Keterlambatan Jokowi mengumumkan susunan kabinetnya membuat banyak pihak yang merasa berkepentingan, unjuk suara.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, menjadi salah satu pihak yang akhirnya unjuk suara. Mewakili kawan-kawan dan korban pelanggaran berat HAM, wajar bila Nur Kholis merasa khawatir bila Presiden Joko Widodo mengangkat orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM dalam jajaran kabinet yang rencananya akan diumumkan sore hari ini, Minggu 26 Oktober 2014.
Bila sampai Jokowi mengangkat salah satu pelaku pelanggaran berat HAM menjadi menteri, artinya Jokowi telah melanggar komitmennya untuk membentuk pemerintahan yang bersih.
"Kalau Jokowi tetap mengangkat orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM masuk jajaran Kabinet, itu berarti dia melanggar komitmen," kata Nur Kholis, Sabtu malam, 25 Oktober 2014.
Namun Nur Kholis menampik untuk berkomentar mengenai isu masuknya Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto ke dalam jajaran kabinet Jokowi.
Menurut Nur Kholis, Komnas HAM sudah jauh-jauh hari peringatkan Jokowi dan memberi nama-nama tokoh yang diduga kuat terlibat kasus pelanggaran HAM agar tidak diberi jabatan sebagai Menteri dan pejabat di lembaga negara.
"Saya tidak bisa mengomentari person (Wiranto). Yang jelas kami sudah beri masukan terkait orang- orang yang diduga kuat atau patut dimintai pertanggungjawaban kasus pelanggaran HAM berat. Saya kira Presiden sudah tahu itu," tegasnya.
Sementara itu, jika Jokowi tetap menunjuk orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM berat seperti Wiranto menjadi Menteri, pihaknya akan bersikap.
Menurutnya, perjuangan Komnas HAM menyelesaikan kasus pelanggaran HAM belumlah usai hingga kasus itu diusut secara tuntas dan pelaku diseret ke pengadilan HAM adhoc.
"Kalau itu terjadi, kami pasti akan keluarkan analisis dan respons atas kabinet yang dibentuk Jokowi (Bila Ada Menteri Terlibat Pelanggar HAM). Karena kami berkepentingan dengan korban agar kasus itu supaya diusut tuntas. Tapi tunggu dulu pengumuman resminya besok," ujar Nur Kholis.
-----
Mengomentari hal tersebut, Yen Nie, seorang korban penjarahan dan perkosaan di era 1998, mengungkapkan, jika Jokowi nekad menempatkan pelanggar HAM di kabinetnya, maka Jokowi akan kehilangan kepercayaan rakyat dan pemerintahannya akan segera tamat.
"Jokowi punya janji untuk usut pelanggaran HAM dan janjikan kabinet yang bersih. Maka saya, orangtua saya, tante saya, semua pilih dia. Kalau sampai dia bohong, kami gak segan-segan kumpulin kerabat untuk gugat Jokowi. Gak percaya lagi. Habis sudah. Tamat!", ujar Yen Nie berapi-api.
Perempuan yang sempat bermukim di Sydney, Australia pasca kerusuhan '98 ini menegaskan, keluarganya masih trauma atas peristiwa yang pernah menimpa mereka.
"Sampai sekarang masih trauma berat. Jokowi harus ingat, yang pantas jadi menteri itu bukan yang anti korupsi saja, tapi harus yang anti pelanggaran HAM," tutup dosen ilmu komunikasi ini.(fs)
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, menjadi salah satu pihak yang akhirnya unjuk suara. Mewakili kawan-kawan dan korban pelanggaran berat HAM, wajar bila Nur Kholis merasa khawatir bila Presiden Joko Widodo mengangkat orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM dalam jajaran kabinet yang rencananya akan diumumkan sore hari ini, Minggu 26 Oktober 2014.
Bila sampai Jokowi mengangkat salah satu pelaku pelanggaran berat HAM menjadi menteri, artinya Jokowi telah melanggar komitmennya untuk membentuk pemerintahan yang bersih.
"Kalau Jokowi tetap mengangkat orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM masuk jajaran Kabinet, itu berarti dia melanggar komitmen," kata Nur Kholis, Sabtu malam, 25 Oktober 2014.
Namun Nur Kholis menampik untuk berkomentar mengenai isu masuknya Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto ke dalam jajaran kabinet Jokowi.
Menurut Nur Kholis, Komnas HAM sudah jauh-jauh hari peringatkan Jokowi dan memberi nama-nama tokoh yang diduga kuat terlibat kasus pelanggaran HAM agar tidak diberi jabatan sebagai Menteri dan pejabat di lembaga negara.
"Saya tidak bisa mengomentari person (Wiranto). Yang jelas kami sudah beri masukan terkait orang- orang yang diduga kuat atau patut dimintai pertanggungjawaban kasus pelanggaran HAM berat. Saya kira Presiden sudah tahu itu," tegasnya.
Sementara itu, jika Jokowi tetap menunjuk orang yang terlibat kasus pelanggaran HAM berat seperti Wiranto menjadi Menteri, pihaknya akan bersikap.
Menurutnya, perjuangan Komnas HAM menyelesaikan kasus pelanggaran HAM belumlah usai hingga kasus itu diusut secara tuntas dan pelaku diseret ke pengadilan HAM adhoc.
"Kalau itu terjadi, kami pasti akan keluarkan analisis dan respons atas kabinet yang dibentuk Jokowi (Bila Ada Menteri Terlibat Pelanggar HAM). Karena kami berkepentingan dengan korban agar kasus itu supaya diusut tuntas. Tapi tunggu dulu pengumuman resminya besok," ujar Nur Kholis.
-----
Mengomentari hal tersebut, Yen Nie, seorang korban penjarahan dan perkosaan di era 1998, mengungkapkan, jika Jokowi nekad menempatkan pelanggar HAM di kabinetnya, maka Jokowi akan kehilangan kepercayaan rakyat dan pemerintahannya akan segera tamat.
"Jokowi punya janji untuk usut pelanggaran HAM dan janjikan kabinet yang bersih. Maka saya, orangtua saya, tante saya, semua pilih dia. Kalau sampai dia bohong, kami gak segan-segan kumpulin kerabat untuk gugat Jokowi. Gak percaya lagi. Habis sudah. Tamat!", ujar Yen Nie berapi-api.
Perempuan yang sempat bermukim di Sydney, Australia pasca kerusuhan '98 ini menegaskan, keluarganya masih trauma atas peristiwa yang pernah menimpa mereka.
"Sampai sekarang masih trauma berat. Jokowi harus ingat, yang pantas jadi menteri itu bukan yang anti korupsi saja, tapi harus yang anti pelanggaran HAM," tutup dosen ilmu komunikasi ini.(fs)