Setelah beberapa waktu lalu, Jakarta dapat gelar sebagai kota tidak aman di dunia, kini Ibukota DKI Jakarta kembali mendapat predikat buruk di mata dunia, yaitu kota paling macet sedunia.
Adalah perusahaan produsen oli Castrol Magnatec yang mengeluarkan rilis tersebut. Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata-rata terdapat 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Indeks ini mengacu pada data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan yang dibuat setiap kilometer.
Mengenai Jakarta dinobatkan sebagai kota termacet di dunia, hal ini ditanggapi oleh Pengusaha sekaligus anak bungsu Mantan Presiden Soeharto yakni Tomy Soeharto.
Dalam laman facebook-nya Jumat, 6 Februari 2015 kemarin, Tommy menyindir dengan predikat baru yang diterima Jakarta sebagai kota paling macet di dunia. Ia mengatakan inilah ‘warisan’ Gubernur dulu Jokowi.
“Peninggalan mantan wali kota terbaik dunia, salah satunya adalah kota termacet sedunia, prestasi yang patut dibanggakan atau disesalkan?,” ucap Tomy.
Ditambahkan Tomy, masalah perkotaan tidak bisa diatasi hanya dengan marah tapi diperlukan inovasi.
"Menangani masalah perkotaan tidak bisa dilakukan dengan ngomel kiri kanan, dibutuhkan inovasi bukan hanya pelarangan dan pemerasan ala denda," lanjutnya.
"Kota dengan pendapatan besar seharusnya menangani masalah dengan inovasi-inovasi seperti jalur lingkar, jalan susun, tidak cukup hanya dengan denda dan larangan," sambungnya.
Dikatakan Tomy, rajin melarang dan membuat aturan denda tapi infrastruktur tidak di bangun dan ditambah, itu sama saja dengan pemerasan berkedok undang-undang.
“Tol laut bagus juga seperti yang ada di Pulau Bali, itu bisa diaplikasi kan di ibu kota dengan jalur lingkar ibu kota. Menangani masalah kemacetan semua tergantung niat yang tulus tanpa embel-embel ambisi. Predikat kota termacet bukan suatu pujian, itu hinaan yang pantas kita tanggapi dengan pembangunan yang sungguh sungguh,” kata Tomy.
“Jika saya di posisi Anda dan mendapat predikat dengan merendahkan kota dan rakyat, maka akan saya tanggapi itu dengan super mega proyek. Sudah sepantasnya cibiran-cibiran media asing itu kita bungkam dengan mega proyek infrastruktur, bukan malah dengan pelarangan berujung pemerasan. Itu memalukan,” tutupnya. [fn/fs]
Adalah perusahaan produsen oli Castrol Magnatec yang mengeluarkan rilis tersebut. Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata-rata terdapat 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Indeks ini mengacu pada data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan yang dibuat setiap kilometer.
Mengenai Jakarta dinobatkan sebagai kota termacet di dunia, hal ini ditanggapi oleh Pengusaha sekaligus anak bungsu Mantan Presiden Soeharto yakni Tomy Soeharto.
Dalam laman facebook-nya Jumat, 6 Februari 2015 kemarin, Tommy menyindir dengan predikat baru yang diterima Jakarta sebagai kota paling macet di dunia. Ia mengatakan inilah ‘warisan’ Gubernur dulu Jokowi.
“Peninggalan mantan wali kota terbaik dunia, salah satunya adalah kota termacet sedunia, prestasi yang patut dibanggakan atau disesalkan?,” ucap Tomy.
Ditambahkan Tomy, masalah perkotaan tidak bisa diatasi hanya dengan marah tapi diperlukan inovasi.
"Menangani masalah perkotaan tidak bisa dilakukan dengan ngomel kiri kanan, dibutuhkan inovasi bukan hanya pelarangan dan pemerasan ala denda," lanjutnya.
"Kota dengan pendapatan besar seharusnya menangani masalah dengan inovasi-inovasi seperti jalur lingkar, jalan susun, tidak cukup hanya dengan denda dan larangan," sambungnya.
Dikatakan Tomy, rajin melarang dan membuat aturan denda tapi infrastruktur tidak di bangun dan ditambah, itu sama saja dengan pemerasan berkedok undang-undang.
“Tol laut bagus juga seperti yang ada di Pulau Bali, itu bisa diaplikasi kan di ibu kota dengan jalur lingkar ibu kota. Menangani masalah kemacetan semua tergantung niat yang tulus tanpa embel-embel ambisi. Predikat kota termacet bukan suatu pujian, itu hinaan yang pantas kita tanggapi dengan pembangunan yang sungguh sungguh,” kata Tomy.
“Jika saya di posisi Anda dan mendapat predikat dengan merendahkan kota dan rakyat, maka akan saya tanggapi itu dengan super mega proyek. Sudah sepantasnya cibiran-cibiran media asing itu kita bungkam dengan mega proyek infrastruktur, bukan malah dengan pelarangan berujung pemerasan. Itu memalukan,” tutupnya. [fn/fs]