Seharusnya hidup berdampingan hanya beberapa meter dengan masjid Al-Aqsha adalah kenikmatan tak terkira. Bahkan sebuah kehormatan bisa berdempetan dengan tembok Al-Buraq di masjid tersebut. Namun ternyata untuk merasakan itu semua harus ada ‘pajak’ tinggi (risiko berat) yang harus mereka bayar dan harus memilih pahitnya berjuang keras dan tegar menjaga masjid tersebut.
Itulah yang dirasakan warga Al-Quds, Emad Abu Khadijah (54), yang rumahnya berdampingan dengan gerbang Silsilah, salah satu gerbang masuk masjid Al-Aqsha. Namun ia menegaskan, tingkat penderitaannya setara dengan tingkat kenikmatannya.
Alat-alat pengintai ‘Israel’ yang dipasang di atas pintu rumahnya langsung menyambutnya saat masuk rumahnya yang sempit seperti lorong, lembab dan temboknya retak di sana sini. Di sanalah ia bersama istri dan empat anak-anaknya tinggal.
Rumah Emad terkesan kumuh dan tak terurus. Kepada Qpress, Emad menegaskan, penjajah zionis melarangnya merenovasi rumah dan menghadapi banyak masalah sehingga tidak bisa memperbaikinya, semuanya diawasi, tegasnya.
Menjemur Pakaian Saya Butuh Izin dari Penjajah
Seharusnya seseorang berada di dalam rumahnya merasakan kebebasan dan ketenangan penuh. Namun itu tidak didapatkan oleh Abu Khadijah. Di dalam rumahnya hanya ada balkon kecil sekali yang digunakan untuk bernafas (fentilasi). Balkon kecil ini dikelilingi oleh ‘Israel’ dengan jendel besi dan pengintai. Sebab balkon ini langsung mengarah ke tembok Al-Buraq (tempat ratapan ‘Israel’).
Kalau ada tamu yang berkunjung, jika saya ajak mereka ke balkon, maka saya butuh izin kepada ‘Israel’ bahkan ketika istri saya ingin menjemur cucian di balkon, itupun harus membutuhkan izin dari penjajah zionis.
Cercaan dan Hinaan Provokatif
Di dekat balkon rumah Emad, ‘Israel’ meletakkan beberapa kursi yang digunakan duduk-duduk pasukan ‘Israel’ sambil begadang dan ketawa di malam hari sambil meneriakkan kata-kata sumpah serapah dan mengganggu warga.
Di pagi hari, kita sering dibangunkan oleh suara warga yahudi ekstrim yang menggerebek masjid Al-Aqsha dengan suara hinaan, cacian dan sumpa serapah.
Israel Tawarkan Rumah untuk Dibeli
Emad Abu Khadijah memiliki sebuah gudang kecil di dekat rumahnya. ‘Israel’ menawarnya berkali-kali dan akan membelinya dengan puluhan juta Shekel. Namun Emad menolaknya. “Di sini nyawa saya dan kehidupan saya. Saya tidak akan menjual rumah dan gudang saya di Al-Quds meski harus membayar risiko berat.” Tekad Emad.
Emad menutup kisahnya, “Hidup di sini tidak mudah. Mereka mengekang kami dengan berbagai macam cara agar kami meninggalkan Al-Quds dan Al-Aqsha. Namun itu tidak akan terjadi selamanya.” (at/infopalestina.com)