Dalam tradisi kekuasaan di Nusantara masa lampau, resi, pujangga, kiai, dan ulama adalah lembaga pemberi isyarat. Kekuasaan raja surut, manakala “isyarat dari atas angin” tersebut tidak diperhatikan.
Belajar dari sejarah, maka rakyat saat ini merindukan pemimpin yang inlightened atau tercerahkan. Artinya, dia memiliki visi informasi yang dinamis, emansipatoris dan rendah hati mau mengakui bahwa kekuasaan itu harus dikaitkan pada komitmen kesejahteraan umum dan tidak lepas dari pembatasan dan kontrol.
Maka dari sanalah, seharusnya pendukung pemerintahan berkuasa berkiblat. Agar mudah mengartikan mana kritik mana hujat. Sebab negara ini milik bersama dan didirikan atas dasar niat baik untuk kesejahteraan bersama, bukan kesejahteraan perorangan. Agar semua kritik yang merupakan “isyarat dari atas angin” dipandang sebagai informasi yang dinamis dalam rangka pembenahan tata kelola sebuah pemerintahan.
Mengutip istilah Kang Sujiwo Tejo “Pemimpin tangan besi mematikan nyali, pemimpin yang dinabikan mematikan nalar.”
Karena itu kawan, jagalah agar nalar tetap menyala demi kebaikan bersama dan demi tegaknya demokrasi pancasila…selamat malam…
(Zulham Mubarak)
Maka dari sanalah, seharusnya pendukung pemerintahan berkuasa berkiblat. Agar mudah mengartikan mana kritik mana hujat. Sebab negara ini milik bersama dan didirikan atas dasar niat baik untuk kesejahteraan bersama, bukan kesejahteraan perorangan. Agar semua kritik yang merupakan “isyarat dari atas angin” dipandang sebagai informasi yang dinamis dalam rangka pembenahan tata kelola sebuah pemerintahan.
Mengutip istilah Kang Sujiwo Tejo “Pemimpin tangan besi mematikan nyali, pemimpin yang dinabikan mematikan nalar.”
Karena itu kawan, jagalah agar nalar tetap menyala demi kebaikan bersama dan demi tegaknya demokrasi pancasila…selamat malam…
(Zulham Mubarak)