Jokowi nampaknya kalap mengejar target penerimaan untuk biaya membangun ambisinya. Tak ayal, penarik pajak pun harus "kejar setoran" dengan berbagai cara agar penerimaan negara bisa maksimal. Apalagi, dalam triwulan pertama ini, target pajak belum terpenuhi.
Dari transaksi Rp250.000 kena biaya materai Rp18.000 hingga penjahit pun dikenakan pajak.
Tercatat, target penerimaan pajak serta bea dan cukai pemerintah tahun 2015 sebesar Rp1.484,6 triliun dinilai banyak kalangan terlalu besar. Setidaknya, bila dibandingkan dengan penerimaan pajak dan bea cukai 2014 sebesar Rp1.058,3 triliun, target tahun ini 40 persen lebih besar.
Kenyataan berbeda dengan omongannya Jokowi yang menegaskan, Ditjen Pajak tidak akan kalap dengan sembarangan mengejar penerimaan.
"Mereka kan bekerja ada aturannya. Enggak mungkin kalap. Gimana, sih? Ini ekstensifikasi. Masyarakat dan dunia usaha enggak usah takut. Soal caranya bagaimana, pokoknya sudah disiapkan. Ini masalah strategi, enggak mungkin diceritakan," sebut Jokowi dalam suatu wawancara.
Karena mematok target tinggi, pemerintah pun "kejar setoran" dengan melakukan berbagai cara agar penerimaan negara bisa maksimal. Di antaranya yang kena pajak, setruk belanja mulai Rp250.000, perhiasan, penjahit pakaian, listrik, sampai kos-kosan pun menjadi target pengenaan pajak. Bahkan, batu akik yang sedang booming pun sempat diwacanakan dikenakan PPnBM alias Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Selain itu, Ditjen Pajak juga akan melakukan upaya penegakan hukum (law enforcement) dengan melakukan pencegahan terhadap 500 wajib pajak (WP) yang keluar negeri karena telah menunggak pajak dengan nilai total Rp3,3 triliun. Mereka bekerja sama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan aparat hukum terkait hal ini.
Upaya lainnya yang dilakukan Ditjen Pajak adalah dengan memperkuat basis data melalui digitalisasi surat pemberitahuan (SPT) pajak dan implementasi e-filling serta meningkatkan pelayanan kehumasan, di antaranya dengan memberikan penyuluhan dan memberikan apresiasi kepada pembayar pajak teladan.
Berikut beberapa sektor yang dikejar oleh Ditjen Pajak:
1. Perhiasan dan aksesori mewah
Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, pajak akan dikenakan ke beberapa aksesori yang harganya "selangit". "Misalnya nanti akan kita tambah PPh untuk barang-barang, seperti jam tangan, sepatu, dan tas. Untuk jam tangan itu yang harganya di atas Rp10 juta, sepatu di atas Rp5 juta, dan tas di atas harga Rp15 juta," ujarnya.
Selain itu, perhiasan adalah salah satu barang yang berpotensi menyumbang pemasukan pajak cukup besar bagi negara. Selama ini, kata dia, perhiasan belum masuk ke dalam kategori barang mewah sehingga tak dikenakan pajak barang mewah.
Rencana pemerintah terkait pengenaan pajak perhiasan pun sempat ditentang oleh Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI). Mereka menentang rencana pemerintah mengenakan Pajak Barang Mewah (PBM) terhadap perhiasan. APEPI pun melayangkan surat keberatan ke berbagai instansi pemerintah terkait hal itu.
2. Penjahit kelas kakap
Mardiasmo, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/2/2015), menuturkan, tim optimalisasi pajak sudah melakukan inventarisasi sejumlah profesi yang dianggap bisa disentuh pajak. Profesi penjahit, kata dia, kerap mendatangkan keuntungan yang menggiurkan.
Menurut dia, meski penjahit masuk dalam lapangan pekerjaan non-formal, profesi itu tetap bisa dikenakan pajak penghasilan.
"Orang-orang selebriti dan orang-orang pejabat itu tidak sembarangan masukkan bahan untuk dijahit," imbuh dia.
Selain itu, Ditjen Pajak juga mengejar potensi pendapatan dari WP pribadi non-karyawan lainnya, seperti profesi dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, artis, dan pemilik rumah produksi yang membuka praktik sendiri.
