Satu fragmen yang menggambarkan tingkat tajarrud Umar bin Abdul Aziz yang luar biasa adalah kisah “cintai tak sampai”-nya beliau.
Dikisahkan bahwa Umar bin Abdul Aziz pernah jatuh cinta dengan sangat berat dan mendalam terhadap budak perempuan milik istrinya, Fathimah binti Abdul Malik.
Perempuan itu memang hanyalah seorang amah, seorang budak perempuan, namun, ia sangat cantik jelita, mengalahkan banyak wanita merdeka di zamannya, dan budak itu milik Fathimah binti Abdul Malik bin Marwan, istri Umar bin Abdul Aziz.
Sebelum Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, berkali-kali ia meminta kepada Fathimah, istrinya, agar sang istri menghibahkan budak perempuan itu kepadanya, atau menjualnya kepadanya.
Namun, karena budak itu sangat cantik jelita, dan sang istri mengetahui betapa berat dan mendalam “rasa cinta” Umar bin Abdul Aziz kepadanya, sang istri tidak mau memenuhi permintaan sang suami. Wajar lah, wanita mempunyai rasa cemburu, dan ia takut “kalah bersaing” dengan sang budak itu.
Sang amah atau budak perempuan itu pun mengetahui betapa berat dan mendalam “rasa cinta” Umar bin Abdul Aziz kepadanya.
Sampai akhirnya, tibalah masa di mana tanggung jawab kehilafahan jatuh pada Umar bin Abdul Aziz.
Perlu diketahui bahwa dulunya gaya hidup Umar bin Abdul Aziz adalah gaya hidup istana, penuh dengan kemewahan dan bergelimang dalam harta dan fasilitas.
Maklum lah, ia adalah putra Abdul Aziz, dan Abdul Aziz adalah putra Marwan bin al-Hakam. Pamannya dan sekaligus mertuanya adalah Abdul Malik bin Marwan, salah seorang khalifah Bani Umayyah yang sangat terkenal.
Bahkan life style Umar bin Abdul Aziz yang sangat berbeda dari sisi kehebatan penampilannya itu, sampai-sampai muncul istilah: Cara berpakaian Umar, parfum Umar, gaya berjalan Umar, dan sebagainya.
Bahkan, banyak anak gadis menjadikan Umar bin Abdul Aziz sebagai model dalam life style mereka.
Dulunya, Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pemuda yang bercita-cita “unik”.
Sewaktu masih lajang, cita-citanya adalah menikahi Fathimah binti Abdul Malik bin Marwan, putri cantik jelita anak khalifah yang sangat terkenal itu. Maka ia persiapkan dirinya sedemikian rupa, baik materi maupun inmateri, agar dapat memenangkan “kompetisi” dalam “memperebutkan” Fathimah bin Abdul Malik. Dan akhirnya, berhasil lah ia menikahi Fathimah binti Abdul Malik.
Lalu, ia pun bercita-cita ingin menjadi gubernur Madinah, satu jabatan kegubernuran yang paling bergengsi pada zaman itu, dan posisi yang paling banyak diminati oleh keluarga besar Bani Umayyah. Maka ia pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya, baik dari sisi kapasitas moral, ilmiah, dan sebagainya, agar pilihan sang khalifah jatuh kepadanya untuk menjadi gubernur Madinah. Dan akhirnya, cita-cita ini pun berhasil ia raih.
Sukses menjadi gubernur Madinah, ia pun bercita-cita ingin menjadi khalifah. Maka ia persiapkan diri sebaik-baiknya, agar saat cita-cita itu tercapai, ia menjadi seorang khalifah yang sukses, dunia dan akhirat. Dan akhirnya, ia pun menjadi seorang khalifah.
Karena sudah tidak ada lagi cita-cita duniawi yang lebih tinggi dari khalifah, maka, setelah ia menjadi khalifah, ia bercita-cita ingin masuk syurga Allah SWT.
