Rupiah Melorot, Jokowi Merosot

Tudingan Jokowi bahwa melorotnya rupiah hari ini adalah buntut kekecewaan pasar atas hasil rapat sidang paripurna penetapan pimpinan MPR RI kemarin terasa janggal.

Diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan siang ini makin melorot. Posisi rupiah berdasarkan data Bloomberg siang ini berada pada level Rp12.258 per USD.

"Memang saya sampaikan sinyal yang ditangkap pasar itu sebagai respon negatif," kata Jokowi di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2014.

Lebih lanjut Jokowi mengatakan, saat ini situasi politik di Indonesia terus dipantau oleh pasar. Sebab itu, sebaiknya pemerintah ataupun DPR tidak membuat keputusan yang mengakibatkan pasar kecewa.

"Oleh sebab itu saya pesan kepada politisi-politisi, elit-elit politik, berpesan agar setiap tingkah laku kita, setiap kebijakan dan produk-produk birokrasi kita dilihat pasar, rakyat," tambah Jokowi.

Melihat kondisi rupiah yang terus melemah seperti ini Jokowi pun meminta agar sedianya hal ini dapat dicegah dengan mendengarkan keinginan rakyat.

"Kalau direspon negatif itu harus didengar. Mendengar keinganan rakyat dan pasar,"kata Jokowi.

Pernyataan Jokowi dibantah Shinta Murti, seorang kepala Cabang Bank Swasta di Jakarta. Menurut Shinta, depresiasi (penurunan nilai rupiah terhadap mata uang asing) saat ini justru imbas dari kondisi eksternal dan efek tingginya permintaan valas dari pihak korporat.

"Banyak permintaan valas dari korporat untuk pembayaran utang luar negeri," ujar Shinta.

Shinta juga menambahkan, issue pemulihan ekonomi Amerika lah yang saat ini justru membuat pasar terkesan lesu.

"Pemulihan ekonomi AS dan rencana Federal Reserve mempercepat pemberlakuan kenaikan suku bunga, jadi perhatian pasar global, bukan di Indonesia saja,"tambah Shinta.

Shinta menjelaskan, pasar AS sebagai acuan global memang memberi mempengaruhi gejolak ekonomi yang terjadi di kawasan Asia dan negara-negara berkembang lainnya.

"Beberapa waktu belakangan, pasar AS limbung dan menurun tajam. Efeknya langsung terasa ke bursa Asia," imbuh Shinta.
Shinta tak menampik bahwa perkembangan situasi poiltik Indonesia memang berdampak pada pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di pasar spot dan indeks harga saham gabungan di pasar modal. Namun, pengaruh isu politik domestik ini hanya bersifat jangka pendek.

"Kondisi politik dalam negeri memang bisa membuat pasar drop dan rupiah melorot. Tapi itu sifatnya short term saja," tambah Shinta.

Shinta menambahkan, respon pasar yang berupa sentimen negatif justru tak tepat bila dinyatakan sebagai buntut kekecewaan akibat pemilihan Ketua MPR.

"Saya justru menilai, respon itu muncul sebagai bentuk merosotnya kepercayaan investor pada kemampuan kubu Jokowi memenangkan momentum di parlemen. Singkatnya, rupiah melorot karena Jokowi merosot," tandas Shinta.

Hal senada dijelaskan oleh Agustina, corporate secretary sebuah bank asing di Jakarta. Agustina menjelaskan, pasar AS sebagai acuan global memang berpengaruh pada kondisi ekonomi pasar emerging markets.

"Penurunan pasar AS langsung terasa seperti tsunami di pasar emerging markets. Antara lain di Asia Pasifik, Brasil, Turki, India", tegas perempuan yang biasa dipanggil Tina ini.

Menurut Tina, perkembangan pasar AS sebagai faktor eksternal lebih besar pengaruhnya terhadap tekanan ekonomi yang terjadi saat ini di Asia dan negara-negara berkembang.

"Pengaruh internal pasti ada lah. Tapi saat ini depresiasi terjadi karena faktor eksternalnya lebih besar. Kalau internal sih biasanya cuma sebentar," tegas Tina.

Tina menambahkan, pendapat ekonom Bank Dunia Ndiame Diop mengenai gonjang ganjing dunia politik dan imbasnya ke pasar internasional, sebagai sesuatu yang meski berlebihan, tetp perlu dicermati.

"Agak lebay (berlebihan) kalau dikatakan investor jadi takut. Coba tanya mereka (investor), takut kenapa? Takut karena pemerintahan baru Jokowi tak bisa mereka boncengi karena dikawal ketat oleh oposisi, atau takut karena rakyat tak bisa dibodohi investor, atau takut karena parlemen bikin ulah?", tanya Tina serius.

Tina mengingatkan Jokowi untuk tidak mudah menyalahkan politisi.

"Jokowi kan juga politisi, semua ucapannya diamati pasar. Jangan karena kubunya kalah di parlemen, lalu nuding oposisi sebagai biang kerok melorotnya rupiah. Itu bodoh banget. Bisa jadi, merosotnya popularitas Jokowi dan kubunya bukti bahwa rakyat tidak ingin dipimpin Jokowi," tandas Tina.

Jadi, tudingan Jokowi bahwa melorotnya rupiah hari ini adalah efek dominasi KMP di parlemen memang asal bunyi alias asbun dan ngawur. (fs)

http://www.lesprivatkasiva.com/

Baca juga :