by @rizkachab
(Bachelor Student MartinLutherUniversitat Halle Germany)
Menanti Jodoh itu bagaikan menunggu waktu berbuka puasa. Masa baligh adalah masa ketika mengawali hari untuk berpuasa. Semua terasa indah pada awalnya, semua berjalan seakan tak ada beban yang menyertainya. Cobaan demi cobaan pun dapat dengan mudah dilalui, karna belum terlalu banyak yang difikirkan, belum banyak pula godaan duniawi yang ditemukan, baik itu harta, tahta, maupun pria. Dan alasan lain yang muncul adalah karena masa-masa ini seringkali disebut masa “labil“, yaitu suatu masa disaat seseorang belum menemukan jati dirinya dan belum menemukan apa tujuan hidupnya. Semua serba enteng, semua serba hepi. Yaaa mungkin karena waktu masi “pagi“. Jadi rasa laparpun belum begitu menghantui.
Berbicara tentang puasa, Islam telah mengajarkan umatnya untuk bersahur terlebih dahulu.
“Makanan sahur adalah makanan yang barakah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun seorang dari kalian hanya sahur dengan meneguk air, karena sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur”. (HR. Ahmad)
Setiap orang pun memiliki persiapan sahur yang berbeda-beda. Ada yang memaksimalkan waktu sahurnya, ada yang sahur seadanya, bahkan ada yang tidak mempersiapkan apa-apa disaat sahur. Mungkin lupa, kesiangan, atau bisa jadi terlena dengan waktu tidurnya sehingga melalaikan waktu sahur tersebut.
Semakin baik niat dan persiapan sahurnya inshaaAllah semakin mantap menjalani puasa di siang harinya. Begitupun dalam menanti jodoh. Semua butuh persiapan. Bahkan sejak usia dini. Orangtua berperan sangat penting dalam proses “sahur“ ini. Karena pada masa ini seharusnya orangtua yang menjadi sosok utama, bukan lingkungan. Orangtualah yang memiliki hak sepenuhnya terhadap nilai-nilai kehidupan pada anak. Prinsip aqidah dan akhlak adalah point paling mendasar pada masa "sahur" setiap insan.
Ketika waktu berpuasa tiba, maka memanfaatkan waktu sebaik mungkin menjadi hal yang utama. karena terdapat banyak pahala dan keberkahan disana. Niat dan tekad pun harus semakin kuat, karena semakin siang akan semakin besar tantangan. Semakin bertambah usia akan semakin banyak tanggung jawab dan cobaan.
Kembali ke masalah jodoh. Menanti jodoh bagaikan menanti waktu berbuka puasa. Persiapannya harus dilakukan sesegera mungkin. Allah swt berfirman:
“Perempuan-perempuan yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk perempuan yang tidak baik pula. Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula...“ (Qs. An Nur:26)
Inilah sebait surat cinta dari Allah swt. janji Allah swt. Tuhan seluruh alam. Tuhan aku, kamu, dia, dan mereka. Allah swt yang menguasai segala isi hati, yang merajai langit dan bumi. Pada-Nyalah setiap takdir telah ditentukan dan kepada-Nya kita semua dikembalikan.
Janji Allah swt tersebut menguatkan motivasi bahwa untuk mendapatkan seseorang yang baik, maka harus berusaha untuk menjadi pribadi yang baik pula. Karena jodoh adalah cerminan diri ini, maka hijrah adalah solusi untuk memperbaiki diri. Belum ada kata terlambat, karna jasad belum sampai ke liang lahat.
Jagalah diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Karena ia akan mengurangi kenikmatan saat berbuka dan menghilangkan esensi ibadah puasa. Begitupula dengan hati, jagalah ia sebaik mungkin dari hal-hal yang tidak diinginkan Sang Pencipta. Mendekati zina adalah satu diantaranya.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’: 32)
Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka tidak ada cara lain selain terus memperbaiki diri dan menjaga hati. Inilah masa penantian. Saling memperbaiki diri sampai Allah mempersatukan.
