Pemilihan legislatif (Pileg) 2014 yang lalu sungguh menjadi pesta rakyat Indonesia. Rakyat yang selama ini menjadi pasif dan duduk manis menyaksikan atraksi politik, kini mengambil bagian aktif sebagai penentu legislator yang akan duduk di Gedung Dewan mewakili dirinya.
Pesta rakyat masih berlanjut dengan menentukan seorang Pemimpin Rakyat yang baru menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang habis masa bakti pada tanggal 20 Oktober 2014 ini.
Pesta rakyat ini berakhir ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memenangkan pasangan Jokowi – Jusuf Kalla menjadi Presiden dan wakil Presiden yang baru, menggantikan pasangan SBY –Boediono.
Kemenangan di pemilu legislatif dan kemenangan Jokowi, seorang kader yang dikenal taat dengan perintah Megawati, tentu memberi banyak arti bagi partai berlambang banteng tersebut. Setelah 10 tahun menjadi oposisi, tanpa kawan, kini mereka menjadi partai penguasa negeri.
Menang di Pileg untuk tahun 2014 dan memang di Pilpres 2014 juga, seharusnya bisa membuat partai ini menjadi lebih berwibawa di mata rakyat. Semestinya juga kinerja Jokowi diharap mampu membawa rakyat Indonesia lebih sejahtera. Setidaknya, itulah harapan sebagian rakyat yang yakin PDI P dan Jokowi bisa merubah Indonesia kearah yang lebih baik.
Namun harus juga diakui bersama, PDI P pun dikenal sebagai “partai juara korupsi”, banyak kadernya yang terjerat kasus korupsi, seperti yang diakui mantan ketua Litbang PDI P Kwik Kian Gie. Kwik mengaku tak heran dengan korupsi yang terjadi di PDI P.
“Kalau saya ditanya, apakah heran atau tidak (mengenai kasus korupsi), saya jawab tidak heran, karena ada banyak koruptor di tubuh PDI P,” ujar Kwik di Jakarta, 21 September 2014.
Kwik mengungkap, indikatornya sangat mudah. Mobil anggota DPR dari PDI P sangat mewah. Berbeda dengan sebelum mereka menjabat sebagai wakil rakyat.
“Saya kenal mereka. Waktu tahun 1998, betapa miskin mereka. Sekarang kok mobil mereka mewah-mewah”, tambah Kwik.
Kwik menambahkan, ketika masih menjabat sebagai Kepala Bappenas dan harus memaparkan tentang korupsi, seorang peserta bertanya, apakah partai politik tidak terlibat korupsi, ia pun menjawab bahwa partainya yang paling banyak korupsi.
“Saya menjawab, partai yang paling banyak korupsi adalah partai saya. PDI P.” tegas Kwik.
Kwik tidak memberi pernyataan bohong, karena pada tanggal 1 Oktober 2014, 3 orang kader PDI P gagal dilantik menjadi anggota DPR RI karena tersandung kasus korupsi. Tentu saja kejadian tersebut membuat rakyat mulai ragu dengan kepemimpinan Jokowi – JK. Bagaimana mungkin akan memberantas korupsi di Indonesia, kalau saat menjadi partai oposisi saja sudah melakukan korupsi. Bagaimana nanti ketika menguasai pemerintahan? Tentu akan terbuka peluang korupsi yang lebih besar lagi.
Korupsi di tubuh pemerintahan baru ini semestinya menjadi fokus Abraham Samad dan jajarannya di KPK. Namun kenyatannya, meski Abraham Samad sudah berkali-kali menebar pernyataan di media bahwa KPK tidak pernah takut memeriksa calon dan mantan Presiden, tak ada gerakan berarti dari KPK untuk berani mengusut korupsi yang diduga melibatkan Mantan Presiden Megawati dan calon Presiden Jokowi.
PDI P, partai sarang koruptor sudah menjadi penguasa.
Tugas rakyat dan wakil rakyat di DPR adalah mengawasi jalannya pemerintahan dan mengkritisi tiap kebijakan yang terindikasi akan merugikan rakyat banyak. (fs)