![]() |
Utang budi politik kepada para elite penyokongnya, untuk sebagian besar sudah dibayar Jokowi. Giliran rakyat menagih janjinya agar Jokowi tidak sekadar "Petruk Dadi Ratu" yang cenderung hampa makna dan seolah cerita wayang belaka.
Salah satu titik lemah Jokowi adalah ketika harga minyak dunia turun, pemerintahnya justru menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada hari-hari awal kekuasaannya. Meski kemudian Presiden Jokowi menurunkan harga BBM sebanyak dua kali, rakyat banyak tetap terpukul sebab turunnya harga BBM itu tidak disertai dengan turunnya harga-harga sembako.
Titik lemah ini membuat popularitas Jokowi merosot dan kekecewaan publik meluap. Celoteh masyarakat bahwa Jokowi itu "Petruk Dadi Ratu" pun meluas di kalangan rakyat. Harapan dan kekecewaan rakyat tumpang tindih dan sumbat-menyumbat.
Memang sangat banyak masalah yang dihadapi pemerintahan Jokowi, sehingga tidak mungkin bisa diatasi dan diselesaikan dalam 100 hari. Satu hal yang patut dicatat bahwa Jokowi dan Wapres JK telah menyerukan untuk hidup sederhana, bekerja keras, tetap tidak berubah, mau mendengar rakyat dan mengamini aspirasi rakyat yang tulus dan jujur. Kini terpulang pada Jokowi - JK dan jajaran pemerintahannya, apakah tetap konsisten untuk hidup sederhana, bekerja keras dan peduli rakyat.
Harus diakui, Jokowi bekerja keras dengan segala daya dan kemampuan serta keterbatasan yang dimiliki. Tanpa terasa Jokowi - JK telah 100 hari di puncak kekuasaan karena keduanya dilantik pada 20 Oktober 2014.
Sejauh ini, belum teruji kemampuan pemerintahan Jokowi menciptakan stabilitasi harga-harga sembako. Tidak sekadar harga-harga sembako murah, tetapi juga tersedia di seantero Tanah Air. Hal tersebut selalu dirindukan oleh mayoritas rakyat kita, sebab stabilitas harga sembako adalah kunci keadilan dan kesejahetraan social.
Tanpa stabilitas harga sembako, tak ada artinya ruang fiskal Rp230 triliun dalam APBNP 2015. Juga tak ada artinya pertumbuhan ekonomi 5,8%, inflasi 5%, surat perbendaharaan negara selama tiga bulan sebesar 6,2%.
Naiknya harga barang-barang kebutuhan sembako (sembilan bahan pokok) harus mendorong Jokowi menurunkannya dan menstabilkannya kembali. Jokowi harus belajar dari fakta bahwa di masa lalu, pemerintah orde reformasi yang sudah silih berganti, terbukti takluk dan tidak berdaya menghadapi kenaikan harga sembako karena yang mengontrol sembako dan berbagai kebutuhan rakyat banyak adalah para oligarki dan kapitalis predator yang di masa orde baru terbiasa dengan perlaku monopolis dan oligopolis.
Oleh sebab itu, 100 hari pertama di kekuasaan mustinya memotivasi Jokowi tak sekadar "Petruk Dadi Ratu" dan berusaha untuk memenuhi hak-hak dasar rakyat seperti sandang, pangan dan papan dengan rasa aman tentram agar menorehkan makna dan arti sebagaimana janji Jokowi sendiri. Sehingga Nawacita dan Revolusi Mental tidak terpenggal dan tak sekadar slogan kosong yang sia-sia. [in/fs]
Harus diakui, Jokowi bekerja keras dengan segala daya dan kemampuan serta keterbatasan yang dimiliki. Tanpa terasa Jokowi - JK telah 100 hari di puncak kekuasaan karena keduanya dilantik pada 20 Oktober 2014.
Sejauh ini, belum teruji kemampuan pemerintahan Jokowi menciptakan stabilitasi harga-harga sembako. Tidak sekadar harga-harga sembako murah, tetapi juga tersedia di seantero Tanah Air. Hal tersebut selalu dirindukan oleh mayoritas rakyat kita, sebab stabilitas harga sembako adalah kunci keadilan dan kesejahetraan social.
Tanpa stabilitas harga sembako, tak ada artinya ruang fiskal Rp230 triliun dalam APBNP 2015. Juga tak ada artinya pertumbuhan ekonomi 5,8%, inflasi 5%, surat perbendaharaan negara selama tiga bulan sebesar 6,2%.
Naiknya harga barang-barang kebutuhan sembako (sembilan bahan pokok) harus mendorong Jokowi menurunkannya dan menstabilkannya kembali. Jokowi harus belajar dari fakta bahwa di masa lalu, pemerintah orde reformasi yang sudah silih berganti, terbukti takluk dan tidak berdaya menghadapi kenaikan harga sembako karena yang mengontrol sembako dan berbagai kebutuhan rakyat banyak adalah para oligarki dan kapitalis predator yang di masa orde baru terbiasa dengan perlaku monopolis dan oligopolis.
Oleh sebab itu, 100 hari pertama di kekuasaan mustinya memotivasi Jokowi tak sekadar "Petruk Dadi Ratu" dan berusaha untuk memenuhi hak-hak dasar rakyat seperti sandang, pangan dan papan dengan rasa aman tentram agar menorehkan makna dan arti sebagaimana janji Jokowi sendiri. Sehingga Nawacita dan Revolusi Mental tidak terpenggal dan tak sekadar slogan kosong yang sia-sia. [in/fs]