Lelaki di Balik Jeruji Besi


Sebenarnya aku lelah merencanakan diri untuk menulis surat-surat yang tak akan pula kulayangkan pada dia yang tersebut dalam siratan kata demi katanya. Namun malam ini, aku tiada sudi terlelap sebelum meluruhkan gelisah dalam airmata yang simbah dan melarutkan makna dalam cerita.

Beberapa menit lalu aku melihat dia, lelaki berwajah teduh di balik jeruji besi dalam video kiriman teman mayaku. Saat menekan tombol play, aku telah membisiki diri “kamu tidak akan menangis, hanya melihat sekilas saja”, sebab aku hendak mendekati waktu tidur malam, aku tak ingin sembab. Tapi apalah daya, pidato Bahasa Arab di balik jeruji besi yang hampir seluruhnya belum aku pahami dengan baik selain kata “Habunallah wa nikmal wakil” itu berhasil membuatku meleleh juga.

Lelaki itu, aku tidak begitu kenal dia. Jika kalian tanya latar belakangnya, aku hanya tahu sebatas “Hafidz Qur’an, istrinya Hafidzah, banyak orang yang mencintainya, dan banyak pula yang benci sebab banyaknya pencinta”.

Aku benar-benar tidak tahu banyak. Tapi kalian tentu paham betul bagaimana cara hati berkomunikasi meski melalui sebuah piranti. Aku memang tidak mengenalnya dengan baik, belum mempelajari betul riwayatnya, dan tidak begitu tahu apa saja yang pernah ia lakukan semasa hidupnya hingga menjadi amat membuat resah lawannya. Tapi hatiku merasakan betapa lembut hatinya, betapa halus budinya, sampai di balik jeruji itu aku seolah merasakan Allah tersenyum melihat apa yang ia lakukan.

Ya, jika kalian mau sekadar tahu, akhir-akhir ini, aku kerap mengilaskan Yang Maha Agung itu merekahkan senyumnya.

Saat melihat mahasiswi bersahaja yang merintih ketika berdoa pada-Nya,
Saat ummi memulai aktivitas selalu lebih dini dan menuntaskan segala sesuatunya dengan cepat,
Saat seorang ibu hamil dengan sulitnya melaksanakan shalat,
Saat melihat guru dengan welas asih mengajari murid-muridnya,
Saat suster dengan sabar merawat pasiennya,
Saat psikolog dengan empatinya mendengarkan masalah kliennya,

Kesemuanya aku mengilaskan ada senyum yang tengah merekah di Arsy sana. Dalam payah yang bertambah-tambah, lelah yang menggoda untuk dilehakan, ada mereka yang membuat sebuah senyum merekah.

Dan saat ini, bayangku akan Ia yang amat bangga dan berbahagia pun hadir kembali, yaitu saat lelaki di balik jeruji besi menuturkan kata-katanya (sepertinya dalam Bahasa Arab fusha), kemudian diiringi pekik takbir dari orang-orang yang mencintainya, dan disaksikan pula oleh mereka yang jadi kaki tangan pihak yang tak suka.

Tuan, jikanya di dunia ini kita tak sempat bertatap muka, dan aku tak bisa mencerap makna dari kuatnya tuturan kata, semoga Allah berkenan menyilakanku berkunjung ke rumahmu di surga.

Tuan Mursi, semoga Allah semakin cinta.

~Hana IJ~


Baca juga :