Tentu kita sudah mengetahui pidato Jokowi di forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) CEO Summit 2014 di Beijing, Tiongkok, Senin (10/11/2014) kemarin.
Dalam kesempatan ini, saya tidak ingin membahas hal yang remeh temeh seperti bahasa Inggris Jokowi atau baju resmi perhelatan ini yang ala 'Star Trek'. Kali ini saya ingin sedikit berbagi esensi pidato Jokowi yang menjadi garis kebijakannya dalam memimpin negara ini.
Jujur saja, dugaan saya terbukti. Ada perbedaan pandangan perihal kata INVESTASI antara Jokowi dan Prabowo Subianto .
Menurut Prabowo, dalam membangun infrastruktur Indonesia--cara pembiayaan dan pendanaannya dari negara sendiri, diutamakan dari menyelamatkan kebocoran 1000 Triyun/pertahun, dan kedua melalui "strategi dorongan besar" nya untuk makin "memperkaya" rakyat Indonesia.
Untuk cara pertama saja, jika bisa menyelamatkan 500 Trilyun dalam tahun pertama, maka bisa dibangun insfratruktur sbb:
a. Pembangunan Jalan Tol Jakarta - Surabaya; Biaya sampai selesai: Rp. 150 triliun
b. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera; Biaya sampai selesai: Rp. 129 triliun
c. Pembangunan Kereta Api Trans Sumatera; Biaya sampai selesai: Rp. 65 triliun
d. Pembangunan Kereta Api Trans Sulawesi; Biaya sampai selesai: Rp. 30 triliun
e. Pembangunan Kawasan Pangan 1 Juta Hektar Untuk Produksi 15 Juta Ton Padi per Tahun; Biaya sampai selesai: Rp. 50 Triliun
f. Percepatan Pembangunan Desa Minimal Rp. 1 Milyar per Desa per Tahun; Biaya: Rp. 81 Triliun
Selengkapnya, bisa dibaca di status beliau disini--> https://www.facebook.com/PrabowoSubianto/photos/a.60019411178.82664.23383061178/10151946695586179/?type=1&theater
Sedangkan investasi asing--bagi Prabowo adalah opsi tambahan atau bahkan bisa dibilang terakhir. Karena jelas dalam berbagai statement dari media mau pun debat capres--Prabowo tidak menolak investasi asing, Namun prabowo minta kata "investasi" itu harus benar-benar "investasi".
Artinya: negara asing MEMBAWA DUIT saat datang ke Indonesia.
Negara asing harus benar-benar datang sebagai MITRA, bukan mencari buruh dengan harga 'kompetitif" alias murah.
Uang yang mereka bawa pun untuk membiayai pembagunan infratruktur dengan sistem B-O-T atau "Build - Operate - Transfer".
Maksudnya adalah investor asing tersebut membangun dengan uangnya sendiri, lalu mengoperasikan dengan sistem pembagian tertentu--sesuai kesulitannya saat pembangunan. Jadi bisa 70:30, 50:50 atau malah 30:70. Lalu pada tahun tertentu yang disepakati, contohnya 25 atau 30 tahun maka infrastruktur tersebut jadi full 100% milik bangsa Indonesia.
Nah, bagaimana dengan pemerintahan JKW-JK ini?
Merujuk pada statement debat capres, media dan pidato di forum CEO APEC--dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1. Terjadi inkosisten dalam statement, khususnya saat debat capres. Dalam acara tersebut--JKW-JK menyatakan akan mempermudah investasi lokal dan "mempersulit" investasi asing. Namun nyatanya, dalam pidato di forum APEC--Jokowi malah mengundang bahkan mempermudah "investor asing" ala Jokowi ini.
Padahal, tanpa diundang pun--Indonesia sudah sanggat menggoda asing untuk mendapatkan nikmatnya SDA surga di bumi yang bernama Nusantara (baca: Indonesia) ini. kalau tidak menarik, buat apa VOC (Belanda) dan Jepang betah berlama-lama di Indonesia? Belanda sampai 350 tahun loh.
2. Kata "investasi asing" tersebut sangat ambigu. Boleh dicek disemua media yang membahas program pencabutan subsidi BBM yang akan dilakukan JKW-JK. Disana disampaikan bahwa subsidi 300 s/d 700 triyun tersebut bukan hanya untuk pendidikan, pertanian, perikanan namun juga untuk membangun infrastruktur. Infrastruktur yang dipaparkan dalam slide presentasi di forum APEC.
Artinya, "investor asing" yang datang ke Indonesia nanti akan memakai biaya pencabutan subsidi BBM. Atau bahasa kasarnya, "investor" tersebut sebenarnya adalah sekedar 'KONTRAKTOR" saja. Nggak bawa duit. Bahkan berkesan sekedar bancakan pencabutan subsidi BBM saja.
Kalau sekedar kontraktor, kenapa harus BUMN dari RRC atau negara lainnya? Bukannya soal teknik sipil, Indonesia adalah dedengkot-nya?
Coba cek nama Ir. Tjokorda Raka Sukawati. Seorang insinyur asli Indonesia kelahiran Bali yang menemukan sistem konstruksi hidrolik Sosrobahu dan angka ajaib hitungan 78.05 Kg/cm2. Sebuah angka koefisien menjadi patokan insinyur sipil di seluruh dunia. Tidak terkecuali Amerika.
Belum lagi bidang pertambangan pesawat, otomotif, elektro hingga IT. Ada berapa banyak kampus negeri/swasta yang membuka fakultas ini? Sejak berapa tahun berdiri? Berapa banyak lulusannya? Dan berapa banyak BUMN nasional yang terbukti mumpuni dibidangnya masing-masing.
Walau khusus bidang IT, saya tidak yakin bisa bikin program 2 minggu selesai--namun sebagai salah satu insan IT dan telekomunikasi, saya tidak pernah kekurangan sahabat yang sangat luar biasa kecakapannya dibidang ini. Bahkan dibandingkan kawan-kawan expatriat sekali pun.
Kurang lebih begitu tanggapan saya. Sedikit saya kutip pidato Prabowo di Gelora 10 November, Surabaya tentang Negara Asing:
"Saya ingin jadi sahabatmu. Saya ingin jadi mitramu. Tapi jika kau ingin kami jadi KACUNG-mu, saya katakan TIDAK!!!"
video: https://www.youtube.com/watch?v=uDg1nsViIp8
Sekian, selamat pagi dan tetap MERDEKA!
(Hazmi Srondol)