"Tak pernah ada yang mengira bahwa masalah utama Jokowi ternyata bukan datang dari partai 'oposisi', tapi dari partai pendukungnya sendiri," ungkap politisi Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla, 29 Januari 2015 malam.
Pendapat Ulil ini senada dengan pendapat pengamat politik UI, Ikrar Nusa Bhakti.
Hambatan utama Jokowi dalam bekerja, menurut pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti adalah adalah PDI P selaku partai pengusungnya dalam Pilpres 2014 lalu.
“Hambatan utama kinerja presiden adalah partai pendukungnya sendiri, terutama PDI P, karena partai ini benar-benar amburadul komentar politiknya,” ujar Ikrar dalam diskusi “100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK” yang diselenggarakan Forum Intelektual Studi untuk Indonesia (FISUI) di Jakarta, Kamis, 29 Januari 2015.
Ikrar menilai, setidaknya ada dua kesalahan kader PDI P dalam berkomentar secara politik yang menimbulkan pertanyaan di publik.
Pertama, terkait pernyataan politisi PDI P Effendi Simbolon yang menakar durasi jabatan Jokowi tidak akan lama lagi berakhir karena akan dimakzulkan. Ikrar heran, apakah Effendi Simbolon mengerti bahwa presiden tidak bisa dimakzulkan karena kinerja, melainkan karena melanggar UUD 1945.
Yang kedua, katanya, terkait pernyataan Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, yang menyebutkan adanya permainan politik yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad yang diketahui politisi PDIP. Dalam pernyataannya, Hasto mengatakan pertemuan Samad dengan petinggi PDIP dilakukan berkali-kali.
“Jika benar Abraham Samad cawe-cawe, kalau pertemuannya sampai enam kali, artinya PDIP memberikan kesempatan buat Abraham Samad. Artinya, kalau Abraham Samad nakal, PDIP nakal juga,” tuturnya.
Sementara itu, di tempat terpisah, di Gedung DPR, Jakarta, mantan Sekertaris Jenderal PDIP Pramono Anung pada Kamis ini juga mengatakan, sikap kritis PDIP menjadi hal biasa di setiap kader. Karena, PDIP sudah terbiasa menjadi partai oposisi yang berada di luar pemerintahan. “Kami ini 10 tahun di luar pemerintahan, kami biasa mengkritisi, mengubah dari kritis ke dalam pemerintahan tidak mudah,” ujar Pramono.
Pramono menilai, apa yang disampaikan Effendi Simbolon dalam mengkritik Jokowi hanyalah sikap kritis yang melekat di setiap kader. Tapi, substansi dari kritik harusnya menjadi perhatian dari Jokowi. Terlebih, dalam negara demokrasi, kritik akan lebih didengar.
Jadi, menurut Pramono, kritik Effendi Simbolon dan kader PDI P yang lain bagus sebagai pengingat Jokowi.
“Enggak ada keinginan untuk lakukan impeachment,” ungkapnya.
Kritik yang disampaikan kader PDI P, tambahnya, wajar saja, sebagai peringatan bagi Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Pramono juga mengatakan, salah satu kelemahan dari pemerintahan Jokowi adalah semua menteri bergayanya seperti Jokowi. Gaya yang sering ditiru para menteri itu adalah blusukan. Menurut dia, blusukan pun harus dilihat dulu persoalannya, lalu dideskripsikan serta dicarikan solusi. [*]