Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengingatkan kembali tentang konsep Trias Politika (pemisahan kekuasaan) yang dianut negara Indonesia.
"Dulu sebelum demokrasi, raja membuat Aturan (legislatif) juga mengadili (judikatif) selain sebagai eksekutif. Lalu muncullah pemisahan kekuasaan yg dipelopori oleh para pemikir politik moderen dan disebut #triaspolitika," tulis Fahri di akun twitternya @Fahrihamzah, Ahad (16/11/2014).
"Kehadiran legislatif adalah symbol kebangkitan #DaulatRakyat berhadapan dengan #DaulatRaja," lanjut Fahri.
Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif (DPR), eksekutif (Pemerintah) dan yudikatif.
Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
Fahri mengungkapkan banyak orang yang bahkan sudah jadi orang terkenal pun belum tahu beda kerja dan tugas Eksekutif, Legislatif.
Bahkan ada seorang guru besar di fakuktas ekonomi terkenal yang mengatakan, "Bisa nggak anggota DPR suruh berhenti bicara". Padahal jelas tugas DPR/parlemen adalah 'to speak'. (Baca: "Le Parle, Parlemen, To Speak" | Tugas Utama Aleg: BICARA!)
Fahri juga luruskan salah kaprah yang bilang "Kapan anggota DPR berhenti bertengkar".
"Padahal DPR sebagai representasi kemajemukan rakyat wajar kalau setiap hari bertengkar dan berbeda pendapat," ujar Fahri.
Di negara kecil seperti Taiwan kita sering menyaksikan anggota DPR-nya adu jotos sampai berdarah. Tapi publik disana bisa memahaminya dan pasar (ekonomi) pun sama sekali tidak terganggu sehingga mereka (Taiwan) termasuk negara maju.
"Yang tidak bisa ditolerir itu adalah jika anggota kabinet bertengkar sebab mereka satu dipimpin presiden," ungkap Fahri.
"Maka.. biarkanlah dinamika DPR kita (seperti) itu. Semakin galak semakin bagus. Bahkan semakin tidak kompak semakin bagus sebab artinya mereka tidak kongkalikong," lanjut Fahri.
Fahri mengingatkan publik harus khawatir kalau DPR senyap tak ada suara atau saban hari memuji eksekutif.
"Diam adalah tanda persekongkolan...dan pasti rakyat dirugikan," tegas Fahri.
Terkait dinamika DPR dan pengaruhnya terhadap jalannya pemerintahan Jokowi, Fahri menjelaskan kalau dinamika yang sehat di DPR akan menguntungkan rakyat.
"Pada tim sukses @jokowi_do2 saya harapkan kesabarannya. Ribut ini mungkin tidak baik buat @jokowi_do2 tapi pasti baik bagi rakyat," ujar Fahri.
"Yang penting kita semua dewasa..jangan tabrak UU dan konstitusi negara. Itu batas kita," pungkasnya.