Pasca-Komjen Budi Gunawan menjadi tersangka, konflik antara KPK versus Polri makin menguat. Apalagi dengan ditangkap Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK, hubungan keduanya makin panas meski BW akhirnya dibebaskan.
Tak berhenti dengan ditetapkannya BW sebagai tersangka, pimpinan lembaga antirasuah semakin digoyang dengan dilaporkan Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen ke Polisi.
Dengan dilaporkannya para pimpinan KPK dikhawatirkan lembaga ini tidak akan bekerja dengan semestinya. Ini membuat para koruptor bergembira.
Mengenai hal ini ditanggapi oleh Muhamad AS Hikam, mantan Menristek di era Presiden Gusdur di laman facebook-nya mengatakan bahwa KPK sedang menghadapi ancaman.
“Lembaga antirasuah tersebut sedang dikeroyok habis-habisan oleh kekuatan gabungan yang sangat tidak seimbang, mulai dari Polri, koalisi parpol pendukung Pemerintah, politisi yang selama ini antiKPK, elit politik di Istana dan kelompok pendukung BG,” terangnya.
Dalam kondisi seperti ini, hanya Jokowi yang diharapkan bisa memberikan jalan keluar dan bahkan penyelamatan bagi lembaga ini.
“Jokowi memang secara tidak langsung bukanlah sumber konflik antara KPK vs Polri. Namun kredibilitas Jokowi ikut terpengaruh manakala lembaga independen yang punya reputasi sangat baik di mata rakyat Indonesia dan dunia dalam pemberantasan korupsi itu benar-benar kolaps karena dikeroyok oleh kelompok kepentingan yg menginginkan kehancurannya. Jika seluruh pimpinan KPK menjadi tersangka, otomatis mereka harus mengundurkan diri, karena hal itu merupakan aturan baku yang ada di sana. Tidak seperti misalnya Polri, di mana salah sorang pejabat terasnya tersangka pun masih tenang-tenang saja, bahkan mangkir untuk hadir dalam pemeriksaan. Konsekuensinya, bukan saja KPK sebagai lembaga akan lumpuh karena tanpa pimpinan efektif, tetapi juga semua urusan yang sedang berjalan dan dalam perencanaan akan berhenti. Padahal, Presiden secara aturan main masih mempunyai hak intervensi yang bisa dipakai untuk menyelamatkan KPK,” sambung Hikam.
Karena itu diharapkan Presiden segera bertindak tegas atas konflik yang dialami dua lembaga penegak hukum itu.
"Jokowi bisa saja mengeluarkan keputusan yang bisa menunda pemeriksaan yang sedang dilakukan Polri terhadap para pimpinan KPK, sehingga proses pemeriksaan terhadap BG segera bisa berlanjut sampai ke sidang Pengadilan Tipikor. Setelah itu, bisa saja para pemimpin KPK tersebut diperiksa kembali oleh aparat Polri. Maka integritas KPK akan bisa dipertahankan dan keadilan juga ditegakkan karena toh mereka yang menjadi tersangka oleh Polri tetap akan diperiksa sampai setuntas-tuntasnya,” ucap Hikam.
Diakui Hikam, Jokowi memang dalam posisi sangat sulit karena pihak yang selama ini mendukung BG akan mencoba menghalangi dengan segala cara.
“Tetapi saya kira waktunya sudah sangat mendesak. Semakin lama konflik POlri vs KPK ini dibiarkan maka akan semakin tak terkontrol dan imbasnya bisa kemana-mana. Dan yang sangat dikhawatirkan dengan situasi KPK yang gawat ini tentu adalah terbengkalainya kasus-kasus Tipikor yg sedang ditangani. Tentu saja, para koruptor dan penolak KPK lah yang akan bersorak dan berpesta pora,”tutupnya. [fn]
Tak berhenti dengan ditetapkannya BW sebagai tersangka, pimpinan lembaga antirasuah semakin digoyang dengan dilaporkan Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen ke Polisi.
Dengan dilaporkannya para pimpinan KPK dikhawatirkan lembaga ini tidak akan bekerja dengan semestinya. Ini membuat para koruptor bergembira.
Mengenai hal ini ditanggapi oleh Muhamad AS Hikam, mantan Menristek di era Presiden Gusdur di laman facebook-nya mengatakan bahwa KPK sedang menghadapi ancaman.
“Lembaga antirasuah tersebut sedang dikeroyok habis-habisan oleh kekuatan gabungan yang sangat tidak seimbang, mulai dari Polri, koalisi parpol pendukung Pemerintah, politisi yang selama ini antiKPK, elit politik di Istana dan kelompok pendukung BG,” terangnya.
Dalam kondisi seperti ini, hanya Jokowi yang diharapkan bisa memberikan jalan keluar dan bahkan penyelamatan bagi lembaga ini.
“Jokowi memang secara tidak langsung bukanlah sumber konflik antara KPK vs Polri. Namun kredibilitas Jokowi ikut terpengaruh manakala lembaga independen yang punya reputasi sangat baik di mata rakyat Indonesia dan dunia dalam pemberantasan korupsi itu benar-benar kolaps karena dikeroyok oleh kelompok kepentingan yg menginginkan kehancurannya. Jika seluruh pimpinan KPK menjadi tersangka, otomatis mereka harus mengundurkan diri, karena hal itu merupakan aturan baku yang ada di sana. Tidak seperti misalnya Polri, di mana salah sorang pejabat terasnya tersangka pun masih tenang-tenang saja, bahkan mangkir untuk hadir dalam pemeriksaan. Konsekuensinya, bukan saja KPK sebagai lembaga akan lumpuh karena tanpa pimpinan efektif, tetapi juga semua urusan yang sedang berjalan dan dalam perencanaan akan berhenti. Padahal, Presiden secara aturan main masih mempunyai hak intervensi yang bisa dipakai untuk menyelamatkan KPK,” sambung Hikam.
Karena itu diharapkan Presiden segera bertindak tegas atas konflik yang dialami dua lembaga penegak hukum itu.
"Jokowi bisa saja mengeluarkan keputusan yang bisa menunda pemeriksaan yang sedang dilakukan Polri terhadap para pimpinan KPK, sehingga proses pemeriksaan terhadap BG segera bisa berlanjut sampai ke sidang Pengadilan Tipikor. Setelah itu, bisa saja para pemimpin KPK tersebut diperiksa kembali oleh aparat Polri. Maka integritas KPK akan bisa dipertahankan dan keadilan juga ditegakkan karena toh mereka yang menjadi tersangka oleh Polri tetap akan diperiksa sampai setuntas-tuntasnya,” ucap Hikam.
Diakui Hikam, Jokowi memang dalam posisi sangat sulit karena pihak yang selama ini mendukung BG akan mencoba menghalangi dengan segala cara.
“Tetapi saya kira waktunya sudah sangat mendesak. Semakin lama konflik POlri vs KPK ini dibiarkan maka akan semakin tak terkontrol dan imbasnya bisa kemana-mana. Dan yang sangat dikhawatirkan dengan situasi KPK yang gawat ini tentu adalah terbengkalainya kasus-kasus Tipikor yg sedang ditangani. Tentu saja, para koruptor dan penolak KPK lah yang akan bersorak dan berpesta pora,”tutupnya. [fn]