[Potensi Rugikan Indonesia] Jokowi Diam Didikte Jepang?

Kedatangan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Yasuaki Tanizaki menemui Menteri Perindustrian Saleh Husin dalam upaya untuk meminta pemerintah mempercepat pembangunan Pelabuhan Cilamaya perlu disikapi serius.

Bahkan, lobi serupa juga telah dilakukan PM Jepang kepada Presiden Jokowi.

Alasan percepatan, menurut pihak Jepang, untuk mempercepat keluar masuknya arus barang dari kawasan industri (KIIC di Karawang Barat dan KISC di Karawang Timur) ke pelabuhan.

Salah seorang mantan petinggi perusahaan elektronik yang berlokasi di Karawang International Industrial City (KIIC), Y. Motoi menegaskan, upaya percepatan itu sebenarnya lebih banyak menguntungkan pihak industrialis Jepang ketimbang pihak Indonesia.

"Jepang sangat diuntungkan dengan percepatan pembangunan pelabuhan Cilamaya. Adanya pelabuhan yang dekat dengan pabrik, bisa menekan biaya hingga jutaan yen per tahun," demikian tulis Y. Motoi dalam pesan singkatnya kepada Piyungan Online.

Ketika ditanya mengenai kerugian untuk pemerintah Indonesia, Motoi menjawab singkat.

"Ada cadangan migas di sekitar Cilamaya yang mungkin terkena efek pembangunan pelabuhan", tegas Motoi 14 November 2014, dini hari.

Motoi menambahkan, dalam setiap kerjasama, harus ada unsur saling menguntungkan dan saling menghormati.

"Kerjasama Jepang-Indonesia harus saling menguntungkan untuk kedua negara. Jangan sepihak untung sepihak rugi. Kerjasama juga harus mengedepankan unsur saling menghormati, apalagi Pelabuhan itu berada di wilayah Indonesia,"tambah Motoi.

Tanggapan serupa diberikan oleh Sri Adiningsih, Guru Besar Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Sri menegaskan, pemerintah Indonesia tidak boleh langsung menuruti permintaan pemerintah Jepang.

Serupa dengan pernyataan Motoi, Sri mengatakan,  pembangunan pelabuhan Cilamaya masih memerlukan kajian mendalam.

Terlebih, pembangunan tersebut akan mengganggu produksi minyak dan gas (migas) di Blok Offshore North West Java (ONWJ) milik Pertamina.

"Makanya, itu harus ada studi analisis, kalau ada banyak minyak dan gas, berapa cadangannya, bagaimana keuntungan dan kerugiannya," kata Sri di Jakarta, Kamis, 13 November 2014.

Sri mengatakan, pembangunan pelabuhan tersebut tidak boleh hanya menguntungkan pihak Jepang, tapi harus lebih mengedepankan kepentingan Indonesia.

"Saya kira begini, keputusan untuk membangun atau tidak, itu harus didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia. Jangan kemudian pertimbangan utamanya adalah kepentingan negara Jepang. Jangan seperti itu," katanya.

Sri meminta kepada pemerintah Jokowi-JK untuk mengutamakan kepentingan Indonesia, terlebih sektor migas yang merupakan salah satu sektor vital.

"Menurut saya, kepentingan Indonesia yang harus diutamakan," ujarnya.

Untuk itu, menurut Sri, pertimbangan dan kajiannya harus benar-benar komprehensif agar tidak merugikan Indonesia. Dengan demikian, tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata tapi juga ketahanan energi.

"Makanya itu harus dievaluasi semuanya. Semua harus ada angka dan datanya, berapa lama cadangan migasnya, berapa kerugian-keuntungan, RTRW, dan sebagainya. Itu tidak bisa langsung mudah ditentukan menguntungkan atau tidak dan langsung bangun pelabuhan. Evaluasi lagi, apapun yang dilakukan harus utamakan kepentingan Indonesia," tegasnya. (fs)

http://presentasi.videomotivasi.com/

Baca juga :