[Catatan Pembentukan Kabinet] Inilah Upah Memilih Jokowi

Foto: Ilustrasi
Malam ini, Jokowi menjanjikan akan mengumumkan kabinet yang akan membantunya bekerja.

Proses menuju pengumuman -jika benar hari ini- sangatlah rumit, memusingkan dan menguji kesabaran banyak pihak. Meminjam istilah Zulfiani 'Uni' Lubis, ada banyak alasan tak terucap, yang menyebabkan Jokowi terlambat memunculkan nama-nama anggota kabinetnya.

Alasan Jokowi kepada publik adalah karena ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memeriksa rekam jejak calon menteri dan kaitannya dengan potensi korupsi dan komitmen si calon menteri terhadap pemberantasan korupsi.

Alasan berikutnya, Jokowi menanti hasil konsultasi Dewan Perwakilan Rakyat atas perubahan nomenklatur kementerian.

Hasil rekomendasi KPK yang disampaikan kepada Jokowi, menghasilkan nama-nama menteri yang diberi tanda merah dan kuning terkait dengan keterlibatan si calon dalam kasus korupsi.

Soal tanda merah dan kuning, konon Jokowi dan JK memiliki perbedaan cara pandang, terutama pada kode kuning.

Jokowi ingin membentuk kabinet sempurna yang berisi menteri yang punya kapabilitas tinggi, berpengalaman dalam birokrasi dan harus bersih. Oleh karena itu, Jokowi mencoret delapan orang yang oleh KPK dinilai tidak layak dan diberi tanda merah.

Adapun soal kode kuning, JK punya pendapat, kalau seseorang baru terindikasi atau berpotensi jadi tersangka, sebetulnya dia masih boleh diangkat jadi menteri. Karena negeri ini menganut azas hukum praduga tak bersalah. Kalau setiap laporan masyarakat langsung diterima kebenarannya 100%, memang repot.

Isu potensi korupsi nampaknya masih lebih menguasai pemberitaan ketimbang isu lain, dan isu pelanggaran HAM, nampaknya kurang menarik minat masyarakat. Hal ini pun turut diamati oleh Uni Lubis, seorang jurnalis senior.

"Isu potensi korupsi yang mungkin dilakukan seseorang, atau telah dilakukan seseorang, tampak lebih mendominasi di pemberitaan, ketimbang isu lainnya seperti tingkat keahliannya, kemampuannya bekerja dalam tim, serta apakah seseorang itu mampu berpikir di luar cara yang rutin –dalam bahasa sana disebut “ out of the box," tulis Uni kemarin, Sabtu 25 Oktober di laman pribadinya.

"Apalagi isu dugaan terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Isu ini terpinggirkan dalam lima hari pertama kerja Presiden Jokowi. Harian The Washington Post, edisi 16 Januari 2004, pernah menulis bahwa Wiranto dan lima jendral dari Indonesia dilarang masuk ke Amerika Serikat. Berita itu dikutip oleh Tempo Interaktif," ulas Uni.

Terkait isu HAM, nama Wiranto, ketua umum Partai Hanura, partai politik pendukung Jokowi- JK, menjadi kandidat kuat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan.

"Memang, tak ada salahnya kita memperhatikan kejujuran seseorang dalam bekerja. Ini menunjukkan betapa rakyat Indonesia sudah muak terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan para aparat.

"Pentingnya birokrasi –dan juga politik serta hukum— Indonesia bersih dari korupsi bukan hal yang baru. Di zaman Presiden Soeharto pernah dibentuk Tim Walisongo. Ini semacam tim siluman untuk memberantas para pelaku pungutan liar dan korupsi," tulis Uni.

"Di zaman Menko Ekuin Radius Prawiro, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pernah dinonaktifkan gara-gara perilakunya yang banyak menyimpang. Sebagai gantinya, pemerintah menunjuk lembaga surveyor SGS dari Swiss. Setiap barang yang akan diekspor dilakukan pemeriksaan dengan cara yang disebut preshipment inspection," terang Uni.

Isu kebersihan kabinet dari korupsi, kolusi dan nepotisme memang penting. Namun jangan pula itu menutup mata dari isu lain yang juga penting.

"Kita tahu, kejujuran di awal menjabat bukan satu-satunya kunci sukses seseorang. Era reformasi sudah diwarnai adanya sejumlah pejabat yang jujur terpaksa masuk penjara, karena yang bersangkutan tidak paham terhadap prosedur,"kata Uni.

"Ada beberapa bekas menteri yang saya kenal baik sebagai pribadi lumayan jujur dan hidup sederhana, dalam persidangan terbukti bersalah. Ia harus masuk penjara selama beberapa tahun,"tulis Uni.

"Kesalahannya, ia menandatangani penunjukan langsung sebuah proyek yang belakangan mangkrak. Si menteri itu tidak menerima duit apapun dari proyek tadi. Dari persidangan terbukti, yang menerima adalah anak buahnya. Si pelaksana proyek juga yang menerima untung. Si menteri itu menandatangani surat penunjukan langsung karena anak buahnya berhasil meyakinkan bahwa 'dalam situasi darurat, penunjukan langsung bisa dilakukan'. Dalam kasus korupsi, yang bersangkutan terjerat pasal memperkaya orang lain. Kena, deh!", tambah Uni lagi.

"Salah satu jalan paling aman adalah dengan tidak berbuat apa-apa. Tanpa berbuat, dengan hanya diam, paling banter yang diterima adalah cacian dari masyarakat, dan anak buah. Tapi ia pasti aman dari sisi hukum,"demikian tulis Uni.

Memang tak mudah menyusun kabinet yang berisi kumpulan anggota kabinet yang sempurna.

Yang mungkin diumumkan nanti sore, sepertinya akan menjadi kabinet kompromistis, yang mencoba memuaskan beberapa pihak dan beragam kepentingan.

"Bukan the right person on the right place,"tulis Uni.

Uni juga menulis, Jokowi mungkin akan mengatakan hal yang sama persis seperti yang pernah dikatakan  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke seorang wartawan senior sesudah mengumumkan kabinet 2004-2009 : "Saya tidak mungkin memuaskan semua pihak."

Jadi rakyat memang harus sekali lagi menurunkan tingkat ekspektasi pada Jokowi. Pasar memang pasti bereaksi keras atas apapun pilihan Jokowi. Ini adalah upah yang harus dibayar sebagai akibat memilih figur Presiden secara langsung. Siapapun dia. (fs)

http://www.lesprivatkasiva.com/

Baca juga :