Maka dipilihlah gaya hidup baru sebagai cara dan jalan untuk menggapai cita-citanya yang terakhir ini, disamping dengan cara menjadi khalifah yang seadil-adilnya.
Dan gaya hidup baru itu adalah gaya hidup zuhud. Maka seluruh harta yang ia miliki ia jual, dan hasilnya diserahkan ke baitul mal, sementara itu, sebagai seorang khalifah, ia hanya mengambil gaji dua dirham perhari, atau 60 dirham perbulan.
Sehingga, setelah ia menjadi khalifah, ia hidup sebagai seorang yang sangat miskin, dan fisiknya pun tidak lagi parlente, megah dan mewah seperti dahulu.
Kembali kepada kisah cintanya...
Setelah Umar bin Abdul Aziz menjadi miskin, dan hari demi hari disibukkan oleh upayanya menjadi seorang khalifah yang adil, istrinya, Fathimah bin Abdul Malik, merasa iba dan kasihan kepadanya. Maka dihibahkanlah budaknya yang cantik jelita itu kepada Umar bin Abdul Aziz.
Di luar dugaan sang istri dan budaknya sekaligus, ternyata Umar bin Abdul Aziz menolak hibah tersebut.
Sebenarnya, kalau saja sang istri dan sang budak itu mengetahui hal yang sebenarnya, keduanya tidak perlu terkejut, sebab, momentum penghibahan itu terjadi setelah Umar bin Abdul Aziz bercita-cita ingin masuk syurga. Sementara Umar bin Abdul Aziz tahu betul bahwa syurga itu diperuntukkan bagi seseorang yang memenuhi kriteria tertentu, yang diantaranya adalah firman Allah SWT:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
"..dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)." (Q.S. An-Nazi’at: 40 – 41).
Bahkan Umar bin Abdul Aziz bertindak lebih jauh dari sekedar menolak hibah istrinya itu, meskipun hibah itu sendiri adalah budak perempuan yang sangat cantik jelita dan yang “dicinta”-nya secara berat dan mendalam.
Umar meminta kepada Fathimah untuk menjelaskan asal muasal budak perempuan itu, yang kemudian diketahui bahwa ia pada asalnya adalah tawanan perang yang kemudian menjadi budak. Dan pada saat para tawanan itu dibagi-bagikan kepada para prajurit, ia otomatis menjadi bagian dari milik seorang prajurit.
Tetapi, dengan alasan menghilangkan kecemburuan prajurit lainnya, budak perempuan itu akhirnya diambil oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan, yang lalu dihibahkan kepada putrinya, Fathimah.
Mendengar penjelasan itu, maka Umar bin Abdul Aziz meminta agar prajurit itu dipanggil untuk menerima kembali jatah dan bagiannya yang selama ini tertunda.
Prajurit itu pun datang, maka oleh Umar bin Abdul Aziz, diserahkanlah budak perempuan yang cantik jelita itu kepadanya.
Sang prajurit pun berkata: Wahai amirul mukminin, budak perempuan itu adalah milik anda, maka terimalah. Namun Umar tetap menolak.
Prajurit itu pun berkata: “Kalo begitu, belilah ia dariku, dan aku dengan senang hati akan menerima akad jual beli ini”.
Tawaran ini pun ditolak oleh Umar. Dan ia pun bersikeras agar sang prajurit itu membawa pergi budak perempuan tersebut.
Budak perempuan itu pun menangis dan berkata: “Kalau begini jadinya, mana bukti cintamu selama ini wahai amirul mukminin??”.
Umar menjawab: "Cinta itu tetap ada di dalam hatiku, bahkan jauh lebih kuat daripada yang dahulu-dahulu, akan tetapi, kalau aku menerimamu, aku khawatir tidak termasuk dalam golongan orang yang “menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu” sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Q.S. An-Nazi’at: 40 – 41."
Semoga Allah SWT senantiasa merahmatimu wahai Umar bin Abdul Aziz.
*diambil dari fb Ustadz Musyafa Ahmad Rahim