"Api Tauhid" Novel Sejarah Karya Fenomenal Habiburrahman El Shirazy



"Saya hampir selesai baca buku Api Tauhid karya @h_elshirazy Ini buku paling fenomenal yg prnh saya baca. Baca buku ini spt baca buku sejarah." (@frans_surya)

Habiburrahman El Shirazy atau yang akrab disapa dengan Kang Abik, kembali akan menjumpai penggemarnya di Indonesia melalui karya-karyanya. Karya terbaru Kang Abik yang diterbitkan pada Oktober 2014 ini, yakni Api Tauhid. Novel ini diterbitkan Republika Penerbit.

Novel ini bercerita tentang perjuangan seorang ulama asal Turki, Syekh Said Nursi. Siapa tokoh tersebut, dan bagaimana sepak terjangnya, serta mengapa Kang Abik menulis novel roman berbalut sejarah ini?

Wartawan Republika, Syahruddin El-Fikri, berkesempatan mewawancarai Kang Abik disela-sela kesibukannya, belum lama ini. Berikut petikannya.

Bisa dijelaskan tentang apa alasan menulis novel Api Tauhid?

Saya mencoba menghidangkan, suatu hidangan dengan resep yang baru dan berbeda untuk para penggemar karya-karya saya. Tapi gaya saya untuk roman, tetap ada di buku ini. Buku ini berbicara tentang roman dan sejarah. Ini menu baru, ini sejarah. Kalau hanya sejarah murni akan terasa berat, jadi saya ramu dengan roman. Tapi, para penggemar saja bisa dapat melihat sejarah dengan gaya roman. Sehingga untuk mempelajari sejarah mudah dicerna.

Saya melakukan penulisan buku ini melalui riset yang sangat panjang. Novel ini berisi tentang sejarah perjuangan seorang ulama besar asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi. Yang oleh banyak ulama beliau juga disebut sebagai mujaddid (pembaru). Bagaimana beliau berjuang di tengah-tengah kegelapan ajaran tauhid di wilayah itu. Apalagi saat itu, ajaran ateis dan sekularisme sangat membudaya di Turki.

Walaupun banyak badai dan halangan dalam dakwah yang dilakukan Said Nursi, namun beliau tetap mampu mengajak umat untuk bersama-sama menyalakan lentera tauhid. Dan karena itu pula, saya member judul novel saya ini dengan Api Tauhid.

Berapa lama Kang Abik melakukan riset untuk menulis karya ini?

Sebenarnya cukup lama juga. Kalau dihitung sejak perkenalan saya dengan karya-karya Said Nursi, itu sudah lama sekali, sejak saya kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo. Saya banyak membaca karya-karyanya. Jadi cukup panjang juga.

Tapi intens untuk menjadikannya sebagai sebuah novel, waktu yang saya butuhkan kurang lebih sekitar dua tahun. Karena ini menyangkut Perang Dunia I, bagaimana Said Nursi juga terlibat dalam perang dunia. Bahkan beliau pernah berjuang melawan Rusia hingga akhirnya ditawan dan diasingkan di dekat Moskow, Rusia.

Ketika runtuhnya Khilafah Usmaniyah (Ottoman; Turki Usmani), Said Nursi sudah mengingatkan kepada para sultan atau khalifah untuk memerhatikan pendidikan yang baik, dan lainnya.

Dengan hadirnya novel sejarah ini, apa tidak khawatir para penggemar Kang Abik akan kehilangan sosok novelis roman yang selama ini mereka kenal? Apa yang ingin Kang Abik sampaikan?

Oh tidak. Insya Allah, penggemar karya-karya saya akan masih menyukai karya-karya saya termasuk novel ini. Sebab, dalam novel ini saya mencantumkan gaya roman dari seorang sosok ulama terkemuka, bernama Said Nursi. Bagaimana Said Nursi mengagungkan cintanya untuk Sang Khalik dan Rasul-Nya.

Said Nursi pernah berkata: “Seandainya saya punya 100 kepala, dan setiap hari satu kepala terputus (dipenggal), saya tak akan berhenti menegakkan kalimat tauhid.”

Dakwah yang diajarkan Said Nursi ini berbeda dengan kebanyakan ulama lainnya, sebab Said Nursi menyebarkan dakwahnya dengan cinta, dengan cahaya. Bahkan, ketika terjadi pemberontakan kaum Kurdi, Said Nursi sering kali menyampaikan kepada mereka untuk tidak melakukan pemberontakan. “Jangan berontak.” Apalagi beliau memahami, yang dilawan adalah teman atau rekan sendiri.

Jadi, beliau tidak mau menegakkan sesuatu atas nama agama dengan cara-cara yang tidak benar, apalagi melakukan kekerasan. Kalau mau menegakkan agama, ya harus dengan aturan agama yang benar.

Jika dibandingkan dengan novel-novel sejenis (roman sejarah) di Indonesia, adakah yang serupa?

Saya rasa, kalau novel sejarah yang menceritakan tentang sosok ulama, termasuk Said Nursi, saya pikir belum ada. Saya pikir, ini adalah novel pertama yang menceritakan sejarah dengan berbalut roman. Tapi romannya memang kita bikin modern. Sehingga roman klasik dan modern plus sejarah, kita anyam menjadi anyaman sastra yang menarik.

Kang, bagaimana kira-kira respon penggemar Kang Abik atas novel ini?

Saya percaya, ketika pembaca membaca novel ini, pembaca akan menemukan catatan sejarah secara global. Pembaca bisa memahami bagaimana pembaca mengenal ulama yang ikhlas membela agamanya, membela negaranya, membela kemanusiaan secara umum. Jadi dalam buku ini ada dialog bagaimana Said Nursi mengembangkan dakwahnya di Turki.

Yang ingin saya sampaikan dalam karya ini adalah bagaimana seorang ulama Said Nursi mengembangkan dakwahnya dengan kekuatan iman. Beliau selalu menekannya untuk selalu menjaga dan memelihara cahaya Al-Quran.

Selain Turki, daerah atau negara mana yang Kang Abik angkat dalam novel ini?

O, tentu saja ada. Selain wilayah Turki secara keseluruhan, saya juga memasukkan daerah Lumajang, Jawa Timur, dalam novel ini. Saya mencoba mengeksplorasi keindahan Kota Lumajang pada bagian awal novel ini.

Novel ini bercerita tentang seorang mahasiswa yang berangkat dari desa, kemudian belajar di Madinah, dan dia punya teman dari Turki. Dia memang punya masalah dalam hal cinta. Nah, persoalan itulah yang saya angkat dalam novel ini. Temannya yang merasa kasihan dengannya kemudian mencoba menghiburnya dan mengajaknya ke Turki.

Di Turki, dalam novel ini saya memasukkan wilayah Konya, Ankara, Istanbul, dan lainnya. Jadi dalam novel ini, karena sudut pandangnya adalah sosok Syekh Said Nursi, maka saya banyak mengulas tentang wilayah-wilayah yang menjadi tempat Said Nursi ditawan. Jadi, novel ini sekaligus menceritakan tentang napak tilas dari perjuangan Said Nursi, ketika beliau singgah dan diasingkan.

*sumber: ROL


http://presentasi.videomotivasi.com/

Baca juga :