Pernyataan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengenai akan terbiasanya masyarakat menghadapi anjloknya nilai rupiah agaknya tak membuat pemerintah tenang. Malah, pemerintah terkesan panik. Buktinya, Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro sampai harus mewajibkan pengusaha hotel untuk memiliki gerai penukaran uang (money changer).
“Misalnya, hotel yang bertransaksi menggunakan dolar Amerika Serikat, maka turis langsung menukarkannya dengan rupiah sehingga ada permintaan terhadap rupiah,” kata
Bambang di kantornya, Jakarta, Selasa kemarin (10 Maret 2015) mengharapkan, dengan adanya permintan rupiah, nilai tukar dapat menguat dan kembali stabil.
Pemerintah juga akan meluncurkan call centre aduan. Langkah ini, tambahnya, bertujuan agar masyarakat yang menemukan sesama perusahaan dalam negeri masih melakukan transaksi menggunakan dolar Amerika Serikat dapat melaporkannya kepada pihak terkait.
“Kalau belum ada call center bingung mengadu ke mana. Nanti penegak hukum follow up pengaduan,” tuturnya.
Menurut Bambang, penerapan call center sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Mata Uang. Saat ini, pembentukan nilai tukar tergantung pada penerimaan dan permintaan.
“Undang-Undang Mata Uang sudah ada, tapi sayangnya sampai saat ini masih banyak transaksi antar-pihak Indonesia sendiri dan dalam negeri dalam dolar Amerika Serikat. Bukan hanya penentu harga, tapi transaksi nyata juga pakai dolar Amerika Serikat,” kata Bambang.
Agar permintaan terhadap dolar Amerika Serikat berkurang, Bambang akan menghukum pihak yang masih menggunakan dolar Amerika Serikat dalam transaksi di dalam negeri, sebab tertuang dalam Undang-Undang Mata Uang.
“Ada kawasan industri Timur Jakarta, semua sewa dalam dolar Amerika Serikat per meter persegi. Dalam konteks ini, kami akan membentuk tim gabungan mendorong Undang-Undang Mata Uang. Kami juga akan segera luncurkan satu call centre nasional,” tuturnya.
Sebelumnya, DPR sudah memperingatkan Jokowi agar mewaspadai anjloknya nilai rupiah yang dapat memicu krisis ekonomi seperti tahun 1998. Namun, Jokowi mengatakan krisis ekonomi seperti tahun 1998 tidak akan terjadi.
“Dulu kan dari Rp2.000 per US$ 1 meloncat ke Rp15.000 per US$ 1. Enggaklah,” ujar Jokowi sambil tertawa lebar di Madiun, Jawa Timur, 6 Maret lalu.
Menurut Jokowi, fundamental ekonomi Indonesia saat ini sangat baik, misalnya inflasi yang rendah, bahkan Januari-Februari 2015 terjadi deflasi. Selain itu, dari sisi fiskal, APBN Perubahan (APBN-P) 2015 punya ruang fiskal lebih besar untuk infrastruktur. Dengan demikina, akan memicu pertumbuhan ekonomi dan neraca perdagangan yang positif pada Januari 2015.
“Coba dilihat dari bulan ke bulan juga meningkat lebih baik, karena ini memang pengaruh dari eksternal dari global, quantitative easing, Yunani, ekonomi di Eropa, saya kira pengaruh-pengaruh seperti itu dan semua negara mengalami itu,” tuturnya.
Sebagai rakyat, mari kita tertawa saja seperti halnya presiden, karena presiden kita toh reputasinya telah terbukti secara internasional. [pr/po]