Presiden Joko Widodo kembali meminta rekomendasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pengganti nama-nama yang dinilai diragukan oleh lembaga antikorupsi tersebut.
"Kami mengulang lagi untuk menyampaikan ke KPK," kata Presiden Jokowi kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis malam, 23 Oktober 2014.
Menurut Jokowi, hingga kini pihaknya masih menunggu rekomendasi dari KPK, serta balasan dari DPR terkait dengan surat pertimbangan pengubahan nomenklatur kementerian.
Jokowi mengemukakan, balasan terhadap beberapa hal tersebut juga masih belum dapat dipastikan kapan diterimanya.
Presiden bahkan mengatakan kepada wartawan agar bertanya kepada KPK kapan lembaga antikorupsi tersebut dapat menyampaikan kembali rekomendasinya.
Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pihaknya dalam menyusun kabinet menganut prinsip kehati- hatian.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menegaskan, semua sosok yang dipilihnya untuk susunan kabinet mendatang telah dicek oleh sejumlah lembaga yang kompeten.
Jokowi juga menegaskan bahwa sosok menteri yang dipilih tidak boleh merangkap-rangkap jabatan di partai agar dapat benar-benar fokus dalam posisi yang diembannya dalam mengurus urusan rakyat.
-----
Rakyat sudah banyak mengetahui bahwa Megawati mengusulkan sejumlah nama untuk menjadi menteri Jokowi.
"Saya dengar tadinya lima. Tapi sepertinya jadi enam", ujar Eva Kusuma Sundari dalam sebuah acara televisi, menjelaskan jumlah menteri yang diberikan oleh Mega kepada Jokowi.
Pilihan Megawati ini ternyata bermasalah ketika sampai di tangan KPK. Beberapa nama usulan Megawati bahkan diberi kode stabilo merah. Sebuah kode yang dipahami dunia hukum sebagai pengganti kalimat "segera dijadikan tersangka"
Padahal, upaya Jokowi menyerahkan nama calon menterinya ini dikatakan Panda Nababan sebagai upaya 'manut' pada himbauan Megawati..
Rekomendasi KPK membuat Megawati dan beberapa anggota koalisi kecewa. Kekecewaan KIH bukan sekali dua kali saja.
Jokowi yang bingung, lalu buru-buru kirim surat ke DPR. Meminta konsultasi soal perubahan nomenklatur kementerian. Surat Jokowi ke DPR ternyata tak lengkap, sehingga dianggap oleh beberapa legislator, sebagai tindakan tak tertib administrasi.
Langkah Jokowi ini ternyata tak diimbangi oleh kesigapan fraksi-fraksi anggota KIH yang sejak dilantik hingga kemarin belum menyerahkan nama-nama Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Akibatnya, DPR belum bisa bekerja.
Upaya yang nampak di mata publik sebagai saling jegal dan saling tikung ini masih diwarnai provokasi Ruhut Sitompul yang mengatakan Jokowi harus waspada terhadap barisan sakit hati yang mungkin menghancurkan dari dalam.
Entah kepada siapa kalimat Ruhut ini tertuju, yang jelas rakyat sudah melihat pertikaian para elit partai dan politisi yang haus kuasa. (fs)
"Saya dengar tadinya lima. Tapi sepertinya jadi enam", ujar Eva Kusuma Sundari dalam sebuah acara televisi, menjelaskan jumlah menteri yang diberikan oleh Mega kepada Jokowi.
Pilihan Megawati ini ternyata bermasalah ketika sampai di tangan KPK. Beberapa nama usulan Megawati bahkan diberi kode stabilo merah. Sebuah kode yang dipahami dunia hukum sebagai pengganti kalimat "segera dijadikan tersangka"
Padahal, upaya Jokowi menyerahkan nama calon menterinya ini dikatakan Panda Nababan sebagai upaya 'manut' pada himbauan Megawati..
Rekomendasi KPK membuat Megawati dan beberapa anggota koalisi kecewa. Kekecewaan KIH bukan sekali dua kali saja.
Jokowi yang bingung, lalu buru-buru kirim surat ke DPR. Meminta konsultasi soal perubahan nomenklatur kementerian. Surat Jokowi ke DPR ternyata tak lengkap, sehingga dianggap oleh beberapa legislator, sebagai tindakan tak tertib administrasi.
Langkah Jokowi ini ternyata tak diimbangi oleh kesigapan fraksi-fraksi anggota KIH yang sejak dilantik hingga kemarin belum menyerahkan nama-nama Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Akibatnya, DPR belum bisa bekerja.
Upaya yang nampak di mata publik sebagai saling jegal dan saling tikung ini masih diwarnai provokasi Ruhut Sitompul yang mengatakan Jokowi harus waspada terhadap barisan sakit hati yang mungkin menghancurkan dari dalam.
Entah kepada siapa kalimat Ruhut ini tertuju, yang jelas rakyat sudah melihat pertikaian para elit partai dan politisi yang haus kuasa. (fs)