3. Struk belanja di atas Rp250.000 wajib bermeterai
Sebenarnya, kebijakan ini merupakan kebijakan lama, dan pemerintah menilai penerapannya tidak efektif. Direktorat Jenderal Pajak pun meliriknya dan akan membuat pelaksanaan pengenaan bea tersebut berjalan baik.
"Setruk belanja pun seharusnya ada meterainya. Di atas Rp 250.000, seharusnya ada meterai Rp 3.000. Ini juga belum dilaksanakan. Ini kita akan ngingetin pelaku bisnis, terutama ritel," kata Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lain DJP Oktria Hendrarji di Jakarta, Kamis (5/3).
4. Indekos
Saat ini pemerintah sedang menggodok potensi pengenaan pajak kos-kosan. Alasannya, saat ini bisnis indekos sudah sangat berkembang dan menggiurkan.
"Kami sudah menyiapkan revisi PMK terkait PPnBM dan Pasal 22 yang akan dikenakan, misalnya, untuk mobil. Selain itu, kami akan melakukan operasi pasar untuk mencari WP, misalnya kos-kosan di sekitar wilayah perguruan tinggi," kata Mardiasmo beberapa waktu lalu.
5. Pajak listrik
Rencananya, pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada pengguna listrik rumah tangga di atas 2.200 watt hingga 6.600 watt. Nantinya, PPN yang dikenakan sebesar 10 persen. Peraturan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Mardiasmo melihat adanya potensi penerimaan negara sebesar Rp2 triliun, dengan dikenakannya PPN 10 persen untuk pengguna listrik di atas 2.200 watt.
6. Pajak jalan tol
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro melihat ada kemungkinan penerapan PPN jalan tol mulai 1 April 2015. Namun, Presiden Jokowi sendiri telah meminta penerapan PPN jalan tol ini ditunda.
7. Kenaikan bea meterai
Ditjen Pajak menaikkan bea meterai, yang saat ini berupa bea tetap sebesar Rp3.000 dan Rp6.000, menjadi Rp10.000 dan Rp18.000. Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Kemenkeu Irawan mengatakan, aturan terakhir tentang bea meterai ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 dan sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai. [FN]
Dari transaksi Rp250.000 kena biaya materai Rp18.000 hingga penjahit pun dikenakan pajak.
Tercatat, target penerimaan pajak serta bea dan cukai pemerintah tahun 2015 sebesar Rp1.484,6 triliun dinilai banyak kalangan terlalu besar. Setidaknya, bila dibandingkan dengan penerimaan pajak dan bea cukai 2014 sebesar Rp1.058,3 triliun, target tahun ini 40 persen lebih besar.
Kenyataan berbeda dengan omongannya Jokowi yang menegaskan, Ditjen Pajak tidak akan kalap dengan sembarangan mengejar penerimaan.
"Mereka kan bekerja ada aturannya. Enggak mungkin kalap. Gimana, sih? Ini ekstensifikasi. Masyarakat dan dunia usaha enggak usah takut. Soal caranya bagaimana, pokoknya sudah disiapkan. Ini masalah strategi, enggak mungkin diceritakan," sebut Jokowi dalam suatu wawancara.
Karena mematok target tinggi, pemerintah pun "kejar setoran" dengan melakukan berbagai cara agar penerimaan negara bisa maksimal. Di antaranya yang kena pajak, setruk belanja mulai Rp250.000, perhiasan, penjahit pakaian, listrik, sampai kos-kosan pun menjadi target pengenaan pajak. Bahkan, batu akik yang sedang booming pun sempat diwacanakan dikenakan PPnBM alias Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Selain itu, Ditjen Pajak juga akan melakukan upaya penegakan hukum (law enforcement) dengan melakukan pencegahan terhadap 500 wajib pajak (WP) yang keluar negeri karena telah menunggak pajak dengan nilai total Rp3,3 triliun. Mereka bekerja sama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan aparat hukum terkait hal ini.
Upaya lainnya yang dilakukan Ditjen Pajak adalah dengan memperkuat basis data melalui digitalisasi surat pemberitahuan (SPT) pajak dan implementasi e-filling serta meningkatkan pelayanan kehumasan, di antaranya dengan memberikan penyuluhan dan memberikan apresiasi kepada pembayar pajak teladan.
