanya akan menjadi representasi dua golongan besar manusia sepanjang masa selama dunia masih ada, bahkan kedua golongan ini memiliki pendukung-pendukungnya yang akan niscaya bertambah sesuai dengan ketetapan Allah SWT (sunatullah).

Lalu dimanakah esensi perbedaannya?

Pertama, berlogika dan kritis malaikat dibingkai oleh sifat ketawadhu'an dan tahu diri dihadapan Penciptanya. Terlebih ketika Dia mengatakan, ”Sungguh, Aku lebih tahu daripada kamu”. Malaikat menyadari bahwa asumsinya terbatas sejauh pengetahuan yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, sehingga masih banyak rahasia disisi-Nya.
 
Kedua, muncul sikap “Sam'an wa Tho’an” (dengar dan ta'at) pada Intruksi Ilahi tanpa reserve.
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat,”Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka merekapun sujud...” (QS.Al-Baqarah (2): 34)
 
Berbeda dengan iblis, logika dan kritis serta berbangga dirinya diliputi oleh keangkuhan dan tidak sadar sepenuhnya siapa dan apa posisi dirinya dihadapan Penciptanya. Sehingga logikanya pun “nyeleneh” dibuat-buat dan sikap kritisnya tidak berlandasan, dan dipenghujungnya melahirkan sikap ingkar, membangkang, menuduh, dan melawan!

“(Iblis) menjawab,”Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka (manusia) dari jalan-Mu Yang Lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur”. (QS.Al-A'raf (7) : 16-17)

Kemudian selanjutnya  inilah kita sebagai keturunan nabi Adam - makhluk Allah SWT yang diciptakan bagian ketiga - juga “diinstall” 3 sifat yang sama. Kita cenderung berlogika, bersikap kritis (rasa penolakan), dan memiliki kadar “keakuan” (bangga karena merasa lebih dalam hal apapun) dalam menyikapi setiap dinamika kehidupan di dunia baik pada tataran individu, masyarakat, berbangsa dan bernegara, sampai skala dunia sekalipun.

Pada akhirnya vonis Allah SWT sudah dijatuhkan kepada kita dan iblis, terusir dari kenikmatan-Nya yang hakiki. Tapi kita masih diberikan "kesempatan" di dunia ini untuk kembali ke tempat semula (surga). Sedangkan dia terusir dalam kondisi terhina dan akan kembali ke seburuk-buruknya tempat.

Sekarang tentu Anda memiliki pilihan yang tepat dan mantap, cara siapa yang mau dipakai dalam berpikir, merasa, dan bersikap.

(Herry Hermasyah)  

Baca juga :