AL QURAN KITAB HIDAYAH
BUKAN TEKS NYANYIAN
Oleh Dr Amir Faishol Fath
Banyak pertanyaan kepada saya mengenai baca Al Quran dengan langgam jawa. Lalu saya segera menyimak bacaan Al Quran yang dibacakan di istana dalam pembukaan acara Isra' Miraj. Memang ada beberapa catatan tajwid dan makhrijul huruf yang harus diperbaiki. Nampak kesalahan itu karena dipaksakan ikut langgam. Pun juga sudah banyak orang yang menjawabnya dengan berbagai dalil baik dari Al Quran, hadits dan perkataan para ulama. Saya di sini tidak mau berpanjang lebar mengutip apa yang sudah ditulis dan menyebar di media sosial atau media massa. Saya akan meringkas jawaban saya sebagai berikut:
1. Al Quran diturunkan untuk menjadi panduan hidayah "hudan linnaas" bukan untuk menjadi teks nyanyian. Maka siapa yang memaksa Al Quran menjadi semata teks nyanyian itu telah mengeluarkan Al Quran dari tujuan aslinya.
2. Setiap yang takalluf "pemaksaan di luar fitrah" itu diharamkan dalam Islam. Nabi pernah marah kepada sahabat yang takalluf ingin puasa tanpa berbuka, shalat malam tanpa tidur dan hidup tanpa menikah. Maka melagukan bacaan Al Quran sampai ke tingkat takalluf untuk ikut langgam jawa misalnya sehingga keluar dari cara membaca dan tujuan diturunkannya seperti yg Allah dan Rasulnya ajarkan itu haram hukumnya.
3. Ada kaidah syariat : mempertimbangkan antara manfaat dan mafsadah (pengrusakan). Maka setiap yang mafsadahnya lebih besar diharamkan dalam Islam. Diharamkannya khamar oleh Allah adalah karena mafsadahnya lebih besar, sekalipun ada juga manfaatnya. Silahkan pertimbangkan antara mafsadah dan manfaat dalam melagukan Al Quran dengan langgam jawa. Kita saja sebagai bangsa marah kalau lagu kebangsaan Indonesia Raya dilagukan dengan langgam jawa. Itu kita anggap penghinaan terhadap negara. Apalagi Al Quran.
4. Disyariatkannya melagukan Al Quran adalah dalam rangka mentadabburinya "afalaa yatadabbarunal qur'an" dan dalam rangka mendukung makharijul huruf dan tajwidnya, ini disebut tartil "warattilil quraan tartiila" bukan untuk menjadikan Al Quran sebagai teks nyanyian. Maka menjadikan Al Quran semata teks nyanyian telah keluar dari tujuan pokok diturnkannya Al Quran. Dan memaksa bacaan Al Quran untuk ikut langam tertentu seperti langgam jawa misalnya, itu namanya jawanisasi bacaan Al Quran. Maka ditakutkan nanti akan muncul gerakan sunadaisasi, maduraisasi, jayapuraisasi dan sebagainya. Bukankah ini akan membuat umat akan terkotak-kotak.
5. Boleh jadi ada seorang mengatakan bahwa ia merasa nikmat dengam langgam jawa misalnya. Dan ia mengatakan saya bisa mentadabburinya kok dengan langgam itu. Saya katakan: Itu menurut pengalaman anda pribadi. Ingat agama Islam bukan agama pengalaman perorangan. Melainkan kebenaran universal. Karena itu sampai cara membaca Al Quran pun ada kaidahnya. Bukan seenak nafsu dan dengkul pribadi.
6. Pun boleh jadi ada yang mengatakan bahwa selama ini yang kita baca itu versi Arab. Apakah tidak boleh kalau kita baca versi Indonesia atau versi jawa. Saya katakan: bacaan Al Quran yang selama ini kita lakukan itu versi Allah dan RasulNya. Bukan versi Arab. Kalau itu versi Arab maka semua orang Arab pasti bisa baca Al Quran. Kenyataanya banyak orang Arab tidak bisa Al Quran seperti yang Allah dan RasulNya ajarkan.
7. Pun boleh jadi seorang mengatakan bahwa itu boleh-boleh saja, selama tidak keluar dari kaidah membaca Al Quran secara benar. Toh aku juga merasa khusyuk ketika mendengarkannya. Lebih dari itu lagu2 yang kita kenal selama ini juga karangan manusia. Saya katakan : persolanya bukan masalah bolehnya tetapi publikasinya. Sebab tidak semua yang boleh secara pribadi itu boleh dipublikasi. Seperti hubungan suami istri itu boleh secara pribadi, tapi tidak boleh untuk dipublikasi karena akan menimbulkan kontroversi. Dan kita sudah tahu bahwa banyak orang jawa membaca dengan langgam jawa secara pribadi. Maka selama itu benar kaidahnya dan tidak ada takalluf, silahkan saja. Tapi bukan untuk dipublikasi apalagi dalam acara resmi kenegaraan. Karena itu akan menimbulkan kontroversi yang berakibat perpecahan. Ingat tujuan kita bersatu sebagai umat dan bangsa bukan berpecah belah. Pun ingat kaidah syariah bahwa jika mafsadah (pengrusakannya) lebih besar sekalipun ada manfaatnya sebaiknya jangan dilakukan.
8. Ada kaidah fikih : al khuruuju minal khilaafi awla (keluar dari khilaf/kontroversi adalah lebih utama). Sudah jelas membaca Al Quran dengan langgam jawa telah menimbulkan kontroversi. Ayo kita sibukan dengan yang sepakat bukan kontroversi. Mau dibawa kemana umat ini kok selalu diajak masuk ke dalam kontroversi. Padahal yang sepakat saja belum dikerjakan secara maksimal.
9. Dalam Al Quran ada banyak pesan tentang hukum, neraka surga dan akhlak. Maka kalau bacaan Al Quran dipaksa ikut langgam jawa misalnya di mana pesan2 itu tidak aka menohok lagi, maka dipastikan akan keluar dari makna pesan yang disampaikan. Misalnya, pas baca ayat tentang neraka di mana Allah murka terhadap para pendosa, lagunya sendu misalnya, maka menjadi tidak fitrah lagi. Itulah mengapa para Sunan yang bijak sekalipun mereka berdakwah dengan pola budaya lokal mereka belum pernah melanggamkan bacaan Al Quran agar ikut budaya lagu lokal. Karena tahu bahwa itu akan mengkotakkan Al Quran ke dalan budaya lokal tertentu.
10. Saya tidak tahu mengapa umat ini selalu disibukkan dengan maslaah2 kontroversial yang beginian dan sangat melelahkan. Padahal tidak ada manfaatnya bagi perbaikan bangasa dan negeri ini. Ayo kita pindah dari masalah kontroversial yang beginian kepada hal-hal yang bermanfaat. Kalau ingin menunjukan bahwa kita muslim dan ikut Al Quran bukan caranya begini, tetapi ayo kita praktekkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara. Kita malu, kalah pada Newzealand yang terkenal sebagai salah satu the most Islamic State, padahal di sana tidak ada orang Islam kecuali sedikit. Sementara kita yang mayoritas orang Islam di negeri ini tidak ditemukan Islam dalam kehidupan bernegara. Mengapa? Karena kita sangat parsial memahami Islam. Akibatnya sibuk terus dengan yang beginian.
Wallahu a'lam bisshwab.