Berikut beberapa sektor yang dikejar oleh Ditjen Pajak:
1. Perhiasan dan aksesori mewah
Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, pajak akan dikenakan ke beberapa aksesori yang harganya "selangit". "Misalnya nanti akan kita tambah PPh untuk barang-barang, seperti jam tangan, sepatu, dan tas. Untuk jam tangan itu yang harganya di atas Rp10 juta, sepatu di atas Rp5 juta, dan tas di atas harga Rp15 juta," ujarnya.
Selain itu, perhiasan adalah salah satu barang yang berpotensi menyumbang pemasukan pajak cukup besar bagi negara. Selama ini, kata dia, perhiasan belum masuk ke dalam kategori barang mewah sehingga tak dikenakan pajak barang mewah.
Rencana pemerintah terkait pengenaan pajak perhiasan pun sempat ditentang oleh Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI). Mereka menentang rencana pemerintah mengenakan Pajak Barang Mewah (PBM) terhadap perhiasan. APEPI pun melayangkan surat keberatan ke berbagai instansi pemerintah terkait hal itu.
2. Penjahit kelas kakap
Mardiasmo, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/2/2015), menuturkan, tim optimalisasi pajak sudah melakukan inventarisasi sejumlah profesi yang dianggap bisa disentuh pajak. Profesi penjahit, kata dia, kerap mendatangkan keuntungan yang menggiurkan.
Menurut dia, meski penjahit masuk dalam lapangan pekerjaan non-formal, profesi itu tetap bisa dikenakan pajak penghasilan.
"Orang-orang selebriti dan orang-orang pejabat itu tidak sembarangan masukkan bahan untuk dijahit," imbuh dia.
Selain itu, Ditjen Pajak juga mengejar potensi pendapatan dari WP pribadi non-karyawan lainnya, seperti profesi dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, artis, dan pemilik rumah produksi yang membuka praktik sendiri.
3. Struk belanja di atas Rp250.000 wajib bermeterai
Sebenarnya, kebijakan ini merupakan kebijakan lama, dan pemerintah menilai penerapannya tidak efektif. Direktorat Jenderal Pajak pun meliriknya dan akan membuat pelaksanaan pengenaan bea tersebut berjalan baik.
"Setruk belanja pun seharusnya ada meterainya. Di atas Rp 250.000, seharusnya ada meterai Rp 3.000. Ini juga belum dilaksanakan. Ini kita akan ngingetin pelaku bisnis, terutama ritel," kata Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lain DJP Oktria Hendrarji di Jakarta, Kamis (5/3).
4. Indekos
Saat ini pemerintah sedang menggodok potensi pengenaan pajak kos-kosan. Alasannya, saat ini bisnis indekos sudah sangat berkembang dan menggiurkan.
"Kami sudah menyiapkan revisi PMK terkait PPnBM dan Pasal 22 yang akan dikenakan, misalnya, untuk mobil. Selain itu, kami akan melakukan operasi pasar untuk mencari WP, misalnya kos-kosan di sekitar wilayah perguruan tinggi," kata Mardiasmo beberapa waktu lalu.
5. Pajak listrik
Rencananya, pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada pengguna listrik rumah tangga di atas 2.200 watt hingga 6.600 watt. Nantinya, PPN yang dikenakan sebesar 10 persen. Peraturan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Mardiasmo melihat adanya potensi penerimaan negara sebesar Rp2 triliun, dengan dikenakannya PPN 10 persen untuk pengguna listrik di atas 2.200 watt.
6. Pajak jalan tol
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro melihat ada kemungkinan penerapan PPN jalan tol mulai 1 April 2015. Namun, Presiden Jokowi sendiri telah meminta penerapan PPN jalan tol ini ditunda.
7. Kenaikan bea meterai
Ditjen Pajak menaikkan bea meterai, yang saat ini berupa bea tetap sebesar Rp3.000 dan Rp6.000, menjadi Rp10.000 dan Rp18.000. Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Kemenkeu Irawan mengatakan, aturan terakhir tentang bea meterai ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 dan sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai. [FN]