Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, pihaknya sudah memberi rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi, terkait nama-nama calon menteri kabinet Jokowi-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Rekomendasi itu berupa tanda merah dan kuning kepada beberapa nama calon menteri, dari seluruh nama yang diserahkan Jokowi-JK ke KPK untuk ditelusuri rekam jejaknya. Tanda merah dan kuning artinya KPK tidak merekomendasikan yang bersangkutan jadi menteri.
"Posisi KPK kan sudah memberi rekomendasi, ya. Ada merah, ada kuning. Antara merah dan kuning itu sama, tidak boleh jadi menteri," ujar Samad di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 22 Oktober 2014.
Samad menjelaskan, kadar tanda merah dan kuning yang dimaksud, yakni soal waktu. Karena itu, baik= warna merah maupun kuning memiliki arti sama-sama direkomendasikan untuk tidak dipilih menjadi menteri.
"Kalau merah mungkin itu tidak lama lagi. Misalnya, merah tinggal 1 tahun lagi, kalau kuning bisa 2 tahun. Begitu. Jadi antara merah dan kuning itu sama. Tidak ada yang boleh jadi menteri," ujar Samad tanpa menjelaskan lebih jauh maksud dari tidak akan lama lagi tersebut.
Namun saat didesak siapa saja calon menteri yang ditandai merah dan kuning itu, Samad menolak menjawab. Termasuk, soal berapa jumlah calon menteri Jokowi-JK itu yang diberi tanda merah dan kuning.
"Oh, tidak boleh. Kita hormati Pak Jokowi. Biarlah Pak Jokowi yang menyampaikan. Pokoknya KPK sudah merekomendasikan ada yang dalam posisi merah dan kuning. Itu sama, tidak boleh jadi menteri," ujar Abraham.
Jika rekomendasi itu tidak dilaksanakan dan nama-nama yang bersangkutan tetap dipilih jadi menteri kabinet Jokowi-JK, Samad menegaskan, pemerintahan yang baru ini tidak bersih.
"Itu berarti bisa kita simpulkan bahwa pemerintahan ini tidak bersih. Ini kan sudah kita kasih tahu. Karena posisi kita sudah jelas bahwa kita menolak itu. Ya sudah menolak," kata Samad.
-----
Rekomendasi itu berupa tanda merah dan kuning kepada beberapa nama calon menteri, dari seluruh nama yang diserahkan Jokowi-JK ke KPK untuk ditelusuri rekam jejaknya. Tanda merah dan kuning artinya KPK tidak merekomendasikan yang bersangkutan jadi menteri.
"Posisi KPK kan sudah memberi rekomendasi, ya. Ada merah, ada kuning. Antara merah dan kuning itu sama, tidak boleh jadi menteri," ujar Samad di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 22 Oktober 2014.
Samad menjelaskan, kadar tanda merah dan kuning yang dimaksud, yakni soal waktu. Karena itu, baik= warna merah maupun kuning memiliki arti sama-sama direkomendasikan untuk tidak dipilih menjadi menteri.
"Kalau merah mungkin itu tidak lama lagi. Misalnya, merah tinggal 1 tahun lagi, kalau kuning bisa 2 tahun. Begitu. Jadi antara merah dan kuning itu sama. Tidak ada yang boleh jadi menteri," ujar Samad tanpa menjelaskan lebih jauh maksud dari tidak akan lama lagi tersebut.
Namun saat didesak siapa saja calon menteri yang ditandai merah dan kuning itu, Samad menolak menjawab. Termasuk, soal berapa jumlah calon menteri Jokowi-JK itu yang diberi tanda merah dan kuning.
"Oh, tidak boleh. Kita hormati Pak Jokowi. Biarlah Pak Jokowi yang menyampaikan. Pokoknya KPK sudah merekomendasikan ada yang dalam posisi merah dan kuning. Itu sama, tidak boleh jadi menteri," ujar Abraham.
Jika rekomendasi itu tidak dilaksanakan dan nama-nama yang bersangkutan tetap dipilih jadi menteri kabinet Jokowi-JK, Samad menegaskan, pemerintahan yang baru ini tidak bersih.
"Itu berarti bisa kita simpulkan bahwa pemerintahan ini tidak bersih. Ini kan sudah kita kasih tahu. Karena posisi kita sudah jelas bahwa kita menolak itu. Ya sudah menolak," kata Samad.
-----
Pernyataan Abraham Samad dan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan rekomendasi kepada pemerintahan Jokowi, dianggap, sebagai keliru dan membahayakan KPK sendiri.
Teguran ini diungkapkan ahli hukum pidana, Profesor Romli Atmasasmita dalam akun twitter pribadinya.
Prof Romli menjelaskan, KPK tak miliki dasar hukum untuk melakukan pemeriksaan, merekomendasikan apalagi menilai bahwa bila rekomendasi KPK tak dijalankan, berarti pemerintahan Jokowi tak bersih.
Pernyataan Abraham Samad ini jelas menunjukkan, bahwa sebagai penegak hukum, KPK offside, melakukan tindakan tak sesuai kewenangan yang tercantum dalam Undang Undang.
Bukan sekali ini saja KPK offside. Dosen Fakultas Hukum UMJ, Muhammad Ainul Syamsu, pernah pula mengkritisi pernyataan KPK terkait sumbangan kampanye.
Ketika itu, KPK menyatakan Jokowi boleh menerima sumbangan kampanye. Maka, Ainul Syamsu pun menyebut KPK tersebut melakukan tindakan bodoh dan offside.
"KPK offside. Pernyataan terbodoh...," demikian tegas Ainul.
Pernyataan Ainul itu terkait pernyataan KPK yang dimuat Tempo Online. "KPK Sebut Jokowi Boleh Terima Sumbangan Kampanye".
Rupanya KPK dengan ke-superioran- nya sudah merasa sebagai sebuah lembaga yang paling suci dan antinoda sehingga bisa menentukan benar tidaknya sebuah tindakan seorang kepala negara. (fs)
Teguran ini diungkapkan ahli hukum pidana, Profesor Romli Atmasasmita dalam akun twitter pribadinya.
Prof Romli menjelaskan, KPK tak miliki dasar hukum untuk melakukan pemeriksaan, merekomendasikan apalagi menilai bahwa bila rekomendasi KPK tak dijalankan, berarti pemerintahan Jokowi tak bersih.
Pernyataan Abraham Samad ini jelas menunjukkan, bahwa sebagai penegak hukum, KPK offside, melakukan tindakan tak sesuai kewenangan yang tercantum dalam Undang Undang.
Bukan sekali ini saja KPK offside. Dosen Fakultas Hukum UMJ, Muhammad Ainul Syamsu, pernah pula mengkritisi pernyataan KPK terkait sumbangan kampanye.
Ketika itu, KPK menyatakan Jokowi boleh menerima sumbangan kampanye. Maka, Ainul Syamsu pun menyebut KPK tersebut melakukan tindakan bodoh dan offside.
"KPK offside. Pernyataan terbodoh...," demikian tegas Ainul.
Pernyataan Ainul itu terkait pernyataan KPK yang dimuat Tempo Online. "KPK Sebut Jokowi Boleh Terima Sumbangan Kampanye".
Rupanya KPK dengan ke-superioran- nya sudah merasa sebagai sebuah lembaga yang paling suci dan antinoda sehingga bisa menentukan benar tidaknya sebuah tindakan seorang kepala negara. (fs)