Oleh Abrar Rifai*
“Muhibbu Al-Lughah Al-‘Arabiyah Wa Adabiha (Pecinta Bahasa dan Sastra Arab)” adalah grup di WhatsApp yang digagas oleh Dr. Halimi Zuhdi. Grup ini diikuti oleh para pecinta Bahasa Arab dari berbagai negara. Karena itulah saya merasa tersanjung saat Syaikh Halimi berkenan memasukkan saya ke grup tersebut. Ada banyak pelajaran yang saya peroleh dari grup ini. Secara memang kebanyakan anggotanya adalah doktor. Sedang diri ini hanyalah tulaibul ilmi alfaqir.
Hari berganti, minggu pun berubah, tidak ada yang aneh di grup ini. Karena pembahasan selalu sesuai dengan konteks kebahasaan, sebagaimana yang menjadi nama grup. Namun entah kenapa, kemaren kok tiba-tiba yang dibahas adalah poligami.
Usut punya usut, ternyata pembahasan tersebut bermula dari sebuah gambar yang diunggah seorang anggota. Gambar seorang perempuan yang membentangkan sebuah sepanduk bertuliskan: “Ya rijalal ummah, ittaqullaha, wa ‘addidu watazawwaju arba’an wa anqidzu banatil islam minal unusah = Wahai para lelaki, takutlah kalian kepada Allah. Berpoligamilah. Nikahilah empat perempuan. Selamatkan para gadis, agar tidak jadi perawan tua!”
Dr. Halimi Sang Punggawa grup malah merespon gambar tersebut, “Pernyataan di atas sungguh berat untuk dipraktekkan, kecuali mereka yang mempunyai kekuatan.” Karena dasarnya saya memang sudah akrab dengan Ust. Halimi, maka saya pun buru-buru merespon komentar beliau. “Berat itu bagi mereka yang enggan melaksanakannya. Tapi, sesiapa saja yang berani melakukan poligami, maka dengan sendirinya Allah akan memberikan padanya kekuatan. Baik kekuatan fisik atau pun kekuatan finansial.”
Diskusi terus berlanjut. Dalil naqli atau pun aqli mengalir begitu saja dari ujung jari para anggota. Mulai yang serius sampai santai, seperti komentar saya. Tapi, pada catatan ini, saya hanya akan mengutip satu komentar yang saya anggap paling menarik. Yaitu komentar dari Dr. Najib Ali Abdullah. Saya tidak tahu beliau dari negara mana, yang pasti dari nomer yang beliau pakai, kode negaranya, +967.
Menurut Dr. Najib, bahwa asal pernikahan itu adalah poligami, bukan monogami. Belaiu beragumen karena perintah menikah dimulai, “Nikahilah oleh kalian, perempuan baik-baik di antara kalian, dua, tiga atau empat.” Baru, kemudian kalau memang merasa tidak bisa untuk berlaku adil, cukup menikahi satu perempuan sahaja. Begitu juga dengan segala hal, semuanya berbilang, kecuali Allah. Karena Tuhan memang harus satu. Termasuk juga shalat wajib lima waktu. Semuanya berbilang, tidak ada yang satu rakaat, kecuali shalat khauf. Shalat shubuh dua rakaat. Shalat maghrib tiga rakaat. Shalat zhuhur, ashar dan isyak empat rakaat.
Sebagaimana disebutkan di atas, tidak ada shalat wajib yang satu rakaat, kecuali shalat khauf (takut). Begitu juga dengan pernikahan, tidak ada pernikahan yang hanya satu perempuan, kecuali pernikahan ketakutan. Jadi mereka yang menikahi satu perempuan saja, hanya ada dua kemungkinan bagi mereka: Pertama mereka berada dalam keadaan genting yang menegangkan dan menakutkan. Seperti perang atau bencana misalnya. Yang ke dua, dan ini yang banyak terjadi, mereka adalah lelaki penakut!
Demikian yang bisa saya kutip dan terjemahkan sebagaimana janji saya kemaren. Maka, perkenankanlah saya menutup catatan ini dengan komentar Syaikh Halimi kembali. Kata beliau, “Ini pembahasan yang panas. Saya butuh air untuk mendinginkan diri.” Wah! :D
*dari notes fb Abrar Rifai