Halal atau haramkah tes keperawanan sebagai syarat kelulusan sekolah, sebagaimana diusulkan salah satu anggota DPRD Jember, Jawa Timur? Majelis Ulama Indonesia Jember menjawabnya.
"Hasil kajian kami menyatakan, untuk tes keperawanan dan keperjakaan tidak memungkinkan dalam pandangan Islam," kata Abdul Haris dari Komisi Fatwa MUI Jember, saat bertemu dengan sejumlah legislator di DPRD Jember, Senin, 9 Februari 2015.
Menurut Haris, hal ini dilatarbelakangi penegasan dalam Islam bahwa aib harus ditutup rapat-rapat.
"Tidak memungkinkan kita kalau bukan karena alasan lebih besar untuk menyebarluaskan aib," katanya.
Dalam Al Quran, menurut Haris, sudah tegas tidak memungkinkan adanya tes itu.
"Dalam fikih Islam, yang namanya melakukan perbuatan zinah, disunnahkan untuk tidak mengaku. Kalau seandainya sudah kadung, sudah terlanjur mengaku, disunnahkan untuk menarik kembali pengakuannya. Jadi dalam hukum Islam yang dijadikan pegangan: lebih baik memaafkan tapi salah, dibandingkan mengeksekusi tapi salah," katanya.
"Dalam hadits secara khusus lebih tegas: barang siapa menutup aurat sesama muslim lain, maka Allah akan menutup aurat yang bersangkutan," kata Haris. Tes keperawanan berpotensi membongkar aib orang lain.
Bagaimana dengan tuduhan zina yang berujung sanksi? Menuduh zina pun tak bisa sembarangan. Haris mengatakan, perlu minimal empat orang saksi dan atau ada pengakuan dari orang yang dituduh melakukan. Tanpa itu semua, maka tuduhan tidak bisa dibuktikan.
"Oleh sebab itu tidak memungkinkan melakukan tes keperawanan. Bagaimana mau melakukan tes keperawanan tanpa diketahui orang lain. Dampak lanjutan dari tes keperawanan itu pasti orang lain akan menggunjingkan. Padahal jelas tidak diperkenankan bagi orang Muslim menyerbarluaskan aib orang lain," kata Haris.
Haris menghargai semangat anggota DPRD Jember yang ingin membentengi moralitas generasi muda dari dekadensi.
"Tapi kita cari solusi lain yang bukan hanya kelihatan Islami tapi memang benar-benar Islami," katanya.
Wacana tes keperawanan dikemukakan legislator Partai Kebangkitan Bangsa Mufti Ali saat rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan Jember, di ruang Komisi D DPRD setempat, Selasa, 3 Februari 2015.
"Sangat memprihatinkan ketika pendidikan di Jember yang katanya maju, tapi miris mendengar ada siswa berumur SMP berhubungan seksual sebelum ada akad nikah," katanya saat itu.
Mufti meminta agar Dinas Pendidikan Jember membuat formulasi pencegahan kerusakan moral di kalangan siswa.
"Kalau perlu dicek dulu keperawanan kalau mau lulus. Kalau tidak perawan, tidak lulus. Ini (sepertinya) guyon, tapi serius. Demi masa depan," katanya. [*]