Hasil penelitian yang dilansir Reuters, bertahannya perlawanan Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir sampai hari ini, walaupun petinggi dan kader jama'ah tersebut banyak yang terbunuh dan dijebloskan kedalam penjara militer, ternyata tidak terlepas dari peran Akhwat.
Setelah Muhammad Mursi dikudeta pada Juli silam, IM masih harus dihantam oleh media setempat yang selalu memberitakan miring tentang mereka, ditambah lagi serangan dari sekularis dan salafy, tetapi IM masih saja memainkan peran penting dalam percaturan politik Mesir, bahkan langkah politik jama'ah tersebut menjadi barometer internasional dalam mengambil sikap menanggapi situasi disana.
Hasil kajian tersebut menyebutkan bahwa Akhwat Muslimat, sebagaimana mereka garang di jalanan ketika melakukan aksi, mereka juga tidak kalah garang ketika di rumah, mengajarkan anak-anak mereka arti perjuangan dan pengorbanan, bahkan setelah peristiwa kudeta, Akhwat Muslimat lebih berani masuk ke gelanggang, situasi memaksa mereka untuk lebih berani, dan pasti lebih sulit. Sebelumnya mereka lebih disibukkan di lembaga sosial dan pendidikan, tetapi sekarang harus memainkan peran lebih, untuk menjaga peran jama'ah agar terus berkontribusi bagi negara, terutama menjatuhkan pemerintah kudeta saat ini.
Sejak berdiri pada tahun 1928, IM sudah sangat perhatian dengan peran perempuan, bahkan salah satu risalah Hasan Albanna berjudul: Wanita Muslimah. Dalam risalah tersebut Hasan Albanna berbicara tentang hak dan kewajiban muslimah, juga tentang kontribusi muslimah dalam perbaikan umat.
Delapan tahun setelah IM berdiri, Hasan Albanna memasukkan Akhwat Muslimat sebagai bagian resmi dalam struktural jama'ah. Pada awal munculnya, Akhwat Muslimat lebih terbiasa dengan tugas dibidang sosial dan penddidikan, memasuki 17 tahun terakhir, peran Akhwat dalam jamaah tersebut semakin berat, ditandai dengan banyaknya mereka menduduki posisi pejabat publik.
Seperti yang diungkapkan Heba, kader Akhwat Muslimat daerah Alexandria ini mengatakan, situasi negara saat ini memang sangat berat, tetapi kondisi memaksa kami untuk bisa melakukan tugas yang sebelumnya menjadi amanah para Ikhwan, ini lebih baik ketika kami mulai melakukannya dengan semua keterbatasan yang kami miliki.
Bagi Akhwat Muslimat, tugas berat seperti saat ini, menggalang massa untuk melakukan aksi, masuk parlemen dan lain sebagainya bukanlah hal baru, dalam sejarah Akhwat Muslimat mereka sudah terbiasa melakukan tugas-tugas berat, dan sudah terbiasa menduduki jabatan penting. Presiden Muhammad Mursi, tidak segan-segan memilih DR. Bakienam Assyarqowi sebagai salah satu penasehat kepersidenan, bukti peran Akhwat Muslimat ditubuh jama'ah paling ditakuti Zionis tersebut tidaklah kecil.
Wafa Hefny, cucu Hasan Albanna, menilai peran akhwat sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan jama'ah saat ini, apalagi petinggi IM banyak yang dijebloskan kedalam penjara, membuat jama'ah ini akan goyang tanpa peran Akhwat Muslimat. "Kami masih bisa melakukan aksi damai diberbagai kota di Mesir," ujar Hefny.
Perkataan Hefny ini diaminkan oleh Akhwat Muslimat dari Alexandria, menurut mereka, kondisi petinggi IM saat ini tidak memungkinkan berbuat banyak, memaksa Akhwat Muslimat memainkan peran lebih, agar perlawanan terhadap pemerintah kudeta terus berjalan. Kami sudah terbiasa berkorban dalam keadaan sulit, dan kami akan berikan semua yang kami miliki untuk kembalinya keadilan dan kebebasan di Mesir.
Pada dasarnya, peran sulit seperti sekarang sudah pernah dilakoni oleh Akhwat Muslimat pada tahun 50an sampai 60an, ketika itu kondisi jama'ah tidak jauh berbeda dengan sekarang, setelah situasi sedikit membaik mereka kembali lebih fokus dilembaga sosial dan pendidikan.
Menurut Kholil al-Anany, pengamat dunia islam dari universitas John Hopkins, Amerika Serikat, fungsi Akhwat Muslimat didalam tubuh jama'ah Ikhwanul Muslimin sekarang sedikit bergeser, mereka agak berani masuk kegelanggang politik praktis berhadapan langsung dengan pemerintah kudeta, bukan karena perubahan fikrah yang terjadi ditubuh jama'ah tersebut, tetapi lebih kepada desakan situasi yang mengharuskan mereka melakukan apa yang biasanya dilakukan para Ikhwan, dan ini menjadi ancaman tersendiri bagi pemerintah kudeta kedepan, karena menurut Kholil, jika aksi penolakan jama'ah Ikhwanul Muslimin bisa bertahan, maka tidak lama lagi pemerintah kudeta akan tumbang.
Jadi kekuatan jamaah Ikhwanul Muslimin saat ini sangat bergantung kepada kekuatan Akhwat Muslimat, mereka mempunyai peran penting dalam menentukan berhasil atau gagalnya cita-cita revolusi 25 Januari. (Hasmi)
sumber: http://rassd.com/7-125079.htm