Hati-Hati Penyerangan Charlie Hebdo Perluas Sentimen Anti Islam


Pemimpin Muslim dunia mengecam serangan mematikan di kantor majalah satire Perancis, Charlie Hebdo. Di lain sisi, menurut mereka, peningkatan sentimen anti-Islam di Eropa berisiko memperdalam dukungan bagi kelompok ekstrem di kawasan tersebut.

Petinggi pemerintahan dari sejumlah negara Muslim menyampaikan simpati dan solidaritas untuk Perancis, sesudah beberapa lelaki bersenjata membunuh 12 orang di kantor Charlie Hebdo. Majalah satire itu sudah lama menjadi sasaran beberapa kelompok, lantaran sejumlah kartunnya dianggap memperolok umat Islam.

Di Eropa dan Amerika Serikat, pemuka Islam menyerukan kembali toleransi. Beberapa masjid memperketat keamanan, antisipasi akan kemungkinan tindakan balasan. Di media sosial Twitter serta Facebook, barisan organisasi Islam mengecam penyerangan. Sejumlah besar menggunakan tanda pagar #CharlieHebdo untuk menyatakan solidaritas.
Di Kairo, Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Sameh Shoukry menyatakan negaranya “berada pada pihak Perancis” dalam perlawanan terhadap terorisme yang mengancam keamanan dan stabilitas global. Pesan yang sama juga diserukan pemerintah Arab Saudi, Tunisia, dan Irak.

Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan perlawanan terhadap terorisme merupakan “keharusan mutlak.” Namun, ia juga mengingatkan bahwa sentimen anti-Islam di Eropa adalah sikap yang dapat memperdalam risiko teror.

“Kita perlu memberantas Islamofobia sekaligus terorisme. Kami kembali menggarisbawahi bahaya peningkatan rasisme, diskriminasi, dan Islamofobia di Eropa. Sikap ini langsung terhubung dengan terorisme. Keduanya saling memberi dampak,” sahutnya.

Dalam pesan kepada Presiden Perancis François Hollande, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam serangan sebagai terorisme. Ia menyebut “kejahatan mengerikan” semacam itu dikecam secara moral dan agama.

Serangan Rabu silam terjadi kala pemerintah di negara-negara Islam beradu pendapat soal tanggapan atas Daulah Islamiyah alias ISIS. Eropa sendiri kian cemas akan kemungkinan serangan oleh warga mereka, yang pergi ke Suriah dan Irak demi bertempur bersama pasukan radikal.

Kota-kota dunia juga kerap menjadi sasaran teror dalam beberapa bulan terakhir. Pada Rabu pagi waktu setempat, 33 orang tewas di San’a, ibukota Yaman, setelah bom bunuh diri dalam sebuah mobil meledak di dekat barisan siswa akademi polisi.

Organisasi Islam di Eropa mendesak dialog lintas keagamaan yang mendalam guna mengatasi friksi di masyarakat.

Organisasi Muslim di Belanda mencemaskan insiden silam memicu ketegangan keagamaan dalam masyarakat. “Ini adalah pembantaian dan kami muak,” kata Aissa Zanzen, juru bicara Dewan Masjid Maroko di Belanda.

“Tentu, pertama-tama kami butuh mendapat konfirmasi akan fakta-faktanya. Namun, jika kelompok radikal yang bertanggung jawab, kelompok Muslim akan kian terdampak,” papar Zanzen.

Di Amerika Serikat, Dewan Urusan Masyarakat Muslim—yang melobi komunitas Muslim Amerika dan pemerintah guna merealisasikan rencana identifikasi dan respons terhadap kemungkinan kelompok ekstrem—menyatakan serangan di Paris “menekankan pentingnya kerja sama antara komunitas dan penegak hukum guna mengatasi ekstremisme sarat kekerasan.” [wsj/fs]
Baca juga :