Menanti Jodoh itu bagaikan menunggu waktu berbuka puasa. Akhir-akhir ini tak jarang kita temukan orang-orang yang menanti berbuka puasa justru dengan hal hal yang dilarang Penciptanya. Penantian jodohpun diawali dengan hal-hal yang Allah tidak suka. Mulai dari hubungan tanpa status (HTS-an), Pacaran Long Distance (LDR), sampe Pacaran Islami?
HTS adalah hubungan ketika lelaki dan perempuan yang bukan mahrom menjalani hubungan yang sangat akrab dan intens. Mereka terkadang akrab seperti kakak-adek yang ketemu gede. Boro-boro status suami istri. Status pacaran aja bukan. Ini sungguh kasian. Bukan penantian seperti ini yang seharusnya dilakukan.
Nah ada lagi pacaran LDR. Suatu hubungan lelaki dan perempuan yang bukan mahrom dengan status teman akrab “banget” alias pacaran namun dilakukan didaerah yang terpisah. Misalnya sang lelaki di kutub utara dan sang perempuan di kutub selatan. Lalu mereka menganggap hubungan ini adalah sebuah penantian yang wajar. “Gakpapa dong, kita kan cuma chatting-an atau telfonan aja, ketemu nggak, pegangan juga kita nggak. Mata gak zina, sentuhan juga nggak! Darimana zinanya coba???” eiits masi ada hati nih. Walau mata tak memandang, tangan tak pegangan, tapi hati tetap jadi sasaran. Waspadalah.. waspadalah..
Yang lucu juga ada yang judulnya pacaran islami. Ini parah lucu banget. Jadi ketika seorang lelaki dan perempuan yang belum menjadi mahrom menjalin sebuah hubungan yang katanya sebagai persiapan menuju kejenjang pernikahan. “Emang berapa lama persiapannya?”, “lima tahun”. Wooow!!! Jadi selama masa persiapan ini kedua belah pihak sudah sangat yakin dan mantap bahwa mereka saling berjodoh. Jadi mereka saling menunggu. Walau chat ataupun telfonan sangat jarang dilakukan, namun hati sudah diisi oleh seseorang yang belum berhak mendapatkan.
Selama ijab qabul belum diucap, jangan segampang itu meletakkan hati pada seseorang ataupun menempatkan seseorang dihati. Karena berisiko terlalu tinggi. Untuk apa kita memiliki tujuan yang baik dan mulia seperti menikah misalnya, namun diawali dengan hal-hal yang Allah tidak suka pada awalnya. Bagaimana kita ingin mendapatkan keridho-an Allah swt pada akhirnya.
Menjaga hati memang bukanlah hal yang mudah. Setiap kita akan senantiasa diuji oleh Allah swt pada titik-titik kelemahan kita. Maka jadikanlah Qur’an dan hadist sebagai pegangan. Carilah lingkungan yang mendekatkan kita pada-Nya. Karena rasa persaudaraanlah yang kelak kan memberikan kekuatan sampai kita dinyatakan lulus dari ujian.
The last but not least. Menanti Jodoh itu bagaikan menunggu waktu berbuka puasa. Apabila telah kau ketahui kapan waktu berbuka puasa tiba, maka persiapkan dan segerakanlah. Dan apabilah telah kau temukan jodoh dalam istikharah, maka mantapkan dan menikahlah. Sebagaimana Rasulullah mengajarkan untuk menyegerakan berbuka puasa, Rasulullah pun mengajarkan untuk menyegerakan menikah. Karena menyegerakan tidaklah sama dengan tergesa-gesa. Persiapkan dan segerakan, kepada Allah swt semua diniatkan.
melihat kakek menghisap cerutu
cerutu dihisap beraroma melati
bila perasaan gundah tak menentu
adukan semua pada Pemilik hati
Guten Morgen Indonesien und Guten Abend Deutschland!
00:04 CET
liebe Grüße,
Rizka Rahmayani (@rizkachab on twitter)
*http://rahmayanirizka.blogspot.de/2015/03/menanti-jodoh-dan-berbuka-puasa.html