Curhat Aleg: Menjadi Anggota Dewan Tidak Seenak Yang Dibayangkan


CURHAT ANGGOTA DEWAN

Siang tadi, kebetulan saya menumpang mobil seorang anggota dewan tingkat 2 untuk menghadiri suatu acara yang sama.

Dalam perjalanan, kami saling sharing & bertukar pendapat. Namun ada satu hal yang membuat saya penasaran, ketika ia mengatakan bahwa menjadi anggota dewan itu tidak seenak yang dibayangkan orang.

Bayangkan saja, gaji yang ia terima dipotong 35% oleh fraksi. Sisa 65% lagi, dipotong lagi 50% untuk bayar hutang bank, karena SK anggota dewan miliknya diagun-kan untuk menutupi cost (biaya) pada masa kampanye. Praktis, tinggal 15% lagi gaji yang ia terima sebagai anggota dewan setiap bulannya.

Lalu saya berkesimpulan, dengan kondisi seperti itu bagaimana ia bisa fokus menjalani tugas-tugasnya untuk masyarakat? Darimana ia menutupi jika ada proposal atau permohonan bantuan dana dari konstituenya? Bagaimana mungkin masyarakat masih menuntut para anggota dewan seperti beliau untuk jujur & amanah? Menuntut pembangunan yang adil & merata? Menuntut agar kesejahteraan masyarakat lebih diperhatikan?

Mayoritas masyarakat kita hipokrit, di satu sisi masyarakat berharap suaranya hendak didengar, aspirasi merka diperjuangkan Tapi di satu sisi mereka tidak mau memilih anggota legislatif yang tdk mau membayar suara mereka.

*dari fb Abi Muflih Ritonga, (26/4/2015)

___
Maka, dalam kondisi seperti ini... menjadi Anggota Dewan yang tetap bersih tak korupsi, tetap istiqomah mengemban amanah, adalah seorang Mujahid yang luar biasa. Parlemen dan pemerintahan adalah medan jihad. Baik buruknya kondisi rakyat (dari sisi agama, ekonomi, budaya, dll) sangat ditentukan oleh baik buruknya kondisi mereka yang duduk di parlemen dan pemerintahan.

Baca juga :