Aktivis HAM: Tjahjo Jangan Permainkan Masyarakat Aceh!


Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil melakukan pertemuan dengan para aktivis HAM Aceh di Reses masa sidang II yang digelar di kantor Koalisi NGO HAM Aceh, Rabu petang, 11 Maret 2015.

Pertemuan tersebut merupakan upaya Nasir Djamil menyerap aspirasi dari konstituennya dalam rangka kegiatan masa reses sidang II tahun 2015.

Sejumlah aktivis HAM Aceh meminta Kementerian Dalam Negeri untuk tidak mempermainkan masyarakat Aceh terutama korban pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) dengan menghalang-halangi pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh.

"Kita minta Mendagri sekarang yaitu Tjahjo kumolo untuk tidak menghalang-halangi pembentukan KKR Aceh karena ini amanat MoU helsinki dan UU Pemerintahan Aceh," ujar Nasir Djamil dalam siaran pers yang diterima wartawan, Kamis, 12 Maret 2015.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menyayangkan sikap Kementerian Dalam Negeri yang menggantung pembentukan KKR di Aceh ini. Padahal, kata Nasir pembentukan KKR tersebut sebagai upaya untuk memberikan contoh agar pelanggaran HAM seperti yang terjadi di Aceh tidak terjadi lagi di masa yang akan datang di wilayah Indonesia lainnya.

"Saya mendorong DPRA untuk segera membentuk Pansel KKR Aceh," imbuhnya.

Nasir Djamil pun berjanji, sebagai anggota DPR dari Aceh yang merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Aceh, akan segera menyurati Kemendagri terkait persoalan KKR.

"Surat ini merupakan bentuk tanggungjawab saya sebagai anggota DPR asal Aceh. Sebab, hingga saat ini, klarifikasi soal KKR dari Mendagri tidak jelas," katanya.

Wakil rakyat yang sudah terpilih tiga kali ini menjelaskan surat tersebut akan ditembuskan ke tim pemantau Otsus Aceh dan Papua. Dengan tembusan ini diharapkan Tim pemantau Otsus Aceh dan Papua akan mengangendakan membahas untuk membahas masalah ini. Bahkan lebih jauh, Tim pemantau ini diharapkan bisa menjadi fasilitator dengan Kemendagri.

Sementara itu, dalam siaran pers yang sama, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad mengatakan kecemasan Depdagri selama ini berlebihan.

"Sekarang ini Kemendagri, harus memiliki pola pikir yang berbeda, sebaiknya kemendagri menyiapkan supervisi ke Aceh untuk kemudian membuat tata cara mengimplementasikan qanun KKR yang sudah adah supaya tidak berbentran dengan aturan nasional," ungkapnya.

Dijelaskan Zulfikar, kecemasan Kemendagri soal KKR Aceh ini tampak dalam surat klarifikasi sebagai jawaban dari pengesahan Qanun KKR No.7 Tahun 2013 oleh DPRA.

Dalam klarifikasinya, Kemendagri mengatakan KKR Aceh tidak bisa dibentuk karena harus merujuk pada KKR nasional. Kecemasan lainnya, terlihat dari penilaiannya yang mengatakan bahwa bahwa KKR Aceh melampui kewenangannya. Padahal, di dalam naskah akademik dan dalam pasal-pasal pembentukan KKR di Aceh hanya memuat perbaikan sistem keamanan dan aparatur pemerintah, reparasi korban dan permohonan maaf.

"Bahkan soal teknis, Tim KKR Aceh yang nanti dibentuk melakukan investigasi dan menyatakkan bahwa dia adalah korban selanjutnya mereparasi dia, Lalu memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat bagaimana menata kelola supaya masyarakat tidak sensitif konflik dan terakhir permohonan maaf pemerintah Aceh yang merupakan kepanjangan dari pemerintah pusat," ujarnya.

Dalam acara pertemuan tersebut hadir juga, mantan tahanan politik (Tapol) semasa konflik, keluarga korban pelanggaran HAM dan perwakilan mahasiswa. [Sumber]
Baca juga :