Pengamat minyak bumi dan gas, Hendrajit mengatakan harga bahan bakar minyak (BBM) bisa ditekan menjadi lebih murah jika pemerintah melakukan impor pembelian kebutuhan itu tanpa perantara pihak ketiga.
"Perusahaan itu seakan-akan jadi importir minyak padahal sebenarnya broker yang menyebabkan harganya melambung tinggi padahal jika membeli langsung akan lebih murah," kata Hendrajit.
Sejumlah kalangan menilai bahwa pihak ketiga itu merupakan perusahaan tempat korupsi untuk mendapatkan komisi dari ekspor-impor minyak dan sulit terkontrol karena berdomisili di luar negeri.
"Sudah rahasia umum perusahaan seperti itu dijadikan ajang korupsi dari ekspor-impor minyak dengan leluasa karena domisilinya yang jauh dan susah terkontrol bahkan Menteri BUMN waktu itu Dahlan Iskan mengetahui dan mengisyaratkan pembubarannya," kata Direktur Eksekutif Global Future Institute tersebut.
Hendrajit mengatakan, janji Presiden Joko Widodo ketika masa kampanye yang akan memerangi mafia khususnya pada sektor minyak dan gas bumi yang sangat krusial harus diwujudkan dengan serius dan harus diupayakan agar tidak salah langkah.
"Saya pikir Presiden Joko Widodo harus serius dengan slogannya ketika kampanye untuk memerangi mafia terutama dalam bidang migas, jangan hanya sekadar menggeser orang lama dengan orang baru yang sesungguhnya mafia juga namun di sektor hilir," kata dia.
Sementara itu politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Muara Sakti Simbolon mengatakan pembubaran pihak ketiga harus disertai komitmen dan lebih baik kebijakan ekspor dan impor minyak dikembalikan ke Pertamina karena bisa lebih efektif.
"Pembubarannya harus disertai komitmen dan pekerjaan pihak ketiga terkait ekspor dan impor minyak saya kira lebih baik dipegang Pertamina karena bisa lebih efektif," kata dia.
Dia menjelaskan Indonesia selama ini dirugikan dengan adanya pembelian oleh pihak ketiga karena ketika Indonesia mengekspor bahan baku dengan harga rendah tetapi ketika melakukan impor harganya berlipat ganda dan terkadang lebih tinggi dari harga pasar.
"Misal ketika kita jual harganya 10 dolar AS tapi dibeli kembali 80 dolar AS, diberi harga 70 dolar AS saja dikatakan kita mendapat diskon," kata dia.
Jika nantinya Pertamina yang memegang kendali ekspor dan impor minyak, Effendi menyarankan untuk dilakukan audit rutin dan hasilnya terbuka sehingga mudah diawasi oleh publik.
"Pertamina hendaknya juga diaudit rutin dan terbuka sehingga bisa dikontrol oleh publik," kata dia.
-Saeful Anwar-
*sumber: aktual.co