[Konflik Golkar] Pemerintahan Jokowi Pilih Cari Aman


Pemerintahan Joko Widodo memilih jalan aman merespons konflik di internal Partai Golkar. Belajar dari kasus polemik di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), pemerintah tak mau mengulangi kesalahan sebelumnya. Meski pilihan ini bukan tanpa risiko.

Menteri Hukum dan HAM Yassona H. Laoly menempuh jalan aman terhadap dua kepengurusanyang dihasilkan dalam Munas Bali dan Munas Ancol. Dalam pandangan pemerintah, Munas Bali dan Munas Ancol dari sisi administrasi telah sah dalam penyelenggaraan Munas. Oleh karenanya, pemerintah mendorong agar kedua belah pihak melakukan rekonsiliasi politik.

"Kami dengan berat hati tidak dapat memberi keputusan, kami meminta internal Partai Golkar menyelesaikan sesuai pasal 24 UU Parpol," kata Yasona dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Selasa, 16 Desember 2014.

Sikap pemerintah bukan tanpa dasar. Yassona merujuk Pasal 24 UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menyebutkan bila terjadi perselisihan partai politik terhadap hasil forum tertinggi dalam pengambilan keputusan partai politik, pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM hingga perselisihan di internal selesai.

Namun, sikap Menkumham ini bertolak belakang saat memperlakukan internal PPP. Pada 27 Oktober 2014, Menkumham Yassona H Laoly meneken surat keputusan perubahan kepengurusan versi Romahurmuziy atau hasil Muktamar PPP di Surabaya. Padahal, saat itu, Mahkamah Partai PPP telah memberi rekomendasi jalan keluar atas perselisihan dua kubu di internal PPP.

Bendahara Umum DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai keputusan Menkumham dengan tidak mengambil sikap merupakan langkah yang justru bertentangan dengan undang-undang.

"Keputusan Menkumham yang mengembalikan konflik ke mahkamah internal Partai Golkar, jelas melawan UU. Apalagi dengan dalil hukum yang sangat lemah. Dan kami sangat menyesalkannya," ujar Bambang di Jakarta, Selasa, 16 Desember 2014.

Bambang menilai, sikap Menkumham seolah-olah bijaksana dengan mengembalikan masalah internal Golkar dengan cara musyawarah mufakat. Padahal, sambung anggota Komisi Hukum DPR RI ini, Menkumham justru bermain api.

"Kementerian Hukum dan HAM seharusnya tidak merespons, apalagi menerima serta mempertimbangkan, semua dan apa pun bentuk dokumen yang diserahkan oleh sekelompok orang yang mengklaim posisinya sebagai pengurus Partai Golkar hasil Munas Ancol karena bertentangan dengan AD/ART partai," sebut Bambang.

Dalam kesempatan tersebut Bambang juga menyinggung soal sikap yang berbeda Menkumham terhadap permasalahan di internal PPP. Menurut dia, dalam merespons PPP, Menteri Hukum dan HAM tidak memerintahkan islah kepada internal PPP.

"Kami tentu akan gugat sikap ambivalen Menkumham yang membahayakan pemerintahan Jokowi-JK itu," tandas Bambang. [mdr/fs]

Baca juga :