Presiden Joko Widodo melakukan banyak manuver politik dalam menghadapi kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia. Ia bertemu dengan Prabowo Subianto di Istana Bogor pada Kamis pekan lalu.
Jokowi bahkan mengungkapkan secara terbuka kepada Tim 9—para tokoh masyarakat yang ia kumpulkan untuk mencari masukan guna mengatasi kisruh pemilihan Kapolri.
Ini persoalan yang mudah, tapi menjadi sulit," ujar Jokowi, Jumat, 30 Januari 2015.
Menurut Jokowi, kegaduhan soal kasus Budi Gunawan malah lebih baik terjadi di awal ketimbang nanti. Jokowi juga menyatakan tidak mendapat tekanan dari mana pun ihwal ini.
"Lihat saja, mana ada tekanan? Soal pencalonan Kepala Kepolisian, tekanannya di mana? Partai meminta (Budi) dilantik? Sampai sekarang apakah sudah saya lantik? Kan, belum," tuturnya.
Ketika ditanya, mengapa Jokowi mengajukan nama Budi ke DPR padahal publik meminta menarik pencalonannya setelah dijadikan tersangka oleh KPK? Jokowi menjawab dengan balik bertanya retorik, kalau memakai logika yang benar, apa yang harus dilakukan oleh Dewan setelah calon yang saya ajukan dijadikan tersangka?
Waktu ditanya apakah Jokowi berharap DPR menolak Budi, Jokowi menjawab singkat.
"Nah, kan. Logikanya, kan, harus seperti itu," tutur Jokowi.
Bukan sekali ini saja Jokowi lempar tanggung jawab dan tak mau disalahkan, meski Jokowi lah yang pertama kali membuat kisruh dan melemparkan bola panas.
Publik tentu masih ingat, kasus demo BBM yang berakhir dengan pemukulan para demonstran di berbagai daerah di Indonesia yang hanya dijawab singkat oleh Jokowi, "Bukan urusan saya!" atau kasus dana desa yang kini diperebutkan oleh 2 kementerian, atau soal banjir Jakarta yang dulu dijanjikan Jokowi akan diselesaikan lebih baik setelah ia menjabat menjadi Presiden, kesemuanya dijawab Jokowi dengan menuding, dan menyalahkan pihak lain.
Kebiasaan melempar kesalahan memang membuktikan Jokowi bukanlah pemimpin dan negarawan yang layak memimpin bangsa ini. [*/fs]