Ada tiga orang Indonesia bermarga Sitorus yang tercatat sebagai orang kaya alias memiliki uang di atas triliunan rupiah, menurut catatan peramban Google.
Pertama, Martua Sitorus, anak Siantar yang memiliki perusahaan Willmar Group. Majalah Forbes pernah menempatkannya sebagai orang terkaya di Indonesia – pada urutan ke-15. Kekayaannya ditaksir sekitar US 1,6,- milyar. Kalau dikalikan dengan rupiah dengan kurs Rp. 10.000,- saja, jumlahnya, tak akan kurang dari Rp. 16,- triliun.
Kedua, DL Sitorus, seorang pengusaha swasta yang tidak pernah diungkap kekayaannya. Antara lain karena Opung Sitorus ini sudah sejak tahun 2004 terus berpindah dari satu penjara ke penjara lainnya. Dia dipenjara karena melakukan pembakaran hutan untuk bisnis kayunya, padahal katanya yang dia babat termasuk hutan lindung. Opung Sitorus dijuluki Raja Hutan. Sebab kawasan yang dikuasai, konon seluruh wilayah Sumatera bagian Timur sampai ke Sumatera bagian Utara.
Ketiga, Labora Sitorus, seorang polisi berpangkat sersan yang bertugas di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Kekayaan atau peredaran uang Labora Sitorus terlacak oleh PPATK. Jumlahnya mencapai Rp. 1,5 triliun.
Dari ketiga orang kaya ini hanya Martua Sitorus dan DL Sitorus yang pernah saya temui atau bertemu dengan saya.
Saya bertemu dengan Martua di acara makan siang dengan Presiden Vietnam di Hotel Indonesia Kepinsksi, tahun 2013.
Saya bisa berramah tamah dengan Martua Sitorus karena kebetulan Dr.Master Tumanggor, mantan Bupati Dairi, merupakan salah seorang kepercayaannya, kebetulan sahabat saya. Kami berdua sama-sama belajar bahasa di Kota Vichy, Prancis.
Pertemuan di acara Presiden Vietnam itu, membawa saya bertemu kembali dengan Martua di kantor pusatnya yang cukup modern di daerah Kuningan, Jakarta Pusat.
Kesan saya, Martua Sitorus, merupakan pengusaha yang sukses sejak usia masih muda. Pria kelahiran tahun 1960 itu dalam usia di bawah 30 tahun sudah sukses merambah bisnis dengan jaringan internasional.
Dengan DL Sitorus, antara lain saya kenal karena salah seorang wanita yang dia kenal beberapa tahun silam, meminta saya untuk mendampinginya, menjenguk di penjara Karawang Timur.
Sitorus saudaranya yang jadi Bupati pertama Kabupaten Tobasa, sebelum pulang kampung, teman saya bermain golf.
Ketika DL Sitorus dipindah ke penjara Sukamiskin, Bandung, wanita kenalannya ini juga minta saya menemaninya.
Cukup banyak kesan pribadi saya tentang Opung Sitorus. Tahun 2008 misalnya ketika mengunjunginya di Karawang Timur, usianya sudah 72 tahun. Namun penampilannya masih tetap enerjetik.
Di dalam penjara, tak henti-hentinya tamu dari berbagai daerah datang menjenguknya. Di ruang tahanan yang cukup luas itu, si Opung punya meja khusus. Di laci meja itu nampaknya tersimpan uang tunai dalam jumlah yang cukup banyak. Sebab kadang dia memberi uang tunai kepada orang yang menemuinya tapi kadang kala ia menanda—tangani cek tunai atau cek giro.
Entah bagaimana kabarnya si Opung sekarang.
Di mata saya, Martua Sitorus dan DL Sitorus yang punya latar belakang berbeda, uang bukan lagi sebuah persoalan. Setiap hari, keduanya terus mencetak uang.
Dengan Labora Sitorus, saya tidak kenal dan tentu saja belum pernah ketemu. Saya hanya “bertemu” dengan Labora lewat pemberitaan, khususnya media televisi.
Saya mencatat, Labora Sitorus menghadapi masalah atas kekayaannya yang mencapai Rp. 1,5 triliun.
Jumat 6 Februari 2015, pukul 1700, saya terkejut mengikuti berita di Metro TV. Reporter Yudha Panjaitan berhasil mewawancarainya di kediaman Sitorus di Sorong. Sementara di Jakarta, kurang dari lima menit di program berita yang sama, disiarkan press conference seorang Jaksa, yang isinya menyebut, Labora Sitorus tidak bisa ditangkap atau dieksekusi, karena si terpidana tidak berada di tempat tinggalnya.
Terjadi tuduh menuduh. Polri antara lain dituding melindungi Labora Sitorus yang berpangkat AIPTU - kalau tidak salah setara dengan Sersan di TNI.
Lalu mana yang benar?
Ceritera keberadaan Labora Sitorus yang saling bertolak belakang ini mengingatkan kisah Pauline Maria Lumowa yang dituding ggterlibat dalam LC fiktif senilai Rp. 1,7 triliun.
Kapolri bilang, Lumowa entah berada di mana, tapi wartawan RCTI bisa menemukannya di Singapura.
Petugas kejaksaan bilang, Labora tidak ada di rumahnya di Sorong Papua. Tapi Metro TV berhasil mewawancarainya di tempat tinggalnya.
Labora divonis bersalah oleh penegak hukum, karena tindak pidana. Tapi Labora melakukan perlawanan. Dia menilai hukum yang diterapkan kepadanya, menggunakan pasal-pasal palsu.
Labora bahkan menegaskan, dia bersedia patuh atas hukum rimba.Tetapi akan melakukan perlawanan terhadap hukum palsu.
Sebenarnya, ada banyak balada lain yang mirip dengan balada 3 Sitorus yang juga terkait kepemilikan uang triliunan rupiah. Balada "keajaiban" hilangnya seorang tersangka dan kepemilikan uang triliunan rupiah yang -meski haram, namun diupayakan menjadi halal- menunjukkan buruknya wajah hukum dan para penegaknya di negeri ini. (fs).
Sumber: Derek M, senior journalist