Kondisi ekonomi Indonesia makin terpuruk. Pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama 2015 hanya 4,7%. IHSG anjlok, rupiah masih terus melemah. Atas kondisi seperti ini banyak pihak menyarankan Presiden Joko Widodo segera melakukan perombakan kabinet.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mendukung apabila Presiden Joko Widodo melakukan evaluasi dan perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja.
"Evaluasi tentunya harus dilakukan jika presiden menilai kinerja para menterinya tidak bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan supaya pemerintahan bisa berjalan lebih efektif dan bermanfaat untuk terjadinya upaya perbaikan," kata Fahri di sela-sela kunjungan kerja di Kabupaten Polewari Mandar (Polman), Sulawesi Barat, Rabu (6/5).
Dia mengatakan, pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif presiden. "Penilaian objektif bahwa menteri adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan berdasar pada hak prerogatif presiden," katanya.
Di samping hak, presiden juga memiliki kewajiban untuk mengevaluasi kinerja para menterinya. "DPR mendukung pemerintah untuk melakukan itu agar pemerintah berjalan lebih baik termasuk jika harus me-'reshuffle' kabinet," katanya.
Dari pengalaman dirinya maupun anggota-anggota DPR saat ini sebagai mitra pemerintah, banyak menteri karena baru di pemerintahan dan tidak berpengalaman tidak bisa cepat melakukan penyesuaian. Ketidakcepatan penyesuaian itu mungkin disebabkan oleh keterbatasan kemampuannya untuk menyesuaikan diri. "Terhadap para menteri yang seperti ini 'reshuffle' pantas dilakukan," katanya.
Presiden Jokowi, menurut dia, juga harus bisa memanfaatkan momentum kekompakan pemerintah dan DPR saat ini untuk mengganti menteri yang bisa menjaga dan memelihara sinergitas pemerintan dan DPR. Politisi PKS ini menambahkan, saat ini mayoritas politisi di DPR menganggap sudah saatnya untuk bekerja dan menghentikan persaingan antara DPR dan pemerintah.
"Presiden Jokowi harus bisa memanfaatkan momen ini. Persaingan sudah selesai dan kami ingin membantu presiden," katanya. Masalahnya kalau menteri-menterinya justru tidak siap membantu presiden, bahkan menimbulkan pekerjaan baru dan masalah bagi presiden, maka menteri yang seperti ini harus dievaluasi. "Karena tidak boleh ada yang menggangu kelancaran kerja presiden terutama untuk terus berkoordinasi dan bersinergi dengan DPR," katanya.
Fahri menilai pandangannya itu objektif, namun dirinya tidak mau menegaskan menteri yang harus dievaluasi. "Kita tidak menyebut nama dan posnya. Tetapi sangat penting presiden kalaupun toh mau melakukan 'reshuffle', harus betul-betul pertimbangannya matang dan tidak emosional," katanya. Dia mengatakan, menteri yang menggantikan harus benar-benar bisa kerja dan bukan sekedar pencitraan. (ROL)