Bank Dunia menyatakan bahwa ukuran miskin atau tidak adalah pengeluaran dua dollar AS per hari per orang. Ekonom senior, Kwik Kian Gie mengatakan, jika kriteria ini yang dipakai, maka 50 persen dari rakyat Indonesia, miskin.
Dalam seminar bertajuk ‘Ironi Pembangunan Ekonomi Indonesia, Kesenjangan Sosial Melebar’ Kwik mengatakan, kesenjangan sosial di Indonesia sudah sangat tinggi.
Di Jakarta saja, begitu keluar dari Grand Indonesia yang begitu besar dan megah, akan terdapat lorong-lorong yang hanya bisa dimasuki oleh motor. Di kanan kirinya terdapat rumah-rumah sangat kecil yang pada saatnya menjadi mangsa penggusuran, karena letaknya yang sekarang menjadi strategis.
“Kalau kita masuk ke dalam daerah-daerah yang dinamakan ‘kantong-kantong kemiskinan’, kemiskinannya sudah melampaui batas-batas kemanusiaan,” kata Kwik dalam sambutan kuncinya, Rabu (18/3/2015), dilansir KOMPAS.
Parameter lain, selain pengeluaran – yang bisa menunjukkan ketimpangan sosial – adalah koefisien gini ratio. Menurut Kwik, salah satu sebab mengapa orang lali atau tidak mempedulikan kesenjangan antara kaya-miskin adalah obsesinya tentang Produk Domestik Bruto (PDB), tanpa mengetahui persis apa arti PDB.
Kwik menjelaskan, PDB adalah barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia tanpa mempedulikan siapa yang membuat PDB dan siapa yang memilikinya. “Jadi, PDB yang terbentuk bisa dimiliki oleh prang atau perusahaan asing atau oleh segelintir orang Indonesia saja, tanpa rakyat banyak menikmatinya,” ujar mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Keuangan, dan Industri itu.