Budi Gunawan Tidak Mau Datang Dipanggil KPK di Jumat Keramat

KPK dijadwalkan memeriksa Komjen Budi Gunawan (BG) hari Jumat ini, 30 Januari 2015. Jumat selalu jadi 'keramat' bagi KPK karena di hari itu banyak tersangka kasus korupsi yang dijebloskan KPK ke penjara. Akankah BG hadir ke KPK? Lewat pengacaranya, tersangka kasus gratifikasi ini memastikan tidak hadir.

Istilah Jumat Keramat muncul karena KPK banyak melakukan penahanan setelah memeriksa tersangka korupsi di hari ini. Contoh mereka yang ditahan di Jumat Keramat antara lain Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Miranda Goeltom, dan Ratu Atut Chosiyah,

Informasi soal pemeriksaan BG diungkapkan Kabag pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.

"Benar, BG diperiksa sebagai tersangka, besok, Jumat, 30 Januari," terang Priharsa, di kantornya, kemarin.

BG yang masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri ini akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji semasa menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006.

Priharsa menambahkan, surat panggilan pemeriksaan telah dilayangkan oleh penyidik sejak awal pekan ini.

"KPK mengharapkan yang bersangkutan bisa kooperatif, dalam hal ini hadir memenuhi panggilan penyidik," imbaunya.

Pengacara Komjen BG, Razman Nasution, memastikan kliennya tak akan datang.

"Saya pastikan BG tidak penuhi panggilan KPK," kata Razman, kemarin, Kamis 29 Januari 2015.

Salah satu alasannya, kata Razman, karena BG tak pernah melihat surat panggilannya.

"Surat panggilan dari KPK ada, dikirim ke Mabes, Lemdikpol, dan kediaman BG. Tapi belum sampai ke tangan klien kami. Ini aneh karena nggak ada surat pengantarnya, nggak ada tanda terimanya. Buat apa datang?" jelas Razman.

Razman sendiri mengaku keberatan dengan pemanggilan itu. Menurutnya, KPK seharusnya tidak memproses dulu kasus ini.

Senin, 2 Februari 2015 praperadilan kasus ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Idealnya selesai dulu putusannya," tegasnya

Yang pasti, Razman membantah, BG menggunakan institusi Polri untuk mengamankan dirinya dari kasus ini.

"Beliau katakan 100 persen tidak akan gunakan itu (Polri)," tegasnya

Razman menegaskan, BG sangat paham posisinya sebagai Kapolri bila dilantik dan posisi tersangka oleh KPK. BG juga tak akan menggunakan Polri untuk menyerang KPK.

Sementara, para perwira polisi yang dipanggil menjadi saksi kasus ini terus mangkir. KPK mendapat informasi, ada. telegram rahasia (TR) yang menginstruksikan mereka tak perlu datang.

Wakil Ketua Bambang Widjojanto menyatakan, selain TR "larangan" itu, ada pula TR yang memerintahkan para perwira itu memenuhi panggilan KPK. Komisi antirasuah itu tengah menyelidiki dua TR itu.

"Kami sedang mengklarifikasi katanya ada TR yang Waka (Badrodin Haiti) itu setuju untuk dipanggil, lalu ada TR lain yang menyatakan tak perlu datang," jelas Bambang di kantor Ombudsman, kemarin.

Bila TR "larangan datang" itu terbukti benar, pemberi perintah itu dapat dikenakan pasal menghalang-halangi penyidikan.

"Tapi sekali lagi kami sedang mengklarifikasi hal itu," imbuhnya.

Pemberi perintah bisa dikenakan Pasal 21 UU No 39 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dapat dipidana dengan pidana penjara 3-12 tahun dan atau denda minimal Rp150-600 juta.

Diketahui, KPK sudah memanggil 10 orang saksi, 9 di antara merupakan polisi. Namun hanya satu orang yang memenuhi panggilan yaitu Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu. Kemarin, untuk kedua kalinya, Sitepu menjalani pemeriksaan.

Delapan yang mangkir adalah Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Drs Herry Prastowo, dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Drs Ibnu Isticha, dan biro bekas Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum Polri, Brigjen (Purn) Heru Purwanto

Kemudian, eks Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairwasum) Mabes Polri Irjen Andayono yang sekarang menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Timur. Lalu, Wakil Kepala Polres Jombang Kompol Sumardji, Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan, Widyaiswara Madya Sespim Lemdikpol Brigadir Jenderal Pol Budi Hartono Untung, serta anggota Polres Bogor Brigadir Triyono.

Karena itu KPK berencana melayangkan surat panggilan berikutnya. Kali ini, akan mencantumkan tembusannya kepada Presiden Jokowi. Komisi superbody ini juga mempertimbangkan meminta bantuan TNI untuk menghadirkan saksi-saksi dalam penyidikan perkara ini.

Usulan melibatkan TNI itu datang dari pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar. Menurutnya, hanya TNI yang saat ini bisa dimintai tolong, lantaran KPK tidak mungkin meminta bantuan Brigade Mobil (Brimob) seperti yang selama ini dilakukan.

Namun TNI menegaskan tak mau terlibat masalah ini.

"Tak ada relevansinya melibatkan TNI dalam jemput paksa dan lain-lain. Sebab tugas TNI itu menegakkan kedaulatan negara, memelihara keutuhan wilayah, dan menjaga keselamatan bangsa," ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Fuad Basya, kemarin.

Dalam perkara ini, KPK sudah mencegah empat orang pergi keluar negeri, mereka adalah Budi Gunawan; anaknya, Muhammad Herviano Widyatama; asisten Budi yaitu anggota Polri Iie Tiara serta Irjen Purn Syahtria Sitepu sejak 14 Januari 2015. Syahtria diduga pernah 13 kali mentransfer total senilai Rp1,5 miliar ketika menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Sumatera Utara pada Agustus 2004-Maret 2006

Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. [rmol]
Baca juga :